MUTIARA ILMU: Antara Jejak Isa, Aji Saka, dan Warisan Leluhur

Kamis, 22 Mei 2025

Antara Jejak Isa, Aji Saka, dan Warisan Leluhur


“Saat ruh leluhur dan gen menyala, identitas sejati Nusantara pun terbangun dari tidur panjangnya.” (El Syarif 2025)

Dalam sebuah obrolan dalam grup kecil:

“Aku membayangkan Nabi Isa AS datang ke tanah Jawa seorang diri,” tulis DR. Ary, Sosok yang kemudian dikenal sebagai Ki Among Jiwo, hadir dalam diam, tanpa keturunan, tanpa jejak keturunan biologis. Ia datang jauh sebelum Walisongo menapakkan kaki, seakan hendak menyiapkan tanah ini untuk benih suci kelak. Bukan seperti Ki Panji Asmarabangun yang dikenal memiliki garis darah, tetapi sebagai pejalan sunyi yang hanya meninggalkan ruh.

 “Mesias itu bukan Kristus,” tulis DR. Ary. Ia menyebut nama “Menakhem”, pembawa penghiburan yang dalam renungan sufinya merujuk pada Rasulullah SAW, utusan akhir yang menerima Wahyu di Gua Hira, sama seperti Nabi Isa yang menerima wahyu Sungai Yordan. Keduanya dari lembah dan langit yang berbeda, namun diangkat oleh Tuhan yang sama.

Pertanyaannya , “Ada kaitan dengan Aji Saka? Leluhur Bani Jawi?” 

DR. Ary menjawab dengan santun namun tegas: Aji Saka, atau Hyang Sengkala, adalah dari Yawan bin Yafits bin Nuh. Bukan dari Sam bin Nuh seperti Musa atau para Bani Israil. Dan di sinilah semesta membuka bab baru bahwa bangsa Jawa telah berakar sebelum Taurat diturunkan, sebelum Musa membelah Laut Merah.

Diskusi merambat ke arah tafsir jihad, “Yesus pun memerintahkan muridnya untuk menjual jubah dan membeli pedang,” kutip DR. Ary dari Lukas 22:36. 

Terlalu lama sejarah memenjarakan Isa AS dalam bayangan pasif, padahal Dia adalah jundi ilahi, seorang pejuang.

Ketika pembicaraan masuk pada darah, genetika, dan warisan leluhur, satu per satu nama haplogroup muncul: J1, G, R1a, R1b, I2, seperti mantra huruf dan numerik zaman baru, masing-masing membawa sejarah panjang. Mereka bukan sekadar urutan genetik, tetapi kisah peradaban yang berlapis, ada Arya berambut pirang dari Iran, tentara Romawi, bangsa Khazar, dan keturunan Ibrahim dari Babylonia.

Diskusi terus bergulir, dari tafsir nama Astar dan Askar, ke perang akhir zaman di Yerusalem, ke tempat Al-Mahdi muncul dari Gate of Babylon, hingga tentang bangsa Rum dan batas tembok Zulqarnain. Namun semua berpulang pada satu hal bahwa kita adalah bangsa yang diciptakan berbeda untuk saling mengenali, bukan saling menghakimi.

Akhirnya, “Jika narasi Y-DNA ini benar-benar dipahami oleh lintas generasi, niscaya marwah spiritual dan identitas sejati Nusantara akan bangkit dalam satu dekade ke depan.”

Dan dari semua itu, satu pesan bahwa jalan pulang kita bukan soal silsilah semata, tetapi soal bagaimana kita menjaga amanah ruhani, di tengah dunia yang terus memanas.

“Su’uban wa qabaaila lita’aarafu, agar kamu saling mengenal.”

Sumber:

1. DR. Ary Keim

2. Abdur Rahman El Syarif

#islam #islamnusantara #peradabanislam #geneologi #babilonia #ajisaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar