MUTIARA ILMU: MENAKAR MAKNA KEMERDEKAAN MENURUT MUSTAFA AL-GHULAYANI

Minggu, 04 Agustus 2024

MENAKAR MAKNA KEMERDEKAAN MENURUT MUSTAFA AL-GHULAYANI




Oleh: Dr. Muhammad Saeful Kurniawan, MA



Setiap menjelang bulan Agustus rakyat Indonesia bergembira-ria menyambutnya karena pada bulan itu Indonesia menyatakan kemerdekaannya tehadap penjajah. Selama ratusan tahun, Indonesia dijajah dan dieksploitasi sumber daya kekayaan alamnya. Harkat dan martabat kemanusiaan rakyat Indonesia dipertaruhkan namun atas jasa jasa pahlawan nasional negeri ini kembali kepangkuan ibu Pertiwi.

Pernak-pernik agustusan seperti misalnya lomba agustusan, pemasangan bendara merah putih disetiap lorong dan gang rumah kita dan upacara kemerdekaan lainnya. Itu semua sebagai bentuk rasa syukur atas anugerah Allah SWT berupa kemerdekaan republik Indonesia.

Pertanyaannya, apa betul negeri ini sudah merdeka? Penulis tertarik terhadap tulisan Muhammad Ainul Rafiq dalam sebuah lamannya yang mengungkap dan mentelaah makna kemerdekaan perspektif Musthafa al-Ghulayani salah satu ulama dunia asal Libanon.

Sesungguhnya setiap bangsa itu memiliki kematian. Dan kematian setiap bangsa adalah hari kelenyapan kemerdekaan bangsa itu sendiri.

Kemerdekaan adalah karunia Tuhan yang Maha Pencipta kepada makhlukNya. Yang diharapkan makhluk di dunia ini bisa memanfaatkan dengan baik untuk dirinya dan orang lain.

Kemerdekaan dalam bahasa, berarti pembebasan dari segala ikatan. Orang yang merdeka adalah lawan dari hamba sahaya. Sebab, orang merdeka itu bebas dari ikatan perbudakan.

Orang yang merdeka dalam pengertian baru dan benar, ialah orang yang murni pendidikannya, bersih jiwanya, berpegang teguh dengan sifat-sifat terpuji, menjauhkan diri dari sifat-sifat tercela, melepaskan diri dari segala bentuk ikatan perbudakan, dan melaksanakan kewajiban yang menjadi kewajibannya.

Sesungguhnya manusia diciptakan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala tidak untuk menjadi budak atau hamba orang lain. Tidak untuk menjadi bola yang ditendang ke sana kemari sesuka hati. Dibuat permainan tangan-tangan penguasa. Dipermainkan menurut kemauan dan kesenangan hati para pembesar.

Akan tetapi, manusia diciptakan oleh Allah Subhanahu Wa Wata'ala agar dia bekerja dan beramal baik secara individu atau kolektif, sesuai hukum Allah yang berlaku, yaitu kebebasan dan kemerdekaan.

Anugerah Allah yang besar berupa kemerdekaan ini tidak akan dicabut oleh Allah dari umat manusia, kecuali disebabkan rusak jiwa dan mental mereka, yang dibuat oleh orang-orang dholim.

Mereka yang zalim itu tidak membiarkan mereka (bangsa yang hendak dijajah) mencurahkan hatinya dengan ilmu pengetahuan. Sebab mereka tahu benar, bahwa ilmu yang benar itu justru akan menunjukkan mereka mengetahui hak-hanya.

Ilmu yang benar itu bagaikan percikkan api, yang mengobarkan cita-cita atau membebaskan diri dalam jiwa mereka, dan membuat orang yang berakal peka. Manakala diperalat oleh kekuasaan yang bertindak sewenang-wenang ia tahu.

Khalifah Umar Bin Khattab Radiallahu Anhu pernah bertanya kepada Amer bin Al-'ash, Gubernur Mesir, tatkala anaknya berani memukul orang Mesir:

"Sejak kapan engkau memperbudak orang-orang yang dilahirkan oleh ibu mereka dalam keadaan bebas (merdeka)."

Ingat, seseorang itu belum bisa dianggap merdeka, kecuali jika jiwanya telah mendapatkan pendidikan sempurna. Tumbuh dalam hatinya kemauan keras. Memiliki ilmu tidak sedikit. Kemudian berani membebaskan diri dari cengkeraman dan kungkungan orang yang menguasainya, dengan kekuatan dan paksaan.

Barangsiapa yang belum bisa seperti itu, maka orang tersebut masih jauh dikatakan sebagai orang yang merdeka. Antara dia dengan kebebasan atau kemerdekaan, masih terhalang oleh hamparan hutan belukar yang sangat angker.

Tidak bisa disebut orang merdeka orang yang menjadikan kemerdekaan sebagai kesempatan melakukan perbuatan yang hina. Jalan menuju kerusakan atau menjadikannya pedang untuk melenyapkan baju Iffah (sikap menahan diri dari perbuatan yang tidak patut dikerjakan)

Menggunakannya sebagai tombak untuk menusuk sifat-sifat keutamaan, atau memanfaatkan sebagai anak panah untuk merobek-robek kehormatan orang.

Bukanlah kemerdekaan itu, perbuatan seseorang yang dapat menimbulkan bahaya pada dirinya sendiri dan orang lain. Misalnya memboroskan harta kekayaan, melecehkan sifat kemanusiaan, menciptakan kasta, menuhankan nasab,  membelokkan perbuatan kemungkaran, melakukan pengrusakan tatanan kemasyarakatan, merubah situs sejarah dan perbuatan-perbuatan yang menyakiti hati orang, mengadu domba, menggunjing permusuhan, dan perbuatan-perbuatan lainnya yang tidak sesuai dengan akhlak mulia.

Sebenarnya, banyak orang yang mengaku sebagai orang merdeka, tetapi mereka memakai pakaian budak kendati mengenakan gamis, dasi dan seabrek gelar ulama, habib, doktor dan profesornya. Dia menjadi tawanan nafsunya, budak pemimpin atau penguasa, dan budak nafsu amarah, yang jika mendorongnya membuat kerusakan, patuh melakukannya. Jika nafsu amarah itu menggelitiknya, agar memfitnah dan mengancam orang lain maka dengan cepat memenuhinya.

Namun apabila akal sehatnya mendorongnya untuk mengerjakan hal-hal yang dapat menghidupkannya, dan orang yang tajam pikirannya menganjurkan, agar melakukan sesuatu yang dapat mengangkat derajatnya serta apabila para ksatria mengajaknya agar bangkit bersama rakyat dan mendukungnya.

Maka dia berpura-pura tidak mendengar seruan tersebut, atau bahkan dia menempuh jalan berpolemik dengan orang yang menyerukan hal tersebut. Kemudian dia mengklaim dirinya sebagai orang yang merdeka.

Kemanusiaan dan kebebasan tiada lain adalah dua faktor utama. Kemakmuran dan dua unsur pokok kehidupan masyarakat yang harmonis.

Bangsa manapun yang ingin mencapai puncak peradaban yang tinggi dan kemakmuran yang merata, maka harus bekerja keras menjadi individu-individu bangsa, memahami arti kebebasan dan kemerdekaan yang sebenarnya, harus mencekoki putra-putranya dengan nilai-nilai luhur bangsa yang bersih dan murni.

Wahai generasi muda, bangkitkan berjuang untuk mencapai kemerdekaan sejati, yang bebas dari campur tangan orang munafik dan penghianat. Sebab kemerdekaan yang murni itulah jalan satu-satunya mencapai kejayaan. Kemerdekaan yang sejati adalah jalan menuju kehidupan yang bahagia.

Salam Merdeka, Bondowoso, 5 Agustus 2024

Tidak ada komentar:

Posting Komentar