MUTIARA ILMU: Maret 2025

Senin, 31 Maret 2025

FILOSOFI GURU NGAJI ALIF





Oleh: Dr. Muhammad Saeful Kurniawan, MA



Saat lebaran tiba, orang yang saya kunjungi dan sungkemi sebelum yang lain adalah kedua orang tua dan guru ngaji Alif. Terus terang orang yang pertama kali mengenalkan saya tentang huruf Alif, Ba', dan Ta' adalah guru ngaji  saya yang bernama almukarram ustadz Bunasin. 

Well, sebagai bentuk penghormatan dan tanda terima kasih kepada beliau setiap lebaran tiba saya selalu sowan dan silaturahim (main tellas) kedalemnya bersama keluarga. Pasalnya, beliaulah yang menanamkan ilmu al-Qur'an dasar dalam jiwa saya sehingga kemudian dengan bekal ilmu itu bisa mengembangkan disiplin ilmu al-Qur'an yang lain yang lebih tinggi bahkan tidak hanya itu, sebab barokah ilmu al-Qur'an yang beliau tancapkan dalam jiwa, mampu menghantarkan saya mengkhatamkan puluhan bahkan ratusan judul kitab tafsir diberbagai pondok pesantren di nusantara ini. Tidak hanya itu, dengan bekal ilmu al-Qur'an yang beliau berikan itu, saya dapat menuangkan ilmu tersebut kedalam bentuk tulisan baik jurnal ilmiah, skripsi, tesis, disertasi dan 120 buku yang sudah terbit ber-ISBN.

Tak heran, jika saat sidang promosi doktor di Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Batu Malang beliau bersama keluarga besarnya saya undang menghadiri promosi doktor saya sekaligus minta doanya agar diberikan kemampuan dalam menjawab semua pertanyaan para guru besar dan profesor. Sengaja saya sediakan kendaraan khusus untuk beliau agar tidak merepotkan selama dalam perjalanan. Itu salah satu bentuk penghormatan dan penghargaan saya terhadap guru ngaji tidak hanya sebatas memberi zakat fitrah saat lebaran saja.

Mengutip tulisan Suyitman yang mengatakan bahwa KURIKULUM merdeka baru saja diresmikan sebagai kurikulum nasional. Sejak pertama diluncurkan tahun 2022, sampai saat ini tercatat sudah 300 ribu satuan pendidikan yang telah menerapkan kurikulum merdeka secara sukarela. Hasilnya terjadi peningkatan pada kualitas pembelajaran yang berdampak pada peningkatan kompetensi literasi, numerasi, dan karakter peserta didik. Kompetensi tersebut merupakan kecakapan yang dibutuhkan peserta didik di masa yang akan datang.

Kurikulum merdeka berusaha menjawab tantangan dunia pendidikan dalam menghadapi perubahan peradaban. Arnold J. Toynbee, sejarawan Inggris, mengatakan bahwa peradaban manusia lahir mengikuti teori “challenge and respond.” Budaya muncul karena tantangan dan respon antara manusia dan alam sekitarnya sehingga melahirkan peradaban baru. Peradaban manusia bersifat siklus yang berputar, melingkar, dan berulang.

Apa yang terjadi saat ini memiliki kesamaan dengan apa yang terjadi pada zaman dahulu. Akibatnya batas-batas kehidupan primitif, tradisional, dan modern menjadi kabur. Sesuatu yang dianggap tradisional, bisa jadi akan dinilai modern pada masa yang akan datang. Begitu juga sebaliknya.

Fenomena tersebut terjadi pada implementasi kurikulum merdeka dalam sistem pendidikan Indonesia saat ini. Kurikulum merdeka lahir dari kurikulum darurat yang diterapkan saat pandemi Covid-19. Ternyata kurikulum darurat mampu mengurangi learning loss dalam pembelajaran masa pandemi.  

Berhikmah dari Nasionalisme-nya Orwell
Dari 31,5% sekolah yang menggunakan kurikulum darurat dapat mengurangi dampak pandemi sebesar 73% untuk kemampuan literasi dan 86% dalam numerasi. Kurikulum merdeka akan diberlakukan kepada semua sekolah atau madrasah pada tahun pelajaran 2024/2025. Saat ini sekolah atau madrasah dapat memilih untuk menerapkan Kurikulum 2013 atau kurikulum merdeka.

Salah satu konsep baru dalam kurikulum merdeka adalah adanya pembelajaran berdiferensiasi yakni pembelajaran yang memperhatikan tingkat kesiapan, minat, dan gaya belajar peserta didik. Pembelajaran berdiferensiasi juga dapat dilakukan dengan menciptakan lingkungan belajar yang memperhatikan kebutuhan setiap peserta didik.

Ide pembelajaran berdiferensiasi diinisiasi oleh Carol A. Tomlinson Tahun 1995 dalam buku “How to Differentiate Instruction in Mixed Ability Classrooms.” Namun jika ditelisik lebih jauh, pembelajaran berdiferensiasi sudah lama diterapkan dalam pembelajaran di masjid atau mushola atau sudah diterapkan oleh “guru ngaji.” Hal ini dapat dilihat dari beberapa prinsip pembelajaran diferensiasi yang sudah diterapkan oleh guru ngaji.

Pertama, Differentiated instruction is proactive. Guru mengasumsikan bahwa di dalam kelas peserta didik memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Oleh karena itu guru harus merencanakan berbagai skenario pembelajaran sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Telah lama guru ngaji menerapkan prinsip ini.

Meski tidak tertulis, guru ngaji telah memiliki rencana pembelajaran sesuai dengan kebutuhan santri. Anak yang belum mampu membaca al-Quran akan belajar huruf hijaiyah, mulai dari mengenal huruf hijaiyah terpisah, bersambung, berharakat, hingga bersambung dan berharakat. Setelah itu, anak-anak akan belajar membaca surat-surat pendek dan al-Quran. Guru ngaji mengorganisir perbedaan kebutuhan anak-anak di dalam satu proses pembelajaran di dalam kelas atau halaqah yang sama.

Kedua, differentiated instruction is more qualitative than quantitative. Pembelajaran berdiferensiasi bukan berarti satu siswa mendapatkan banyak tugas dan siswa lainnya mengerjakan sedikit tugas. Tugas yang diberikan kepada siswa disesuaikan dengan kebutuhannya. Siswa yang telah menguasai satu kompetensi maka mereka melanjutkan mempelajari kompetensi berikutnya.

Prinsip ini juga telah diterapkan oleh guru ngaji. Kedalaman materi yang dipelajari setiap anak berbeda-beda tergantung kecepatannya dalam menguasai satu materi. Bisa terjadi dalam satu kesempatan, seorang anak akan belajar membaca puluhan ayat al-Quran, sedangkan anak yang lain hanya belajar satu ayat saja.

Ketiga, differentiated Instruction is rooted in assessment. Penilaian bukan hanya terjadi di akhir pembelajaran, tapi terintegrasi dalam proses pembelajaran. Guru memanfaatkan setiap kesempatan untuk mengetahui ketercapaian siswa. Penilaian pun dilakukan dengan berbagai teknik untuk memastikan bahwa siswa telah mencapai kompetensinya.

Begitu juga dengan guru ngaji. Dalam setiap pertemuan terjadi proses penilaian. Jika dalam waktu tertentu, anak belum menguasai materi, maka materi itu akan diulang pada pertemuan berikutnya. Sedangkan anak yang sudah menguasai materi akan melanjutkan materi berikutnya.

Keempat, differentiated instruction is student centered. Pembelajaran berdiferensiasi dilaksanakan berdasarkan premis bahwa pengalaman belajar akan lebih efektif ketika peserta didik terlibat dalam pembelajaran, menarik, dan relevan bagi peserta didik. Guru memberikan pembelajaran yang menantang kepada semua siswa sesuai dengan kebutuhannya.

Dalam praktik mengaji, guru ngaji telah melibatkan setiap anak sesuai dengan kompetensi yang harus dikuasai. Prinsip ini membuat anak bertanggung jawab dan terikat terhadap proses pembelajaran.

Kelima, differentiated instruction is “organic.” Pembelajaran bersifat evolusioner dan dinamis. Guru dan siswa belajar bersama sebagai satu kesatuan. Guru belajar bagaimana siswa dapat menguasai materi yang telah dikuasai guru. Sedangkan siswa belajar bagaimana menguasai materi pembelajaran. Begitu juga dalam praktik mengaji. Guru ngaji yang telah menguasai materi, senantiasa belajar bagaimana anak dapat menguasai materi mengaji.

Selain kelima prinsip tersebut, asesmen kurikulum merdeka yang meliputi formatif dan sumatif pun telah dilaksanakan oleh guru ngaji. Ketika ada anak yang hendak datang mengaji, guru ngaji selalu bertanya: “Ngajinya sudah sampai mana?” Jika anak belum pernah mengaji, maka dia akan belajar dari mengenal huruf hijaiyah. Jika anak sudah mulai membaca juz amma atau yang lainnya, maka guru ngaji akan melakukan tes untuk mengukur kemampuan anak.

Apa yang dilakukan guru ngaji merupakan salah satu bentuk asesmen awal sebagai bagian dari asesmen formatif. Hasil dari asesmen awal akan menentukan materi apa yang akan dipelajari anak. Asesmen formatif dan sumatif dilakukan guru ngaji setiap saat ketika anak mengaji. Asesmen formatif dan sumatif terintegrasi dalam setiap pertemuan.

Meskipun kurikulum merdeka memiliki beberapa kesamaan prinsip “guru ngaji.” Tetapi sistem pembelajaran “guru ngaji” tentu berbeda dengan sistem pendidikan di sekolah atau madrasah. Guru ngaji menyelenggarakan sistem pendidikan yang sederhana sebagai bagian dari pendidikan informal. Sedangkan sekolah/madrasah terikat pada sistem dan aturan yang berlaku. Kapan saja guru ngaji dapat menerima anak baru, sedangkan lembaga pendidikan terikat dengan masa penerimaan peserta didik baru.

Walaupun demikian, filosofi guru ngaji dapat menjadi referensi bagaimana mengimplementasikan kurikulum merdeka dalam pembelajaran. Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menyempurnakan filosofi guru ngaji dalam kurikulum merdeka antara lain: Pertama, differentiated instruction provides multiple approaches to content, process, and product. Dalam setiap kelas tentu terdiri dari berbagai macam anak dengan minat dan gaya belajar yang berbeda. Oleh karena itu, guru harus menyiapkan konten, proses, dan produk yang bervariasi.

Peserta didik dengan gaya auditori mengandalkan belajar dengan mendengar, visual fokus pada penglihatan, dan kinestetik melibatkan gerakan. Dalam kurikulum merdeka ketiga gaya belajar ini harus diakomodir guru dengan menyiapkan konten atau materi yang bersifat auditory, visual, dan kinestetik. Begitu juga dalam proses dan produk pembelajaran. Sedangkan dalam mengaji, ketiga gaya belajar ini kurang begitu diperhatikan.

Kedua, differentiated instruction is a blend of whole-class, group, and individual instruction. Pembelajaran berdiferensiasi menerapkan kombinasi penerapan pembelajaran individual, kelompok, dan seluruh kelas atau klasikal. Pembelajaran individu dilakukan sesuai kebutuhan dan ketertarikan siswa.

Pembelajaran kelompok dilakukan dalam bentuk tugas-tugas kelompok yang sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai. Sedangkan pembelajaran klasikal diterapkan untuk ketika guru dan semua peserta didik memulai eksplorasi topik atau tema, berbagi informasi bersama, tanya jawab, dan review atau refleksi pembelajaran.

Konsep pembelajaran berdiferensiasi dan filosofi guru mengaji bersifat komplementer sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Guru dapat berimprovisasi untuk melahirkan pembelajaran yang bermakna dan bermanfaat sesuai tantangan zamannya.

Apapun pendekatan dan metode pembelajaran, baik berdiferensiasi dan “guru ngaji” lahir sebagai respon atas tantangan zaman. “Sebuah peradaban lahir karena berhasil menanggapi tantangan yang muncul. Peradaban itu hancur ketika tidak mampu mengatasi tantangannya,” Arnold J Toynbee

Oleh sebab itu, hemat saya orang yang disebut dengan guru tanpa jasa adalah guru ngaji yang ikhlas tanpa sertifikasi yang hanya tulus ikhlas mengharap Ridha ilahi.


Salam akal sehat, Koncer Kidul, 31 Maret 2025

Selasa, 25 Maret 2025

Zakat

 

Zakat itu pengertiannya adalah mensucikan. Namun secara umum zakat terlalu dipahami secara sempit yaitu hanya sekedar urusan bagi2 beras (zakat fitrah) atau bagi2 duit (zakat mal).

Padahal makna dari berzakat teramat luas, tak sekedar urusan beras atau duit (harta) saja. Sebab banyak hal yang harus disucikan tidak hanya harta kita.

Pikiran kita juga harus disucikan, perasaan/hati kita juga harus disucikan, tenaga kita juga harus disucikan.

Diantara saudara mungkin sudah menunaikan zakat dalam pengertian zakat fitrah ataupun harta, tapi bagaimana dengan zakat yang lain??

Kita bisa mensucikan ilmu pengetahuan kita dengan membaginya, agar orang lain menuai manfaat dari hal tersebut, maka ilmu pengetahuan kita telah kita zakati.

Kita pun bisa menzakati tenaga kita, hati kita, atau apapun yang ada dalam diri kita, dengan membaginya kepada orang lain yang kemudian orang mengambil manfaat dari hal tersebut.

Mengerti hal ini adalah sangat penting, agar jangan sampai saudara terlalu percaya diri, menganggap sudah menunaikan zakat, karena merasa sudah setor beras atau duit. Padahal masih banyak hal yang belum engkau tunaikan zakatnya.

Nah sekarang setelah mengerti ini, apakah anda yakin sudah menunaikan zakat dengan sempurna?


8 golongan orang Islam yang berhak menerima zakat:

1. Fakir (orang yang tidak memiliki harta), gelandangan, pengemis, anak jalanan dsb
2. Miskin (orang yang penghasilannya tidak mencukupi)
3. Riqab (hamba sahaya atau budak)
4. Gharim (orang yang memiliki banyak hutang. hutang karena tidak mampu membiayai hidup, bukan hutang bisnis, karena konglomerat jg banyak hutangnya)
5. Mualaf (orang yang baru masuk Islam)
6. Fisabilillah (pejuang di jalan Allah, dalam keadaan perang)
7. Ibnu Sabil (musyafir dan para pelajar perantauan, dalam lelaku untuk menuju jalan Allah dan kehabisan ongkos)
8. Amil zakat (panitia penerima dan pengelola dana zakat)

================
zakat itu artinya mensucikan atau membersihkan. secara syariat yah harta itulah yang dibersihkan......

Namun secara hakekat yang dibersihkan adalah qolbunya, sebab kebersihan harta tidak menjamin kebersihan qolbu seseorang, tapi kalau qolbunya bersih sudah pasti hartanya bersih.
sebab tidak mungkin orang yg bersih hatinya akan kotor penghasilannya/hartanya. tidak mungkin bakhil/pelit. tidak mungkin terlalu cinta dunia.

Selalu berusaha mensucikan hatimu itulah wujud zakatmu secara hakekatnya. Kesucian itu akan menimbulkan mata rantai kebaikan yang panjang bagi dirimu sendiri dan orang banyak.
Lalu kesucian dan kebersihan hati itulah yg dizakati atau dibagi-bagi ditularkan kepada orang lain

Penerima zakat qolbu/hakekat itu jg 8 golongan, diberikan oleh seorang yg hatinya sudah semakin terang kepada yg masih kekurangan cahaya:

1. Fakir maksudnya fakir ilmu, fakir iman, fakir amal
2. miskin maksudnya miskin ilmu, miskin iman, miskin amal
3. Budak maksudnya orang2 yang menjadi budak hawa nafsunya sendiri
4. Gharim/orang banyak utang, maksudnya orang yg banyak berbuat buruk dan kesalahan kepada orang lain.
5. Mualaf orang yg terbujuk hatinya, baru menerima hidayah dari golongan yg tadinya gelap gulita ruhaninya, org2 yg hendak bertaubat.
6. fisabilillah orang2 yg sedang berjuang membersihkan qolbunya, yg mmerlukan tambahan2 motivasi, pengetahuan dsb
7. Ibnu sabil orang2 yg dalam perjalanan membersihkan qolbu, namun kebingungan karena kurangnya bekal pengetahuan
8. amil maksudnya kepada para orang2 yg mendukung upaya orang lain dalam mensucikan batin......

KHATAMAN KITAB RAMADHANAN: AL-ARBA'IN KARYA KH. HASYIM ASY'ARI DI PESANTREN DARUL AITAM

Oleh: Dr. Muhammad Saeful Kurniawan, MA



Alhamdulillah, saya tadi bisa mengkhatamkan kitab al-Arba'in (40 hadits) karya KH. Hasyim Asy'ari dipondok pesantren puteri Darul Aitam Situbondo dengan durasi dua jaman mulai pukul 15.30-17.30 WIB sekali duduk. Khatmul kutub ini sengaja saya tradisikan ngaji kitab kuning sampai selesai bukan menggunakan preodisisasi yang memakan waktu bulanan bahkan tahunan bahkan sampai terbengkalai tidak khatam khatam.

Well, kitab al-Arba'n tersebut sebisa mungkin dijadikan sebagai kurikulum di pesantren. Usahanya itu kemudian diteruskan oleh murid ideologisnya bernama Hasyim Asy’ari. Dengan semangat yang sama dengan gurunya, Hasyim Asy’ari turut menuliskan 40 hadis yang berjudul Arba’una Hadisan Tata’allaqu bi Mabadi’u Jam’iyyatu Nahdlatu al-Ulama’.

Hasyim Asy’ari lahir pada 14 Februari tahun 1871 M. di Tambakrejo, Jombang. Di masa remajanya ia belajar ilmu agama di pelabagi pesantren hingga pada akhirnya meneruskannya di Makkah. Karena kealimannya di bidang ilmu keagamaan, Hasyim Asy’ari kemudian diberi julukan Hadlaratus Syekh. Hasyim Asy’ari merupakan salah satu pendiri organisasi Islam Nahdatul Ulama.

Hasyim Asy’ari hidup di masa adanya kontestasi otoritas keagamaan di Indonesia pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Pada waktu itu terjadi persaingan gagasan-gagasan yang dibangun dari pelbagai macam penafsiran teks keagamaan yang dimotori oleh kelompok pengikut Wahabisme. Catatan Oman Fathurrahman menunjukkan adanya polarisasi kecenderungan di antara kelompok Islam yang diidentifikasi sebagai bentuk ortodoksi dalam mempraktikkan doktrin dan ritual keagamaan serta meyakininya sebagai yang ‘benar’, dengan kelompok Islam yang didentifikasi sebagai kaum heterodoks yang sering dituduh ‘salah’ hanya karena dianggap tidak sesuai dengan norma-norma yang diyakini oleh kelompok Islam ortodoks.

Fenomena ini tidak lepas dari peran alumni-alumni Timur Tengah dari Indonesia yang sudah sedikit banyak mengikuti aliran wahabisme. Konsekuensinya banyak praktik-praktik keagamaan di Indonesia yang mulai dituduh menyimpang dari al-Qur’an dan hadis, mulai dari tahlilan, ziarah kubur, mauludan, bahkan sampai mengkafikan (takfirisme) mereka yang tetap menjalankan ritual-ritual tersebut.

Peristiwa Komite Hijaz (31 Januari 1926), atas persetujuan Hasyim Asy’ari, merupakan puncak protes ulama-ulama Nusantara kepada raja Ibnu Sa’ud atas fenomena pelarangan kebebasan bermazhab di Makkah, di mana kala itu menjadi pusat kajian Islam, yang menyebabkan umat Islam dunia mula menjauh dari sisi-sisi lokalitasnya.

Hasyim Asy’ari melihat pergeseran di antara pemikiran dan praktik keagamaan Muslim Jawa. Mulailah ia menggagas berdirinya organisasi Nahdlatul Ulama (NU) lengkap dengan argumentasi-argumetasi yang dibangun melalui kitab Risalatu Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah fi. Hadts al-Mauta wa Syuruth as-Sa’ah wa Bayani Mafhum al-Sunnah wa al-Bid’ah dan al-Muqaddimah al-Qanun al-Asasi Li Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’. Selain itu, Hasyim Asy’ari menguatkan argumentasinya itu dengan menuliskan 40 hadis yang disesuaikan dengan visi dan misi NU, yang diberi judul Arba’una Hadisan Tata’allaqu bi Mabadi’u Jam’iyyatu Nahdlatu al-Ulama’.

Kitab hadis Arba’in Hasyim Asy’ari berisi nukilan dari kitab-kitab mu’tabar (otoritatif), baik yang kanonik (kutub al-sittah) maupun non-kanonik (selain enam kitab). Kitab ini terbagi ke dalam 6 bab: 1- dakwah/amar ma’ruf nahi munkar (7 hadis); 2- kepemimpinan (2 hadis); 3- ibadah (4 hadis); 5- keharusan mengikuti sunah Khulafaur Rasyidin (4 hadis); 5- akhlak (19 hadis); dan 6- persatuan (4 hadis).

Keberadaan teks-teks hadis yang ditulisnya merupakan bentuk respon atas kondisi sosial masyarakat saat itu, serta menjadi kontra narasi pemikiran atas wahabisme. Kitab inilah yang kemudian menjadi rujukan atau dalil bagi amaliah-amaliah kelompok NU. Argumentasi tentang bid’ah, khurafat dan takhayyul, ssebagaimana dituduhkan kelompok Wahabi, dijelaskan melalui hadis-hadis yang tertulis di dalamnya.

Salah satu yang menarik dari kitab hadis Arba’in Hasyim Asy’ari adalah menjelaskan pentingnya persatuan sebagai pilar keutuhan bangsa. Beliau menukil hadis riwayat al-Tirmidzi dan Ibnu Majah sebagai berikut:

عن ابن عمر أنّ رسول الله صلى الله عليه وسلم قال إنّ الله لايجمع أمتي أو قال أمة محمد على ضلالة، ويد الله مع الجماعة ومن شذّ شذّ إلى النار (رواه الترمذي). إن أمتي لاتجتمع على ضلالة فإذا رأيتم اختلافا فعليكم بالسواد الأعظم (رواه ابن ماجه).

Dari Ibnu Umar Ra. sesungguhnya Nabi Saw. bersabda: sesungguhnya Allah tidak mengumpulkan umatku atau umat Muhammad dalam kesesatan, dan keputusan Allah berada pada jama’ah, dan barang siapa keluar dari aturan maka ia akan menuju pada neraka. (HR. Al-Tirmidzi). Sesungguhnya umatku tidak dikumpulkan pada kesesatan, apabila kalian melihat perselisihan maka ikutilah golongan mayoritas. (HR. Ibnu Majah).

Hadis itulah yang menjadikan dasar Hasyim Asy’ari untuk mengeluarkan statemen pentingnya membangun persatuan berbangsa dan beragama. Berikut adalah kutipan untuk persatuan kebangsaan:

ومن المعلوم ان الناس لابد لهم من الاجتماع والمخالطة. لأن الفرد الواحد لايمكن أن يستقل بجميع حاجته. فهو مضطر بحكم الضرورة الى الإجتماع الذي يجلب الى أمته الخير ويدفع عنها الشر والضير. فالإتحاد وارتباط القلوب ببعضها، وتضافرها على أمر واحد، واجتماعها على كلمة واحدة من أهم أسباب السعادة, وأقوى دواعي المحبة والمودة، وكم به عمرات البلاد، وسادات العباد، وانتشر العمران، وتقدمت الأوطان، وأسست الممالك، وسهلت المسالك، وكثر التواصل الى غير ذلك من فوائد الإتحاد الذي هو أعظم الفضائل، وأمتن الأسباب والوسائل.

Sebagaimana diketahui, manusia adalah makhluk yang harus hidup bemasyarakat (komunal) dan berinteraksi dengan yang lain. Karena seseorang tidak akan mampu memenuhi segala kebutuhannya sendiri. Suatu keharusan baginya untuk bermasyarakat, berkumpul yang membawa manfaat bagi umatnya dan menolak kemdlaratan serta ancaman darinya. Sebab itu, persatuan, ikatan batin, saling bantu dalam suatu masalah dan kesepakatan bersama merupakan penyebab kebahagiaan dan faktor penting dalam menciptakan persaudaraan dan kasih sayang. Sungguh banyak negara-negara yang menjadi makmur, rakyat banyak yang menjadi pemimpin hebat, pembangunan merata, negeri-negeri menjadi maju, kedaulatan pemerintah ditegakkan, jalan-jalan menjadi mudah, perhubungan menjadi ramai dan masih banyak lagi manfaat dari persatuan yang merupakan keutamaan yang agung serta menjadi sarana yang paling ampuh. 

Artinya, warga nahdhiyyin belum sah dan sempurna rasanya jika belum bisa mengkhatamkan kitab al-Arba'in dan puluhan kitab yang lain karya KH. Hasyim Asy'ari. Tidak sedikit saat ini orang bahkan ulama mengaku ikut organisasi keagamaan NU tapi tidak pernah membaca dan menelaah karya kitab KH. Hasyim Asy'ari sebagai muassis NU. Ironis bukan? Allahu a’lam.


Salam akal sehat, Situbondo, 25 Maret 2025

*Membangun Kepedulian Antar Masjid: Menguatkan Ukhuwah Islamiyah dalam Cahaya Al-Qur’an*



Dalam ajaran Islam, masjid bukan sekadar tempat ibadah, melainkan pusat kehidupan umat. Masjid menjadi tempat bersujud kepada Allah, tempat menuntut ilmu, tempat berbagi, dan tempat menyatukan hati dalam ukhuwah Islamiyah. Namun, di tengah keberagaman masjid yang tersebar di berbagai pelosok, masih ada yang megah dan penuh fasilitas, sementara yang lain sederhana, bahkan kekurangan. *Bukankah sudah seharusnya masjid-masjid saling membantu, saling peduli, dan saling menguatkan?*

*Masjid sebagai Simbol Persatuan Umat*  
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

*"Sesungguhnya orang-orang yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah. Maka mudah-mudahan mereka termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk."* (QS. At-Taubah: 18)

Ayat ini menegaskan bahwa *memakmurkan masjid* adalah kewajiban setiap orang yang beriman. Bukan hanya dalam bentuk ibadah, tetapi juga dalam menjaga, membangun, dan menghidupkan fungsi sosial masjid.

Namun, jika ada masjid yang berdiri kokoh dengan fasilitas lengkap sementara di tempat lain ada masjid yang dindingnya mulai rapuh, atapnya bocor, atau karpetnya sudah lusuh—bukankah ini menjadi tanda bahwa kita masih kurang dalam memakmurkan rumah Allah secara menyeluruh?

*Saling Membantu dan Mengisi Kekurangan*  
Islam mengajarkan umatnya untuk *tidak hidup sendiri-sendiri, tetapi harus saling menguatkan*. Allah SWT berfirman:

*"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan."* (QS. Al-Ma'idah: 2)

Ayat ini menjadi dasar kuat bahwa kita harus bekerja sama dalam hal kebaikan, termasuk dalam hal *membangun dan memakmurkan masjid-masjid Allah*. Masjid yang memiliki kelebihan dapat membantu masjid yang masih membutuhkan, baik dalam hal pembangunan fisik, penyediaan fasilitas ibadah, maupun dalam kegiatan keagamaan dan sosial.

JANGAN RASA MEMILIKI MASJID

Misalnya:  
- *Masjid besar dengan dana berlebih* bisa membantu masjid kecil dengan membangun fasilitas yang lebih layak.

- *Masjid yang memiliki banyak penghafal Al-Qur’an* bisa mengirimkan guru untuk mengajar di masjid lain yang minim pembelajaran agama.

- *Masjid yang memiliki ekonomi kuat* bisa membantu program sosial masjid-masjid yang kurang mampu, seperti menyediakan makanan berbuka bagi fakir miskin atau bantuan pendidikan bagi anak-anak yatim.

Jika setiap masjid saling melengkapi, *tidak akan ada lagi masjid yang terbengkalai, tidak akan ada lagi jamaah yang merasa terabaikan*.  

*Masjid-Masjid di Zaman Rasulullah: Teladan Saling Membantu*

Di zaman Rasulullah ﷺ, masjid bukan hanya tempat shalat, tetapi juga pusat sosial dan dakwah yang saling terhubung. Masjid Nabawi di Madinah sering menjadi tempat berkumpulnya umat Islam dari berbagai daerah, dan Rasulullah selalu memastikan tidak ada masjid yang dibiarkan begitu saja tanpa perhatian.

Ketika ada masjid yang mengalami kesulitan, para sahabat *bergotong royong membangun, mengisi, dan membantu*. Inilah bentuk *ukhuwah Islamiyah* yang sejati—*bukan sekadar bersaudara dalam nama, tetapi juga dalam tindakan nyata*.

*Menghidupkan Kembali Semangat Saling Peduli*

Hari ini, kita perlu kembali menghidupkan semangat itu. Setiap masjid harus memiliki kesadaran bahwa mereka bukan berdiri sendiri, tetapi merupakan bagian dari satu bangunan besar umat Islam. Rasulullah ﷺ bersabda:

*"Perumpamaan kaum mukminin dalam sikap saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi seperti satu tubuh. Jika satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh ikut merasakan sakit dengan tidak bisa tidur dan demam."* (HR. Muslim)

Jika satu masjid kekurangan, maka masjid lain harus merasakan tanggung jawab untuk membantu. Jika ada masjid yang mengalami kendala dalam menjalankan programnya, masjid lain seharusnya menawarkan solusi.

*Aksi Nyata: Bagaimana Masjid Bisa Saling Membantu?*  
Untuk mewujudkan semangat ini, ada beberapa langkah konkret yang bisa dilakukan:

1. *Membentuk Forum Komunikasi Antar Masjid* – Dengan adanya jaringan antar masjid, setiap masjid bisa saling berbagi informasi, kebutuhan, dan bantuan.

2. *Membuat Program "Masjid Bersaudara"* – Setiap masjid besar bisa mengadopsi satu atau dua masjid kecil untuk dibantu dalam pembangunan dan kegiatan keagamaannya.

3. *Menjalin Solidaritas Ekonomi* – Masjid yang memiliki dana lebih bisa membuat program khusus untuk membantu masjid lain yang membutuhkan.

4. *Berbagi Ilmu dan Dakwah* – Mengirimkan ustaz atau guru tahfiz ke masjid-masjid yang kekurangan tenaga pengajar.

5. *Membantu Program Sosial* – Jika satu masjid memiliki program berbagi sembako, bisa melibatkan masjid lain agar manfaatnya lebih luas.  


DANA MASJID ITU ADALAH MILIK MASJID YANG LAIN

AGAR UMAT ISLAM BERSATU SECARA KESELURUHAN 
JANGAN ADA BATAS!! 

Atas satu kata ISLAM

Masjid adalah rumah Allah, dan kita sebagai umat Islam adalah para penjaganya. Tidak ada alasan untuk membiarkan satu masjid dalam keadaan berkekurangan sementara masjid lain memiliki kelimpahan. *Kita harus saling peduli, saling membantu, dan saling mengisi kekurangan*.

Mari jadikan setiap masjid bukan hanya tempat shalat, tetapi juga pusat kepedulian dan persaudaraan. Semoga dengan langkah ini, kita semua menjadi bagian dari orang-orang yang memakmurkan rumah Allah dan mendapat rahmat-Nya. *Aamiin.*

*Kesimpulan: Bersama Kita Kuat, Bersama Kita Makmur*

Sabtu, 22 Maret 2025

*Mengungkap Fakta: Klan Ba'alawi Bukan Keturunan Nabi Muhammad SAW*



Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, klaim nasab seseorang kini dapat diuji melalui berbagai disiplin ilmu, termasuk sejarah, filologi, dan genetika. Salah satu klaim yang perlu dikaji ulang adalah klaim Klan Ba'alawi sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW. Berdasarkan bukti ilmiah, klaim tersebut tidak memiliki dasar yang kuat.

*1. Analisis Genetika: DNA Tidak Berbohong*

Penelitian genetika telah menjadi alat utama dalam menelusuri asal-usul manusia. Hasil tes DNA menunjukkan bahwa mayoritas anggota Klan Ba'alawi memiliki haplogroup G-P15, yang secara historis tidak berkaitan dengan garis keturunan Nabi Muhammad SAW. Sebaliknya, penelitian yang dilakukan oleh para ahli genetika menunjukkan bahwa keturunan Nabi Muhammad SAW cenderung memiliki haplogroup J1, yang umum ditemukan di kalangan Bani Hasyim dan suku Quraisy.

Jika Klan Ba'alawi benar-benar keturunan Nabi Muhammad SAW, seharusnya mereka menunjukkan hasil DNA yang sesuai dengan keturunan Arab Quraisy lainnya. Namun, kenyataannya berbeda. Haplogroup G lebih banyak ditemukan pada kelompok etnis yang tidak memiliki hubungan genealogis dengan Nabi Muhammad SAW.

*2. Analisis Sejarah: Tidak Ada Bukti Sezaman*

Dalam disiplin sejarah, klaim yang kuat harus didukung oleh sumber-sumber terpercaya. Salah satu masalah utama dalam klaim nasab Klan Ba'alawi adalah tidak adanya bukti sezaman yang mencatat hubungan mereka dengan Ahmad bin Isa Al-Muhajir, yang diklaim sebagai leluhur mereka.

Penelitian yang dilakukan oleh KH Imaduddin Utsman al Bantani menunjukkan bahwa tidak ada dokumen sezaman yang mengonfirmasi bahwa Ubaidillah, leluhur Klan Ba'alawi, adalah anak dari Ahmad bin Isa. Sebaliknya, bukti-bukti sejarah mengindikasikan bahwa Ubaidillah memiliki hubungan dengan Maimun Al-Qaddah, tokoh yang terkait dengan Dinasti Fatimiyah dan bukan dari garis keturunan Nabi Muhammad SAW.

*3. Analisis Filologi: Kesalahan dalam Penyebutan Nama*

Dalam ilmu filologi, keabsahan suatu teks dapat dikaji berdasarkan kesesuaian dengan naskah-naskah asli sezaman. Kesalahan dalam penyebutan nama atau penyusunan silsilah merupakan indikasi kuat adanya manipulasi atau distorsi sejarah.

Nama Ubaidillah dalam berbagai manuskrip yang digunakan sebagai dasar nasab Klan Ba'alawi ternyata berbeda-beda penyebutannya dalam berbagai kitab, yang menunjukkan ketidakjelasan asal-usulnya. Selain itu, tidak ada referensi yang valid dari kitab-kitab klasik yang dapat mengonfirmasi klaim bahwa Ubaidillah benar-benar keturunan Ahmad bin Isa.

*4. Asal-Usul Haplogroup G dan Keterkaitannya dengan Yahudi Ashkenazi*

Penelitian genetika mengungkapkan bahwa haplogroup G-P15, yang ditemukan pada banyak anggota Klan Ba'alawi, memiliki keterkaitan dengan *Sarkophagus Yuya*, seorang penasihat Firaun Mesir Kuno. Hal ini menunjukkan bahwa garis keturunan mereka memiliki hubungan yang lebih dekat dengan bangsa Mesir dan Yahudi Ashkenazi daripada dengan suku Quraisy atau keturunan Nabi Muhammad SAW.

Selain itu, beberapa sumber sejarah juga menunjukkan bahwa Ubaidillah bin Ziyad, tokoh yang bertanggung jawab atas pembantaian Imam Husain di Karbala, diduga memiliki garis keturunan Yahudi. Dengan demikian, ada kemungkinan bahwa Klan Ba'alawi berasal dari jalur yang sama, yang semakin memperlemah klaim mereka sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW.

*Kesimpulan*

Berdasarkan bukti ilmiah dari berbagai disiplin ilmu, klaim Klan Ba'alawi sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW tidak dapat dipertahankan. Penelitian genetika menunjukkan bahwa mereka memiliki haplogroup G-P15, yang tidak sesuai dengan garis keturunan Nabi. Dari sisi sejarah dan filologi, tidak ditemukan bukti yang mendukung klaim ini.

Dengan adanya teknologi modern seperti tes DNA, masyarakat kini memiliki alat yang lebih objektif untuk menguji kebenaran klaim nasab. Sudah saatnya kita meninggalkan dogma dan menerima kebenaran berdasarkan bukti ilmiah yang nyata. Masyarakat perlu tercerahkan dan tidak mudah menerima klaim tanpa dasar hanya karena tradisi atau kepentingan tertentu.

Kebenaran harus ditegakkan, dan ilmu pengetahuan adalah kunci utama untuk membedakan fakta dari fiksi.

Jumat, 21 Maret 2025

EINSTEIN BELAJAR KEPADA IMAM ALI*



*

Tak berlebihan jika dalam perjalanan petualangan saintifiknya, Albert Einstein pernah berkorespondensi dengan Marja besar Iran Ayatullah Al Uzma Sayyid Hossein Boroujerdi. Hubungan_ ini terjadi pada 1954.

Hubungan Albert Einstein dengan Ayatullah Boroujerdi sempat berjalan sekitar 10 tahun yang terrepresentasikan dalam bentuk 40 korespondensi. Dalam hubungannya itu Ayatullah Boroujerdi sering mengkritisi pandangan-pandangan Einstein. 

Singkat cerita, dalam suratnya kepada Ayatollah Boroujerdi, Einstein menyatakan:

“Setelah 40 kali menjalin kontak surat-menyurat dengan Anda, kini saya menerima agama Islam dan mazhab Syiah 12 Imam”.

Dalam suratnya itu panjang lebar Einstein menyebutkan sebagai agama yang paling rasional. 

Bahkan Einstein memberikan pernyataanya lagi: “Jika seluruh dunia berusaha membuat saya kecewa terhadap keyakinan suci ini, niscaya mereka tidak akan mampu melakukannya, walau hanya dengan membersitkan setitik keraguan kepada saya”.

Dalam makalah terakhirnya berbahasa Jerman, Die Erklarung (Deklarasi), yang ditulis pada tahun 1954 di Amerika Serikat, ia menelaah teori relativitas lewat ayat-ayat Alquran dan ucapan Imam Ali bin Abi Thalib dari kitab Nahjul Balaghah.

Ia mengatakan: "Hadits-hadits dengan kualitas seperti ini tidak bakal ditemukan pada mazhab lain. Hanya mazhab ini yang memiliki hadis dari para Imam mereka yang memuat teori kompleks seperti Relativitas. Sayangnya kebanyakan para pakar tidak mengetahui hal itu"

Dalam makalahnya itu Einstein menyebut penjelasan Imam Ali tentang perjalanan Mi'raj jasmani Rasulullah ke langit yang hanya dilakukan dalam beberapa detik sebagai penjelasan Imam Ali yang paling bernilai.

Salah satu hadis yang menjadi sandarannya adalah yang diriwayatkan oleh Allamah Majlisi tentang mi'raj jasmani Rasulullah saw. 

Disebutkan bahwa: “Ketika terangkat dari tanah, pakaian atau kaki Nabi menyentuh sebuah bejana berisi air yang menyebabkan air tumpah. Setelah Nabi kembali dari mi'raj jasmani melalui berbagai zaman, beliau melihat air masih dalam keadaan tumpah di atas tanah.”

Einstein melihat hadits ini sebagai khazanah keilmuan yang mahal harganya, karena menjelaskan kemampuan keilmuan para Imam syiah dalam relativitas waktu. 

Menurut Einstein, formula matematika kebangkitan jasmani berbanding terbalik dengan formula terkenal “relativitas materi dan energi”, 

E = M.C² >> M = E : C²

Artinya sekalipun badan kita berubah menjadi energi, ia dapat kembali berwujud semula, hidup kembali.

Jadi kesimpulannya, menurut Albert Einstein, peristiwa mi'raj Nabi Muhammad saw itu bukan peristiwa& abstrak atau metafisis, tapi peristiwa kongkrit dan nyata.

Jika para ustadz/kyai/gus/habib sering menjelaskan mi'raj Nabi saw sebagai peristiwa metafisis, berarti jangkauan pengetahuannya belum semuta‘akhir yang telah diketahui Einstein.

Dalam persahabatannya selama berkorespondensi, Einsteinpun memanggil Ayatollah Boroujerdi dengan panggilan khas "Boroujerdi Senior". 

Einstein juga punya murid asal Iran bernama Prof. Mahmoud Hessabi, satu-satunya fisikawan nuklir --juga senator-- Iran. Einstein memanggilnya dengan penghornatan pula: "Hesabi yang mulia".

Naskah asli korespondensi Einstein --Boroujerdi ini masih tersimpan dalam Safety Box rahasia London di bagian tempat penyimpanan Prof. Ibrahim Mahdavi, dengan alasan keamanan. Risalah ini& dibeli oleh Prof. Ibrahim Mahdavi  yang tinggal di London. 

Tulisan tangan Einstein di semua halaman buku kecil itu telah dicek lewat komputer dan telah dibuktikan oleh para pakar manuskrip.

"Barangsiapa menentang kebenaran ia akan dirobohkan dengan kebenaran". (Ali bin Abi Thalib)

Salam Cerdas, Bernalar & Berakal dlm Beragama. 

ParisVanJa va 210325.

Selasa, 18 Maret 2025

KHUTBAH JUM'AT: MEREKONSTRUKSI OPTIMISME DALAM MENJALANI TUGAS SUCI ABDI NEGARA





Oleh: Dr. Muhammad Saeful Kurniawan, MA

 
   اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَمَرَناَ أَنْ نُصْلِحَ مَعِيْشَتَنَا لِنَيْلِ الرِّضَا وَالسَّعَادَةِ، وَنَقُوْمَ بِالْوَاجِبَاتِ فِيْ عِبَادَتِهِ وَتَقْوَاهْ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ مَنْ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى أَشْرَفِ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ، أَمّا بَعْدُ 

 فَيَا عِبَادَ الله، اُوْصِيْنِي نَفْسِي بِتَقْوَى الله، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْم، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. يَا أَيُّهَا الّذين آمنوا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ 
 
Hadirin jamaah Jumat hafidhakumullah,    

Kami berwasiat kepada pribadi kami sendiri, juga kepada para hadirin sekalian, marilah kita tingkatkan takwa kita kepada Allah subhânahu wa ta’âlâ dengan selalu menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya.    

Hadirin,
Di tengah krisis multidimensi yang menimpa bangsa kita ini, mulai dari krisis moral, krisis ideologi, krisis ekonomi, dan lain sebagainya, marilah renungkan firman Allah swt berikut ini: 
 
  وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ، الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ، أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ   

Artinya: Dan sungguh kami uji kalian dengan sedikit rasa ketakutan, lapar, kekurangan harta benda, jiwa, buah buahan. Dan berilah kabar gembira orang orang yang sabar. Yaitu orang-orang yang ditimpa musibah, mereka mengatakan ‘Sesungguhnya kami milik Allah, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada-Nya. Mereka itulah orang yang akan mendapatkan rahmat dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang mendapatkan hidayah, (QS Al-Baqarah: 155-157).

Hadirin jamaah Jumat hafidhakumullah,   

Dari ayat tadi bisa kita telaah bahwa kehidupan manusia itu selalu berubah-ubah. Roda kehidupan selalu berputar, terkadang kita jumpai kemudahan dalam segala bidang, dan pada lain waktu, kita temukan kesulitan hidup. Di satu saat kita bisa bersedih, di saat lain kita bisa tiba-tiba menjadi gembira. Semua dinamika ini dinamakan sebagai ujian dari Allah subhânahu wa ta’âlâ agar iman kita bisa menjadi tebal, kedekatan kita kepada Allah akan selalu bertambah. 

Dilingkungan kita menjalani tugas suci sebagai abdi negara bersifat heterogen, tentu terdapat riak-riak perbedaan dan perselisihan tapi itu jangan dianggap momok yang menakutkan, anggaplah itu instrumen edukasi dari Tuhan untuk mematangkan dan mendewasakan kita menjadi sosok pribadi yang exellend baik dimata manusia maupun dimata Tuhan. Kata kuncinya agar kita mampu menjalani dan menghadap kenyataan hidup agar tidak menggunakan jalan pintas dengan menerobos regulasi institusi kepolisian  adalah optimisme dalam diri ini.  

Dalam kitab matan al-Kharidah al-Bahiyyah, Syekh Ahmad Dardir mendendangkan sebuah syair:
 
   وَكُنْ عَلَى آلَائِهِ شَكُوْرًا، وَكُنْ عَلَى بَلاَئِهِ صَبُوْرًا   

Artinya: Dan bersyukurlah atas nikmat-nikmat Allah, dan bersabarlah atas cobaan-cobaan-Nya. 

Qasidah ini menjelaskan tentang tugas kita, agar pandai-pandai bersyukur atas karunia Allah. Anugerah yang diberikan tidak membuat kita lena tentang bagaimana cara menggunakan nikmat tersebut secara baik dan benar. Begitu pula sebaliknya. Pada waktu kita dikasih cobaan oleh Allah, tugas kita adalah bersabar. Kita harus selalu ber-husnudhan kepada Allah. Kita perlu yakin, Allah akan memberikan kemudahan kepada kita, mungkin saja nanti atau di kemudian hari.  

Allah berfirman: 

   فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا ، إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا    

Artinya: Sesungguhnya bersama kesulitan, ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan, ada kemudahan, (QS As-Syarh: 5-6).   

Di ayat ini, Allah mengulangi tentang kebersamaan antara kesulitan pasti akan ada kemudahan, itu pasti. Bahkan Allah mengulangi sampai dua kali. Kita tidak boleh meragukan firman Allah ini.    

Dalam sebuah hadits qudsi, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radliyallâhu anh, Allah berfirman:
 
   خَلَقْتُ عُسْرًا وَاحِدًا وَخَلَقْتُ سَيْرَيْنِ   

Artinya: Allah bersabda, Aku ciptakan kesulitan satu, tetapi di situ pula aku ciptakan dua kemudahan.

Hadirin,  sekarang ini, di antara kita mungkin sedang bertani, namun gagal panen. Atau panen sukses tapi harganya tidak sesuai harapan. Yang menjadi pelajar, nilai yang diperoleh kurang sesuai harapan. Yang kerja kantor, ada masalah di kantornya. Yang berdagang ditipu orang. Hal tersebut bisa saja menimpa kita. Di saat-saat demikian, kita tetap harus menata hati untuk memosisikan Allah pada dugaan yang selalu baik.    

Kata Allah dalam hadits qudsi menyebutkan:

   أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِيْ بِيْ   

Artinya: Aku itu berada pada posisi dugaan hamba-Ku kepada-Ku.

Maksudnya, jika kita meyakini Allah tidak akan bisa menyelesaikan masalah kita, masalah kita pun tidak akan kelar. Apabila kita yakin bahwa Allah bisa menyelesaikan urusan kita yang menurut ukuran kita itu sangat rumit, Allah pun akan menyelesaikan problem tersebut dengan skenarionya yang indah.   

Maka yang patut kita panjatkan kepada Allah bukan kalimat “Ya Allah, masalahku sungguh besar.” Bukan. Namun, dengan kalimat “Masalah! Allah-ku maha paling besar.” Seberapa besar masalah kita, Allah lebih agung daripada masalah kita.    

Hadirin,   perihal kesulitan, dari Ibnu Mas’ud menyebutkan:

   وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَوْ كَانَ الْعُسْرُ فِيْ حُجْرٍ لَطَلَبَهُ الْيُسْرُ حَتَى يَدْخُلَ عَلَيْهِ وَلَنْ يَغْلِبَ عُسْرٌ يُسْرًا   

Artinya: Demi Allah, seandainya kesulitan, keterpurukan, kegagalan itu berada dalam suatu lubang, pasti kemudahan akan mencarinya hingga bisa merangsek masuk. Dan kesulitan tidak akan bisa mengalahkan kemudahan. Dalam arti, kemudahan pasti akan menang.

Hadirin hafidhakumullâh,   

Solusi terbaik menghadapi hidup adalah optimisme.
 
    اَلْيَقِيْنُ اَلْعِلْمُ كُلُّهْ   

Artinya: Optimisme merupakan sumber keilmuan, apa saja. 

Mari kita bangun optimisme, sembari sambil membenahi kekurangan-kekurangan yang ada pada diri kita, kita evaluasi sikap kita, kinerja kita, dengan tetap mengutamakan doa, munajat kepada Allah subhânahu wa ta’âlâ yang rajin, shalat malam, supaya masalah kita diselesaikan oleh Allah dengan cara-Nya yang indah, insyaallah kita akan diberikan jalan keluar dari aneka krisis tersebut.    

Rasulullah shallalâhu alaihi wa sallam bersabda:

   أَفْضَلُ الْعِبَادَةِ إِنْتِظَارُ الْفَرَجِ 

Artinya: Sebaik-baik ibadah adalah menanti kegembiraan.

Yang dimaksud Rasulullah shallalâhu alaihi wa sallam kira-kira adalah optimisme menyambut datangnya kebahagiaan itu merupakan ibadah yang agung. Bagaimana kalau tidak agung apabila semua umat muslim di muka bumi ini berputus asa, tidak ada yang mau berusaha. Padahal putus asa merupakan suatu hal yang harus kita hindari. Lawan kata putus asa adalah optimisme, keyakinan yang tangguh.   

Pesan Nabi Ya’qub kepada anak-anaknya yang disebutkan dalam al-Quran:
 
    وَلَا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِنَّهُ لَا يَيْأَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ    

Artinya: Janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang kafir, (QS Yusuf: 87).   

Dengan demikian, ada beberapa pelajaran yang perlu kita petik dari khutbah kali ini: 

Pertama, semua orang akan dipenuhi rasa jika tidak sedang bahagia, maka dia sedang berduka. Jika bahagia, sikapnya harus bersyukur, jika berduka harus bersabar.    

Kedua, berdoa atau memohon kepada Allah dengan penuh optimisme itu sangat penting.

    وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ     

Artinya: Jika hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku sangat dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran. (QS Al-Baqarah: 186).

Dalam cerita Nabi Yunus saat dia ditelan oleh ikan, berkat doa yang ia panjatkan, Allah kemudian mengabulkan. Dzin Nun atau yang terkenal dengan nama Nabi Yunus pun akhirnya bisa keluar dari perut ikan. Sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Said bin Abi Waqash adalah:
 
     دَعْوَةُ ذِي النُّوْنِ إِذَا دَعَا رَبَّهُ وَهُوَ فِيْ بَطْنِ الْحُوْتِ: لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَك َإِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ.  لَمْ يَدْعُ بِهَا رَجُلٌ مُسْلِمٌ فِيْ شَىْءٍ قَطُّ إِلاَّ اسْتُجِيْبَ لَهُ   

Artinya: Doa Nabi Yunus ketika berada di perut ikan yang besar adalah ‘Lâ ilâha illâ anta, subhânaka innî kuntu minadh dhâlimîn.’ Tidak ada seorang muslim satu pun yang berdoa memakai kalimat itu kecuali dikabulkan doanya.

Ketiga, pentingnya berhusnudhan kepada Allah ta’âlâ. Berprasangka baik merupakan kunci kebahagiaan    

Keempat, bagi orang yang sedang dirundung duka, penuh cobaan hidup, hendaknya memperbanyak doa:
 
    لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَك َإِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ   لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ العَظِيْمُ الحَلِيْمُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ رَبُّ العَرْشِ العَظِيْمُ  لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ رَبُّ السَّمَوَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ رَبُّ العَرْشِ العَظِيْمُ  

Atau

   يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ   

Atau
 
   الله الله رَبِّي لَا أُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا   

 
Semoga kita tergolong orang-orang yang diberikan anugerah bisa mensyukuri aneka macam nikmat Allah. Andai saja kita diberi cobaan, semoga kita dianugerahi sabar dan optimisme serta pribadi yang selalu dekat kepada Allah baik dalam keadaan suka maupun duka. 

 
   بارك الله لى ولكم فى القرأن العظيم، وجعلني واياكم بما فيه من الآيات والذكر الحكيم. إنه هو البر التواب الرؤوف الرحيم. أعوذ بالله من الشيطن الرجيم، بسم الله الرحمن الرحيم، وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3) ـ  وقل رب اغفر وارحم وأنت ارحم الراحمين   

 
Khutbah II

 
   الحمد للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ.

 اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا 

  أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ 

  اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ.

 اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِيْ الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِيْ اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. 

عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

KHUTBAH JUM'AT: LELAHMU UNTUK LILLAHMU





Oleh: Dr. Muhammad Saeful Kurniawan, MA




الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ جَعَلَ التّقْوَى خَيْرَ الزَّادِ وَاللِّبَاسِ وَأَمَرَنَا أَنْ تَزَوَّدَ بِهَا لِيوْم الحِسَاب أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ رَبُّ النَّاسِ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا حَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ المَوْصُوْفُ بِأَكْمَلِ صِفَاتِ الأَشْخَاصِ.

 اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أجمعين وسَلّمْ تَسليمًا كَثِيرًا

 ، أَمَّا بَعْدُ ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِىْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ 


Hadirin rahimakumullah, 

Pada hari yang mulia ini, khatib menyeru kepada jamaah sekalian untuk memuji Allah swt dan bershalawat kepada Rasulullah saw, serta senantiasa menjaga dan meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt.  

Semoga dengan ketakwaan tersebut, kita diberikan solusi pada masalah yang sedang dihadapi. Dengan ketakwaan, semoga kita juga dilimpahi rezeki yang tidak kita sangka-sangka. Sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surat At-Talaq Ayat 2 dan 3:

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا * وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ 

Artinya: Siapa pun yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya (QS At-Talaq: 2-3). 

Hadirin rahimakumullah, 

Dari Muhammad bin Ashim, dia berkata, telah sampai berita padaku bahwa Umar bin Khattab ra jika melihat pemuda yang membuatnya kagum maka ia akan menanyakan perihal anak itu, ‘Apakah anak itu memiliki pekerjaan? Jika dikatakan ‘Tidak’ maka ia akan berkata, ‘Telah jatuh satu derajat anak muda itu di mataku’. 

Sesungguhnya agama Islam sangat menyanjung orang yang mau bekerja keras dan mengutuk orang yang membuang-buang waktunya dengan percuma. Karena dengan bekerja seorang manusia memiliki aktivitas yang positif dalam hidupnya.

Kendati demikian, setiap tugas dari institusi kepolisian yang diamanahkan kepada kita hendaklah diorientasikan kepada Allah SWT sehingga setiap menjalani tugas kita merasa diawasi oleh Allah SWT ini cara jitu untuk meminimalisir pelanggaran dalam institusi kita. Itu sebabnya, judul diatas saya beri nama "LELAHMU UNTUK LILLAHMU"

Menurut Ibnu Atsir, bekerja termasuk bagian dari sunnah para Nabi. Nabi Zakaria as adalah tukang kayu. Nabi Daud as membuat baju besi dan menjualnya sendiri. Bahkan sebagaimana disampaikan oleh Rasulullah, Nabi Daud itu tidak akan makan kecuali dari hasil jerih payahnya sendiri. 

Hadirin rahimakumullah, 

Rasulullah saw bersabda dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah:

لَأَنْ يَحْتَطِبَ أَحَدُكُمْ حُزْمَةً عَلَى ظَهْرِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ أَحَدًا فَيُعْطِيَهُ أَوْ يَمْنَعَهُ 

Artinya: Sungguh seorang dari kalian yang memanggul kayu bakar dengan punggungnya lebih baik baginya daripada dia meminta-minta kepada seseorang, baik orang itu memberinya atau menolaknya (HR al-Bukhari dan Muslim). 

Imam Ar-Raghib al-Ishfahani pernah berkata, siapa saja yang tidak mau berusaha dan bekerja maka nilai kemanusiaannya telah rusak bahkan nilai kebinatangannya, dan menjadi orang yang telah mati.

Allah swt mengajarkan kepada kita untuk hidup yang seimbang antara siang dan malam, yakni bekerja di siang hari dan istirahat di malam hari. Intinya dalam satu hari satu malam, ada waktu yang digunakan untuk bekerja dan ada waktu yang digunakan untuk beristirahat. Bekerja itu baik, dan memberikan waktu beristirahat itu juga baik. 

Jangan sampai satu hari satu malam hanya digunakan bekerja dan sedikit istirahat. Juga tidak baik, satu hari satu malam hanya digunakan menganggur dan sedikit sekali bekerja. Intinya hidup harus seimbang. Hal ini sebagaimana telah disebutkan dalam A-Qur’an surat An-Naba ayat 10-11:

وَجَعَلْنَا ٱلَّيْلَ لِبَاسًا وَجَعَلْنَا ٱلنَّهَارَ مَعَاشًا 

Artinya: Dan Kami jadikan malam sebagai pakaian. Dan Kami jadikan siang untuk penghidupan (QS An-Naba: 10-11). 

Hadirin rahimakumullah, 

Kodrat sebagai manusia adalah bekerja, tetapi jangan lupa juga bahwa manusia diciptakan oleh Allah untuk menghamba, menyembah kepada-Nya. Bekerja bagian dari ibadah ghairu mahdlah, sedang shalat 5 waktu merupakan ibadah mahdlah. Keduanya harus tercukupi dan seimbang. Allah swt berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Ankabut ayat 17:

 فَٱبْتَغُوا۟ عِندَ ٱللَّهِ ٱلرِّزْقَ وَٱعْبُدُوهُ وَٱشْكُرُوا۟ لَهُۥٓ ۖ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ  

Artinya: Maka carilah rezeki di sisi Allah, kemudian beribadah dan bersyukurlah kepada Allah. Hanya kepada Allah kamu akan dikembalikan (QS Al-Ankabut:17). 

Menurut ayat ini, rezeki harus diusahakan, tetapi tidak lupa untuk tetap tidak meninggalkan ibadah dan mensyukuri rezeki yang telah didapatkan pada hari itu. Bertalian dengan ayat lain, Allah telah tegas menyatakan bahwa cara mendapat rezeki adalah dengan bekerja. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Jumu’ah ayat 10:

فَإِذَا قُضِيَتِ ٱلصَّلَوٰةُ فَٱنتَشِرُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ وَٱبْتَغُوا۟ مِن فَضْلِ ٱللَّهِ وَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ 

Artinya: Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyaknya supaya kamu beruntung (QS Al-Jumu’ah: 10). 

Dalam rangka bekerja mencari nafkah, menurut riwayat al-Baihaqi dalam Syu’bul Iman ada empat prinsip etos kerja yang diajarkan Rasulullah saw kepada umat Muslim, yakni bekerja dengan cara yang halal (thalaba ad-dunya halalan), bekerja demi menjaga diri supaya tidak menjadi beban hidup orang lain (ta’affufan an al-mas’alah), bekerja demi mencukupi kebutuhan keluarga (sa’yan ala iyalihi) dan bekerja untuk meringankan beban hidup tetangga (ta’aththufan ala jarihi).  

Hadirin rahimakumullah, 

Demikian khutbah yang singkat ini, mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua, baik yang membaca maupun yang mendengarkannya. Semoga kita termasuk orang-orang yang mau bekerja keras, tidak meninggalkan ibadah kepada Allah swt dan selalu mensyukuri nikmat yang telah didapatkannya. Aamin ya rabbal alamin.

باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ والذِّكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ 



Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا 

أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِي وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

 اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. 

عِبَادَاللهِ إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ  ​​​​​​​

Senin, 17 Maret 2025

FIQIH TRAVELLING: MEMBERI JAMUAN MAKAN





Oleh: Dr. Muhammad Saeful Kurniawan, MA



Selama ini sebagian orang beryakinan bahwa selamatan atau makan makan itu hanya dilakukan oleh orang yang akan melakukan safar ketanah suci saja dengan berbagai menu makanan bahkan sampai menyembelih hewan ternak sapi dan kambing. 

Padahal, yang dianjurkan membuat acara makan makan itu bukan hanya sadar ketanah suci saja melainkan safar ketempat lain misalnya saya kemarin melakukan safari dakwah di pulau Kalimantan selama satu bulan.

Well, pulangnya saat ditunggu keluarga diterminal Situbondo saya mengajak mereka melakukan acara makan makan  sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT karena sudah diselamatkan dari marabahaya perjalanan darat, udara dan laut di rumah makan Qadir spesial menjual sate kambing, gule dan menu makanan khas timur tengahan 

Salah satu tugas umat Islam adalah mengikuti sunah Rasulullah dalam segala lini kehidupan. Salah satu sunah Rasul yang sangat dianjurkan ketika menyambut kedatangan orang yang bepergian jauh adalah naqiah.

Naqiah adalah hidangan atau jamuan yang dipersembahkan untuk menyambut kedatangan orang yang bepergian jauh. Bepergian jauh ini bisa untuk apa saja asalkan tidak untuk hal yang maksiat. Hal ini seperti yang diutarakan Imam Nawawi dalam kitabnya, Syarhu Muhazab

يستحب النقيعة، وهي طعام يُعمل لقدوم المسافر ، ويطلق على ما يَعمله المسافر القادم ، وعلى ما يعمله غيرُه له

Artinya: “Disunahkan untuk mengadakan naqi’ah, yaitu hidangan makanan yang digelar sepulang safar. Baik yang menyediakan makanan itu orang yang baru pulang safar atau disediakan orang lain.”

Bepergian jauh disini bisa untuk pulang haji, pulang merantau karena bekerja atau belajar.

Jika diamati naqiah ini sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Indonesia, tentu hal ini harus dipertahankan karena merupakan hal yang baik dan dicontohkan oleh Nabi Muhammad. Nabi Muhammad sendiri dalam hadisnya pernah menyembelih unta karena kepulangan dari safar

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم لما قدم المدينة من سفره نحر جزوراً أو بقرةً ” رواه البخار

Artinya: “Sesungguhnya Rasulullah saw ketika tiba dari Madinah sepulang safar, beliau menyembelih onta atau sapi.” (HR Bukhari).

Dalam sebuah hadis lain juga dikatakan hal yang demikian

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ تُلُقِّيَ بِنَا .فَتُلُقِّيَ بِي وَبِالْحَسَنِ أَوْ بِالْحُسَيْنِ . قَالَ : فَحَمَلَ أَحَدَنَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَالْآخَرَ خَلْفَهُ حَتَّى دَخَلْنَا الْمَدِينَةَ

Artinya: “Jika Nabi saw pulang dari safar, kami menyambutnya. Beliau menghampiriku, Hasan, dan Husain, lalu beliau menggendong salah satu di antara kami di depan, dan yang lain mengikuti di belakang beliau, hingga kami masuk kota Madinah.” (HR Muslim).

Walhasil, mari kita lestarikan sunah Nabi, Naqiah ini ketika menyambut kedatangan orang yang bepergian jauh. Wallahu A’lam Bishowab

Salam akal sehat, Situbondo 18 Maret 2025

TRAVELLER MENDAPAT DISPENSASI HUKU SHALAT JUM'AT





Oleh: Dr. Muhammad Saeful Kurniawan, MA



Setiap kami melakukan Travelling di luar kota misalnya, di kota Lumajang, kota Surabaya, kota Yogyakarta, dan luar kota lainnya, isteri selalu menyuruh shalat Jumat dimasjid terdekat. Kadang saya mengikuti permintaanya untuk menyenangkan hatinya tapi kadang saya mengatakan pada dirinya:

"Saat ini, saya tidak akan sholat jum'at disamping kelelahan menjadi draiver mobil yang berjarak ratusan kilo meter, juga saya ingin menikmati suguhan dispensasi hukum musafir oleh Tuhan." Kata saya padanya.

"Maksudnya dispensasi hukum?" Tanyanya penasaran.

"Posisi saya saat ini adalah musafir atau TRAVELLER yang dapat dispensasi atau potongan hukum boleh tidak melaksanakan shalat Jumat." Ungkap saya diplomatis.

Namun demikian, berbeda saat saya melakukan safari dakwah di kota Ketapang Kalimantan Barat, saya selalu melakukan shalat Jumat bahkan tidak hanya sekedar sholat Jum'at saja melainkan diminta menjadi Khotib dan Imam shalat Jumat diberbagai instansi dan institusi pendidikan alias pondok pesantren. Mengapa demikian? Nah ini alasannya. 

Pada dasarnya shalat Jumat hukumnya adalah wajib bagi setiap Muslim laki-laki. Hal ini berdasar pada firman Allah swt dalam surat Al-Jumu’ah ayat 9:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.

Demikianlah shalat Jumat menjadi salah satu momentum pertemuan antara umat muslim dalam sebuah komunitas tertentu. Diharapkan pertemuan fisik ini dapat menambah kualitas ketakwaan dan keimanan umat muslim. Karena itulah shalat Jumat didahului dengan khutbah yang berisi berbagai mauidhah. Di samping itu secara sosiologis shalat Jumat hendaknya menjadi satu media syiar Islam yang menunjukkan betapa besar dan kuat persatuan umat.

Adapun syarat-syarat shalat Jumat seperti yang tertulis dalam kitab Matnul Ghayah wat Taqrib karya Imam Abu Suja’
 
وشرائط وجوب الجمعة سبعة أشياء : الاسلام والبلوغ والعقل والحرية والذكورية والصحة والاستيطان
 
Syarat wajib Jumat ada tujuh hal yaitu; Islam, baligh, berakal sehat, merdeka, laki-laki, sehat dan mustauthin (tidak sedang bepergian) 

Dari ketujuh syarat tersebut, tiga syarat pertama Islam, baligh dan berakal dapat dianggap mafhum. Karena jelas tidak wajib shalat Jumat orang yang tidak beragama Islam, yang belum baligh, apalagi orang gila. Sedangkan mengenai empat syarat yang lain Rasulullah saw dalam hadits yang diriwayatkan oleh Daruquthny dan lainnya dari Jabir ra, Nabi saw bersabda:

من كان يؤمن بالله واليوم الأخر فعليه الجمعة إلا امراة ومسافرا وعبدا ومريضا

Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka wajib baginya shalat Jumat kecuali perempuan, musafir, hamba sahaya dan orang yang sedang sakit.

Pada praktiknya, shalat Jumat sama seperti shalat-shalat fardhu lainnya. Hanya ada beberapa syarat khusus yang harus dipenuhi yaitu pertama  hendaklah diadakan di negeri, kota atau desa. kedua jumlah orang tidak kurang dari 40, dan ketiga masih adanya waktu untuk shalat Jumat, jika waktu telah habis atau syarat yang lain tidak terpenuhi maka dilaksanakanlah shalat Dhuhur.

Dengan demikian shalat Jumat selalu dilakukan di masjid. Dan tidak boleh dilakukan sendirian di rumah seperti shalat fardhu yang lain. Hal ini tentunya menyulitkan mereka yang terbiasa bepergian jauh. Entah karena tugas negara atau tuntutan pekerjaan. Oleh karena itulah maka shalat Jumat tidak diwajibkan bagi mereka yang sedang sakit atau berada dalam perjalanan (musafir).
 
Khusus untuk musafir atau orang yang sedang berada dalam perjalanan ada beberapa ketentuan jarak tempuh. Tidak semua yang bepergian meninggalkan rumah bisa dianggap musafir. Sebagian ulama berpendapat bahwa seorang dianggap musafir apabila jarak perjalanan yang ditempuh mencapai 90 km, yaitu jarak diperbolehkannya meng-qashar shalat. Itupun dengan catatan agenda perjalanannya bersifat mubah (dibenarkan secara agama, tidak untuk maksiat ) dan sudah berangkat dari rumah sebelum fajar terbit.

Bolehnya meninggalkan shalat Jumat oleh musafir ini dalam wacana fiqih disebut dengan rukhshah (dispensasi). Yaitu perubahan hukum dari sulit menjadi mudah karena adanya udzur. Bepergian menjadi udzur seseorang untuk menjalankan shalat Jumat karena dalam perjalanan seseorang biasa mengalami kepayahan. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan hidup seseorang, tidak jarang mereka harus melakukan bepergian. Dan seringkali seseorang masih dalam perjalanan ketika waktu shalat Jumat tiba.

Akan tetapi keringanan –rukhshah- ini tidak berlaku jika status seorang musafir telah berubah menjadi mukim. Yaitu dengan berniat menetap ditempat tujuan selama minimal empat hari. Misalkan jika saya dari Bondowoso pergi safari dakwah  ke Ketapang Kalimantan Barat lalu niat menginap di pesantren sahabat saya Dr. KH. Surya Abdullah, M. Pd. I selama satu bulan lamanya maka tidak berlaku lagi bagi saya  keringanan bepergian –rukhsah al-safar-. 

Maka saya  tidak diperbolehkan meninggalkan shalat Jumat, jamak atau qashar shalat. Begitu pula jika seseorang berniat mukim saja tanpa tahu batas waktunya secara pasti, maka hukumnya sama dengan bermukim empat hari. Contohnya ketika seseorang dari Jawa Timur merantau ke Jakarta, dengan niat mencari pekerjaan yang dia sendiri tidak tahu pasti kapan dia mendapatkan pekerjaan tersebut. Maka dalam kacamata fiqih ia telah dianggap sebagai mukimin di Jakarta dan wajib mengikuti shalat Jumat bila tiba waktunya.   

Lain halnya jika orang tersebut berniat untuk tinggal di Jakarta dalam jangka waktu maksimal tiga hari, maka baginya masih berlaku rukhshah. Hal mana juga berlaku bagi seseorang yang sengaja bermukim demi satu keperluan yang sewaktu-waktu selesai dan ia akan kembali pulang, tanpa mengetahui persis kapan waktunya selesai. Maka status musafir masih berlaku baginya dan masih mendapatkan rukhshah selama delapan belas hari.

Oleh karena itu untuk menentukan seorang sebagai musafir perlu ditentukan beberapa hal. Pertama jarak jauhnya harus telah mencapai masafatul qasr (kurang lebih 90 km). Kedua, tujuannya bukan untuk maksiat. Ketiga, mengetahui jumlah hari selama bepergian sebagai wisatawan yang hanya singgah satu atau dua hari, ataukah untuk studi atau bekerja yang lamanya sudah barang tentu diketahui (1 semester, 2 tahun dst) ataukah untuk satu urusan yang waktunya tidak diketahui dengan pasti. Semua ada aturan masing-masing. Demikian keterangan dari beberapa kitab Al-Madzahibul Arba’ah, Al-Hawasyiy Al-Madaniyah dan Al-Fiqhul Islami).


Salam akal sehat, Kalimantan Barat, 18 Maret 2025

Sabtu, 15 Maret 2025

*Kewaspadaan Terhadap Klan Ba'alwi: Antara Klaim Kesucian dan Realitas Kejahatan*



https://www.walisongobangkit.com/kewaspadaan-terhadap-klan-baalwi-antara-klaim-kesucian-dan-realitas-kejahatan/

Klan Ba’alwi sering mengklaim sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW dan meminta penghormatan khusus dari masyarakat. Namun, klaim ini bertolak belakang dengan berbagai fakta sejarah dan perilaku yang mereka tunjukkan. Bukan hanya gagal menunjukkan sifat-sifat luhur seorang dzurriyah Nabi, mereka justru terlibat dalam berbagai pengkhianatan terhadap bangsa serta perilaku tercela yang mencederai nilai-nilai Islam dan moralitas.

1. Dari Klaim Dakwah ke Kepentingan Dagang
Salah satu mitos besar yang dibangun oleh klan Ba’alwi adalah bahwa mereka datang ke Nusantara untuk menyebarkan Islam. Namun, bukti sejarah menunjukkan bahwa kedatangan mereka justru difasilitasi oleh VOC, penjajah Belanda yang mengeksploitasi Nusantara. Jika mereka benar-benar ulama, mengapa mereka memilih jalur perdagangan melalui VOC daripada berdakwah dengan perjuangan seperti para ulama pribumi?

2. Deretan Pengkhianatan terhadap Bangsa
Fakta sejarah mencatat bahwa banyak individu dari klan Ba’alwi berkhianat terhadap bangsa ini, menjadi antek Belanda, dan bahkan menindas rakyat sendiri. Beberapa di antaranya:
• Habib Utsman bin Yahya: Mengeluarkan fatwa haramnya jihad melawan Belanda demi gaji 100 gulden.
• Habib Ali Kwitang: Murid dari Utsman bin Yahya yang mendapatkan tanda jasa dari Belanda.
• Habib Ibrahim Baabud: Berperan dalam menindas rakyat bersama Belanda saat Perang Diponegoro.
• Habib Abdurrahman El Zahir di Aceh: Menjadi informan Belanda yang mengkhianati rakyat Aceh.
• Habibah Fatimah: Membantu Belanda menguasai Kesultanan Banten.
• Habib dalam PKI: Beberapa anggota klan ini terlibat dalam Partai Komunis Indonesia yang merusak bangsa.
Pengkhianatan ini menunjukkan bahwa klaim sebagai keturunan suci sama sekali tidak sejalan dengan tindakan yang mereka lakukan. Jika memang keturunan Nabi, mengapa justru memihak penjajah?

3. Klaim Keturunan Nabi, Tapi DNA Tidak Cocok
Secara genetika, klaim klan Ba’alwi sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW tidak dapat dipertanggungjawabkan. Tes DNA menunjukkan bahwa haplogroup mereka adalah G, bukan J1, yang merupakan haplogroup keturunan Nabi. Ini adalah bukti ilmiah yang tidak bisa dibantah bahwa mereka bukanlah keturunan Rasulullah.

4. Kontribusi yang Tidak Sebanding
Jika dibandingkan dengan tokoh-tokoh pribumi yang berkontribusi nyata bagi bangsa, klaim klan Ba’alwi sebagai pejuang dan ulama besar menjadi tidak relevan. Tokoh seperti KH Hasyim Asy’ari, KH Ahmad Dahlan, Jenderal Sudirman, Soekarno, Mohammad Hatta, dan Prof. Dr. Hamka memiliki rekam jejak perjuangan yang nyata. Sementara itu, klan Ba’alwi hanya bisa menyebut beberapa nama tanpa kontribusi yang signifikan.

5. Perilaku Tidak Bermoral dan Kejahatan
Selain pengkhianatan, banyak individu dari klan Ba’alwi yang terlibat dalam berbagai kejahatan moral dan kriminal:
• Pelecehan seksual: Yusuf Alkaf mencabuli santri.
• Kekerasan dalam rumah tangga: Ali Jindan diduga melakukan KDRT.
• Kasus narkoba: Beberapa habib terlibat dalam peredaran narkoba.
• Penganiayaan anak di bawah umur: Habib Bahar bin Smith terbukti bersalah.
• Penipuan finansial: Beberapa habib tertangkap karena melakukan penipuan uang dan emas.
• Murtad dan menjadi pendeta: Beberapa anggota klan ini bahkan meninggalkan Islam.
Jika mereka benar-benar keturunan Nabi, bagaimana mungkin mereka melakukan perbuatan-perbuatan yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam? Fakta ini semakin memperjelas bahwa klaim kesucian mereka tidak lebih dari sekadar mitos yang dipaksakan.
Link informasi: https://www.walisongobangkit.com/daftar-deretan-kejahatan-yang-dilakukan-oknum-habib-yaman-bani-baalawiy/

FAKTA ILMIAH: KLARIFIKASI TERHADAP KLAIM KLAN BA'ALWI
Dalam kajian sejarah, filologi, dan genetika, telah ditemukan banyak kejanggalan dalam klaim Klan Ba'alwi sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW. Penelitian yang dilakukan oleh para ahli, termasuk KH Imaduddin Utsman al Bantani, Prof. Dr. Manachem Ali, dan Dr. Sugeng Sugiarto, menunjukkan bahwa klaim tersebut tidak memiliki dasar yang kuat. Secara genetik, hasil analisis menunjukkan bahwa haplogroup G yang ditemukan dalam garis keturunan Klan Ba'alwi tidak sesuai dengan haplogroup J1 yang ditemukan dalam keturunan Bani Hasyim dan Nabi Muhammad SAW.
Lebih lanjut, sejarah mencatat bahwa Klan Ba'alwi justru banyak terlibat dalam pengkhianatan terhadap bangsa dan agama. Memang benar bahwa di masa kolonial banyak pribumi yang menjadi antek Belanda dan melakukan pengkhianatan. Namun, yang membuat situasi ini lebih parah adalah bahwa Klan Ba'alwi mengklaim sebagai dzurriyah Nabi, yang seharusnya membela kebenaran dan menegakkan keadilan. Namun, alih-alih menjalankan tugas moral ini, mereka justru berperan sebagai kaki tangan kolonial, berkhianat terhadap bangsa yang mereka tempati. Klaim sebagai keturunan Nabi hanya menjadi alat legitimasi untuk kepentingan politik dan kekuasaan.
Ironi ini semakin jelas jika dibandingkan dengan anak Nabi Nuh AS. Anak Nabi Nuh memang menolak ajaran ayahnya, tetapi ia tidak pernah mengaku sebagai wali Allah atau keturunan suci yang harus dihormati. Berbeda dengan Klan Ba'alwi, yang membangun klaim sepanjang nasab dan meminta diakui sebagai dzurriyah Nabi, tetapi kelakuannya justru bertentangan dengan nilai-nilai keislaman yang seharusnya mereka junjung tinggi. Jika mereka sendiri gagal menjaga perilaku dan akhlak yang seharusnya sesuai dengan status yang mereka klaim, lalu mengapa mereka masih ngotot menjual nasab yang justru malah mencoreng nama baik Nabi Muhammad SAW?
Dengan demikian, fakta sejarah, genetika, dan perilaku sosial telah cukup memberikan bukti bahwa Klan Ba'alwi bukanlah keturunan Nabi Muhammad SAW. Klaim mereka harus diuji secara ilmiah, dan masyarakat perlu berpikir dengan akal sehat serta hati nurani agar tidak mudah tertipu oleh narasi yang tidak berdasar.

Kesimpulan: Klan Ba’alwi dan Mitos Kesuciannya
Sudah saatnya masyarakat membuka mata terhadap fakta bahwa klan Ba’alwi bukanlah keturunan Nabi Muhammad SAW. Mereka bukan ulama besar, bukan pejuang bangsa, dan bukan keturunan suci yang harus dihormati tanpa kritik. Masyarakat perlu waspada terhadap manipulasi sejarah dan klaim tanpa dasar yang hanya bertujuan untuk menjaga kepentingan segelintir kelompok.
Mari jaga bangsa ini dari pengaruh yang merusak dengan berpikir kritis, menelaah fakta sejarah, dan menolak kultus yang tidak berlandaskan realitas. Kesucian bukan ditentukan oleh nasab, tetapi oleh akhlak dan perbuatan nyata.

*KITAB NASAB DAN SEJARAH YANG LAYAK DI MILIKI*



1. Kitabul mu'qibin 
2. Maqotil atthilibiyin
3. Sirrus silsilah 
4. Tahdzibul ansab 
5. Al Majdi 
6. Syajarotul Mubarokah 
7. Al Fakhri 
8. Al ashili 
9. Umdatut Tolib 
10. Umdatut Tholib 
11. Tobaqotun nassabin
12. Sihahul akhbar 
13. Torful ashab 
14. Tuhfatut Tolib 
15. Assuluk 2 jilid
16. Muntaqilah attolibiah 
17. Abnaul imam 
18. Assyjaroh Zakiyah 
19. Al muntaqo 
20. Bahrul ansab 
21. Al kafi 
22. as sam'ani 
23. Tuhfah zaman 2 jlid
24. Al Ghuror 
25. Qiladatunnahar 6 jilid 
26 Al aqdul fakhir 4 jilid
27. Tobaqot Al khowas 
28. Al baha' 
29. Uqudul almas 2 jilid 
30. Tahfatul Azhar 2 jilid
31. Idamul qut 2 jilid
32. Tarikh Hadramaut Al Hamidi 2 jilid
33. Al istizadhah 3 jilid
34. Tasbitul Fuad 3 jilid 
35. Al masro' Rowi 2 jilid 
36. Al burqoh Al musyiqoh 
37. Syaroful asbath 
38. Rosail fi ilmin Nasab 
39. Tobaqot fuqoha 
40. Tarikh stagher 
41. Muqoddimah fi ilmin nasab 
42. Syahrul ainiyah 
43. Al qirtos 
44. Tobaqot sulahail Yaman
45. Attijan di muluki himyar 
46. Usulu ilmin nasab

Rabu, 12 Maret 2025

PUASA PRA ISLAM





Oleh: Dr. Muhammad Saeful Kurniawan, MA



Selama ini tidak sedikit kaum muslimin menduga bahwa puasa itu hanya dilakukan oleh agama Islam saja, tak salah jika mereka menanyakan hal itu pada saya apakah sebelum Islam itu puasa sudah dilakukan oleh umat umat terdahulu. 

Momentum itu saya mengutip tulisan Dr. Mukhtar Hadi, M.Si. (Direktur Pascasarjana IAIN Metro) yang mengatakan bahwa puasa itu sudah dilakukan oleh umat umat sebelum datangnya agama Islam.

Well, salah satu kewajiban bagi setiap muslim sebagaimana yang termaktub di dalam rukun Islam adalah mengerjakan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Perintah puasa itu secara jelas difirmankan oleh Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 183. Jika kita membaca pada surat dan ayat tersebut dijelaskan bahwa kewajiban puasa ini juga telah diwajibkan bagi kaum atau orang-orang sebelum Islam. Pertanyaannya,  puasa orang-orang sebelum Islam itu sesungguhnya seperti apa?

Ada yang memahami puasa orang-orang sebelum Islam itu adalah puasanya umat dari Nabi dan Rasul sebelum Nabi Muhammad SAW dari Nabi Adam hingga Nabi terakhir. Berarti puasanya umat semisal umat Nabi Daud, Ibrahim, Musa, Isa dan Nabi-Nabi yang lainnya. Namun ada pula yang memahami umat sebelum Islam adalah kaum Nasrani. Tulisan ini mengambil pendapat yang pertama bahwa umat sebelum Islam adalah umat Nabi Adam hingga Rasulullah SAW.

Dalam beberapa riwayat dan kitab-kitab tafsir, puasanya orang-orang sebelum Islam itu adalah sebagaimana berikut ini.

Pertama adalah puasanya Nabi Daud, yaitu puasa yang dilaksanakan sehari puasa, sehari berbuka dan puasa lagi di hari berikutnya dan seterusnya. Umat Islam sering menyebutnya dengan puasa Daud yaitu sehari puasa sehari tidak. Disebut puasa Daud karena puasa itu dahulu telah dilaksanakan oleh Nabi Daud dan para pengikutnya.

Penjelasan soal puasa Daud ini didasarkan pada sebuah Hadits: “Sebaik-baik shalat disisi Allah adalah shalatnya Nabi Daud ‘alaihissalam. Dan sebaik-baik puasa disisi Allah adalah puasa Daud. Nabi Daud dulu tidur di pertengahan malam dan beliau shalat di sepertiga  malamnya dan tidur lagi di seperenamnya. Adapun puasa Daud yaitu puasa sehari dan tidak berpuasa di hari berikutnya” (HR.Bukhari). Meskipun puasa ini oleh Rasulullah dinyatakan sebagai sebaik-baik puasa namun di dalam Islam puasa Daud ini merupakan puasa Sunnah dan bukan merupakan puasa wajib karena puasa wajib hanya satu saja yaitu puasa satu bulan di bulan Ramadhan.

Kedua, puasa tanggal 10 bulan Muharam sebagaimana yang dilakukan oleh kaum Yahudi yang merupakan umat Nabi Musa ‘alaihissalam. Sebelum Islam datang, orang-orang Arab terutama kaum penganut agama Yahudi sudah terbiasa melakukan puasa pada tanggal sepuluh di bulan Muharram. Karena dilaksanakan setiap tanggal 10 Muharram, maka puasa itu kemudian disebut dengan puasa ‘Asyura. Praktek puasa ‘Asyura ini kemudian masih dilaksanakan oleh Nabi sebagai metode dakwah untuk mengajak Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani) untuk masuk Islam. Dengan Nabi berpuasa ‘asyura ini, orang Yahudi akan berfikir ternyata syariat Islam tidak jauh berbeda dengan syariat nabi mereka, Musa ‘alaihissalam.

Menurut sejarah dan dijelaskan dalam sebuah hadits, awalnya Rasulullah saw berpuasa ‘Asyura ketika masih berada di Mekah dan pada saat itu Beliau tidak memerintahkan yang lain untuk melakukannya. Namun, ketika beliau tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi melaksanakan puasa ‘Asyura dan memuliakan hari tersebut. Maka, Nabi memerintahkan para sahabat untuk melakukannya. Puasa ‘Asyura diwajibkan pada masa itu, namun setelah ada perintah kewajiban puasa Ramadhan, puasa ‘Asyura ditetapkan oleh Nabi menjadi puasa Sunnah.

Ketiga, puasa yang pernah dilakukan oleh kaum Nasrani. Banyak perintah puasa dalam agama Nasrani sebagaimana dijelaskan dalam Al-Kitab baik di Perjanjian Lama maupun perjanjian baru. Ada yang disebut dengan puasa mutlak yaitu jenis puasa dimana seseorang tidak makan dan minum sama sekali. Pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi pelaku puasa. Contoh puasa mutlak ini adalah puasa Musa yaitu 40 hari 40 malam tidak makan dan minum, puasa Ester yaitu puasa 3 hari 3 malam tidak makan dan tidak minum, dan puasa Yesus yaitu 40 hari 40 malam tidak makan dan minum.

Di kalangan agama Nasrani juga ada puasa yang disebut puasa Normal, yakni pelaku tidak makan sama sekali. Namun, mereka dapat minum sebanyak-banyaknya. Puasa ini dapat dilakukan selama beberapa hari, tergantung kondisi pelaku. Contoh puasa normal ini adalah puasa Daud, yaitu tidak makan dan semalaman berbaring di tanah. Lalu ada puasa Sebagian, yaitu puasa dengan menghindari makanan dan minuman tertentu selama kurun yang ditentukan. Contoh puasa jenis ini adalah puasa Daniel, yakni puasa 10 hari hanya makan sayur serta minum air putih.

Nabi dan Rasul yang lain dinyatakan juga melakukan puasa. Menurut Ibnu Katsir, penulis Tafsir Ibnu Katsir, Nabi Adam ‘alaihissalam berpuasa selama tiga hari tiap bulan sepanjang tahun. Dalam riwayat lain Nabi Adam berpuasa tiap tanggal 10 Muharram sebagai ungkapan rasa syukur lantaran Allah mengizinkannya bertemu dengan istrinya, Hawa, di Arafah. Nabi  Nuh ‘alaihissalam juga melakukan puasa ketika  sedang berada di atas perahu bersama umatnya ketika banjir bandang besar terjadi.

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berpuasa ketika Raja Namruz memerintahkan pengumpulan kayu bakar untuk membakar diri Nabi Ibrahim. Ketika beliau dilemparkan ke dalam api yang berkobar beliau dalam keadaan berpuasa sampai akhirnya Allah memerintahkan agar api itu menjadi dingin dan tidak sedikitpun membakarnya. Nabi Yusus ‘alaihissalam juga berpuasa ketika sedang menjalani masa tahanan akibat difitnah  telah berbuat tidak senonoh dengan Zulaikha. Nabi Yunus ‘alaihissalam berpuasa ketika berada dalam perut ikan paus. Nabi Ayub ‘alaihissalam yang diuji dengan banyak cobaan juga berpuasa sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Demikianlah puasa para ahli Kitab dan para Nabi dan Rasul sebelum Nabi Muhammad SAW. Boleh dikatakan ibadah puasa hampir dilakukan oleh para Nabi dan umat-umat sebelum Islam. Yang membedakannya hanya pada tata cara atau kaifiyat puasanya. Tujuannya sama yaitu berusaha mendekatkan diri kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa. Wallahu a’lam bishawab.

Salam akal sehat, Bondowoso, 11 Maret 2025

PUASA PERSPEKTIF SOSIAL





Oleh: Dr. Muhammad Saeful Kurniawan, MA



Puasa ini merupakan institusi pendidikan untuk mengekpresikan diri ditengah tengah masyarakat dalam menyalurkan donasi pada orang lain yang membutuhkan kendati itu tidak besar.

Tadi malam saya kedatangan tamu dari Nangkaan Bondowoso seorang marbot masjid Jamik al-Amin. Kedatangannya jauh jauh dari kota Bondowoso disamping untuk silaturahim juga memberi hadiah cincin asli Kalimantan. Pasalnya, saat ngisi pengajian yang bersangkutan melihat jari jemari saya ada cincinya. Sehingga ia berinisiasi ingin memberi hadiah cincin pada saya.

Ndilalah sosoknya yang religius dan gemar mengkhatamkan al-Qur'an maka saya juga berinisiasi memberikan hadiah al-Qur'an khusus penghafal al-Qur'an untuk mempermudah dirinya dalam memahami kandungan isi al-Qur'an. Sebab al-Quran itu didesign terjemah perkata dan terjemah bebas lengkap dengan tafsirnya. Ini yang dinamakan simbiosis mutualisme saat dibulan suci ramadhan.

Mengutip tulisan Dr. Mukhtar  Hadi, M. Si. Direktur Pascasarjana IAIN Metro yang mengatakan bahwa  melaksanakan ibadah puasa adalah bentuk ketundukan atas perintah Allah SWT kepada setiap orang-orang yang beriman. Tujuannya supaya menjadi orang-orang yang bertakwa (QS. Al-Baqarah: 183). Namun demikian, Puasa bukan hanya ibadah yang berdimensi spiritual individual.  Artinya, puasa  bukan  ibadah yang manfaat dan dampaknya dirasakan oleh individu yang berpuasa saja. Akan tetapi puasa juga memiliki dimensi sosial yang sangat luas.

Meskipun secara terbatas dalam kitab-kitab Fiqih pengertian puasa adalah menahan diri dari hal-hal yang dapat membatalkan puasa, seperti makan minum, melakukan hubungan suami istri ketika sedang berpuasa, Namun, esensi  puasa sesungguhnya bukan hanya menahan lapar dan dahaga saja. Demikian di sabdakan oleh Nabi SAW, yaitu berapa banyak orang yang berpuasa tetapi hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja dan tidak mendapatkan pahala puasa. Mengapa demikian? Karena orang tersebut berpuasa tetapi juga masih mengumpat orang lain, berkata-kata yang kotor, berseteru dengan orang lain, melakukan perbuatan-perbuatan dosa dan  maksiat dan lain sebagainya.

Pada saat orang yang berpuasa bukan hanya memuasakan perutnya saja dengan tidak memasukkan makanan dan minuman, tetapi hatinya berpuasa, mulutnya berpuasa, tangan dan kaki serta anggota tubuh yang lain juga berpuasa. Pendek kata, baik aspek lahiriah maupun batiniah semuanya harus berpuasa.

Seseorang yang berpuasa dan merasakan beratnya lapar dan dahaga, lelah dan lemahnya badan fisik tanpa asupan makanan dan minuman, maka secara batiniah akan menyelami dan merasakan penderitaan orang-orang yang miskin dan papa. Banyak orang yang berada dalam kondisi fakir dan  miskin yang jangankan memiliki persediaan makan untuk beberapa hari, untuk makan hari itu saja mereka kesulitan. Dengan terpaksa mereka makan seadanya, sehari terkadang makan hanya satu kali, bahkan tidak sama sekali. Kondisi itu bagi sebagian orang yang fakir miskin terkadang bukan berbilang sehari dua hari, seminggu atau hanya satu bulan, tetapi boleh jadi berhari-hari dan sepanjang hari.

Masih beruntung orang yang berpuasa yang masih menemukan makanan berbuka. Kadang-kadang makanan berbuka itu beraneka macam dan warna. Bagi orang yang fakir dan papa itu, harapan untuk  berbuka itu kadang-kadang tidak ada sehingga mereka seperti berpuasa sepanjang masa. Pada tataran inilah, puasa akan melatih kepekaan sosial dan mengasah rasa kepedulian sosial kita dengan orang lain yang kurang beruntung. Simbol dan bentuk langsung empati dan kepedulian sosial itu sebagaimana diperintahkan dan dicontohkan Nabi supaya di bulan suci Ramadhan untuk memperbanyak sedekah dan berinfak serta memberi makan orang-orang yang sedang berpuasa.

Kepedulian sosial dan kesediaan membantu orang lain serta ringan mengulurkan tangan menolong orang lain adalah bentuk nyata impelemensi dari nilai-nilai sosial ibadah puasa. Dimensi sosialnya sangat luas, yakni bukan hanya membantu orang-orang dari kelompok sendiri, namun juga orang lain tanpa ada sekat-sekat agama, etnis, suku atau golongan. Menolong dan membantu orang yang kesulitan hanya memiliki satu nama, yaitu atas nama kemanusiaan. Demikianlah agama Islam mengajarkan.

Muslim Indonesia yang hidup di tengah-tengah masyarakat majemuk dan Berbhineka Tunggal Ika dituntut untuk memiliki pandangan kemanusiaan yang universal tersebut. Suatu masyarakat yang majemuk membutuhkan kesatuan dan kebersamaan dalam rangka mencapai tujuan bersama yang dicita-citakan. Semua itu bisa diwujudkan jika terbentuk kohesi sosial yang kuat. Kohesi sosial adalah perekat atau ikatan yang menjaga masyarakat tetap bersatu dan terintegrasi. Di dalamnya ada nilai-nilai, keyakinan, atau tujuan bersama yang dibagi pada seluruh anggota masyarakat sebagai acuan moral.  Kerjasama, saling membantu, saling meringankan beban dan peduli kepada sesama adalah perekat sosial yang  bisa  mengokohkan kohesi sosial.

Puasa adalah madrasah sosial yang dapat membentuk diri menjadi pribadi muslim yang kuat dan tangguh secara spiritual tetapi juga tangguh secara sosial. Mari kita laksanakan ibadah  puasa dengan sungguh-sungguh hingga sampai pada makna esensialnya. Puasa yang tidak sekedar lapar dan dahaga.  Wallahu a’lam bishawab.

Salam akal sehat, Bondowoso 11 Maret 2025

PUASA PERSPEKTIF PSIKOLOGI





Oleh: Dr. Muhammad Saeful Kurniawan, MA



Hidup ini memang fatamorgana, pasalnya orang banyak menyangka mutiara ada diatas kepala orang lain. Tidak sedikit orang menduga bahwa kehidupan saya bersama keluarga adem ayem tanpa pertengkaran. Kelihatannya memang begitu. Sebab saya belum pernah bertengkar dengan istri didepan anak anak apalagi didepak publik.

So, mana ada keluarga tidak ada konflik sedangkan nabi sendiri pernah berkonflik dengan isteri mudanya Sayyidah Aisyah apalagi hanya seorang Saeful. Siapa sih Saeful itu? Ia hanya manusia biasa yang berusaha menyembunyikan persoalan keluarganya agar tidak menjadi konsumsi publik. 

Ini masalah kematangan hidup. Gelar akademik bukan jaminan mampu mensilen masalah keluarganya pada orang lain. Mengapa demikian? Pasalnya, saya pernah menjadi konsultan keluarga guru besar di Malang dan profesor di Situbondo yang mengalami problematika dalam keluarganya.

Alaa kulli hal, bukannya saya hebat, melainkan berusaha menyimpan rapat rapat masalah keluarga kepada orang lain. Kemarin ada insiden kecil dirumah karena masalah marwah dan integritas saya sebagai kepala rumah tangga, nyaris menjadi persoalan problematik, namun saya ingat bahwa saat itu dalam kondisi puasa. Artinya, dengan puasa bisa meredam emosi dan tanpa malu saya menyapa duluan. Subhanallah, sejak peristiwa itu hubungan saya dengan keluarga semakin harmonis. 

Ada Kalam hikmah, untuk menggapai kebahagian dan keharmonisan keluarga perlu diciptakan riak riak kecil sebagai bumbu dalam rumah tangga.

Bulan Ramadhan emang sebentar lagi akan seleswi, tapi tidak ada salahnya kan untuk tetap memberikan informasi tentang puasa ? Nah kali ini kita ingin memberikan informasi pentingnya berpuasa dilihat dari perspektif psikologinya.

Ritual puasa bagi umat Islam adalah merupakan kredo peribadatan yang sifatnya rutin, terjadi terus menerus setiap setahun sekali, dimana umat islam wajib untuk melaksanakan karena puasa ini merupakan perintah Agama. 

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu untuk berpuasa sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu agar kamu menjadi orang yang bertaqwa.”(QS. Al Baqarah 183).

Inti perintah untuk menjalankan ibadah bagi umat Islam adalah pengendalian diri atau self control. Mengapa aspek pengendalian ini penting ? Karena pengendalian diri merupakan salah satu komponen utama bagi upaya perwujutan kehidupan jiwa yang sehat.

Dalam perspektif ilmu psikologi dan kesehatan mental, kemampuan mengendalikan diri adalah merupakan indikasi utama sehat tidaknya kehidupan rohaniah seseorang. Orang yang sehat secara kejiwaan akan memiliki tingkat kemampuan pengendalian diri yang baik, sehingga terhindar dari berbagai gangguan jiwa ringan apalagi yang berat.

Manfaat Pengendalian Diri. Bukti ilmiah tentang manfaat mengendalikan diri ditulis oleh Daniel Goleman, seorang ahli kepribadian dan peneliti tentang kecerdasar emosi. Salah satu penelitiannya mengadakan penelitian pada anak-anak berusia empat tahun di taman kanak-kanak. 

Pertama sekali anak-anak di suruh masuk kesebuah ruangan satu persatu, dimana sepotong manisan di letakkan diatas meja di depan mereka, sambil diperintahkan

 “kalian boleh makan manisan ini jika mau, saya mau keluar sebentar, tetapi kalau ada yang tahan memakannya nanti setelah saya kembali ke sini, dia akan berhak mendapatkan sepotong lagi”.maka hasilnya ada yang memakan dan ada yang tidak.

Setelah empat belas tahun kemudian, dimana anak-anak itu telah lulus sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) anak-anak yang dahulu langsung memakan manisan dan anak-anak yang mampu mengendalikan diri sehingga mendapat dua potong menunjukkan perkembangan sebagai berikut. mereka yang langsung memakan manisan cendrung tidak tahan menghadapi stres, mudah tersinggung, mudah berkelahi, dan kurang tahan uji dalam mengejar cita-cita mereka

Peneliti juga menemukan hasil yang mengejutkan dimana anak-anak yang mampu menahan diri dalam uji manisan, memperoleh nilai yang lebih tinggi dalam ujian masuk ke perguruan tinggi dan juga ketika anak-anak TK itu tumbuh menjadi dewasa dan bekerja, perbedaan-perbedaan diantara mereka semangkin mencolok, dipenghujung usia duapuluhan, mereka yang lulus uji manisan tergolong orang-orang yang sangat cerdas, berminat tinggi dan lebih mampu berkonsentrasi, mereka lebih mampu mengembangkan hubungan yang tulus dan akrab degan orang lain, lebih handal dan bertanggung jawab serta pengendalian dirinya lebih baik saat menghadapi prustasi.

Dari hasil penelitian di atas dapat dipahami bahwa orang yang dapat mengendalikan diri diperkirakan akan mampu menghadapi tantangan, godaan dan rintangan hidup, mereka juga diperkirakan akan memiliki tingkat konsentrasi lebih tinggi dalam bekerja, dan mereka juga mampu mengembangkan hubungan yang akrab dan tulus dengan orang lain, mereka mempunyai hubungan sosial yang lebih baik, mereka juga lebih handal dan bertanggung jawab dan pengendalian dirinya lebih baik saat dia menghadapi masalah sehingga tidak menimbulkan prustasi.

Hubungan Puasa dengan Kesehatan Jiwa. Doktor Nicolayev, seorang guru besar yang bekerja pada lembaga psikiatri Moskow mencoba menyembuhkan gangguan jiwa dengan berpuasa. Dalam usahanya itu ia melakukan terapi terhadap pasiennya dengan menggunakan 30 hari puasa (persis puasanya orang Islam).

Nicolayef mengadakan penelitian ekperiment dengan membagi subyek menjadi dua kelompok yang sama besar, baik usia maupun berat ringannya gangguan. Kelompok pertama diberi terapi atau pengobatan dengan menggunakan obat-obatan medis. Sementara kelompok ke II diperintahkan untuk berpuasa selama 30 hari. Dua kelompok tadi diikuti perkembangan fisik dan mentalnya dengan tes-tes psikologi.

Dari ekperimen ini diperoleh hasil yang sangat baik, yaitu banyak pasien-pasien yang tidak bisa disembuhkan dengan terapi medik ternyata bisa sembuh dengan berpuasa. 

Sementara itu Prof. Dr. Dadang Hawari, guru besar psikitari UI Jakarta dalam penelitiannya juga menemukan bahwa gangguan-gangguan jiwa non psikosis (seperti fobia, obsesif kompulasi, panic disorder) dapat disembuhkan dengan terapi puasa, baik puasa ramadhan maupun puasa sunat.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta tentang hubungan puasa dan kepekaan sosial, menemukan temuan bahwa puasa secara significan berhubungan positip dengan sensitifitas sosial. Artinya perilaku puasa dapat meningkatkan kepekaan sosial sehingga dengan kepekaan itu individu manjadi mudah memberi pertolongan (helping behavior) dan suka mengembangkan perilaku-perilaku yang bersifat pro sosial.

Menurut Drs. Soleh Amini Yahman. MSi. kandungan puasa yang berefek positip bagi perkembangan kecerdasan emosional manusia.

Mengontrol diri. Tak ada kamus bagi manusia untuk menahan haus dan lapar. Secara instingtif manusia akan melakukan tindakan makan atau minum begitu merasa lapar atau dahaga. 

Namun dengan berpuasa manusia dilatih dan menjadi terlatih untuk mengontrol/menahan diri untuk tidak makan atau minum sehebat apapun rasa haus dan lapar tersebut, karena ia sadar bahwa dirinya sedang berpuasa.
Menahan emosi. Tempramen manusia kadang sulit dikendalikan. 

Lewat puasa manusia dilatih dan terlatih untuk menahan emsosi, sebab ada nilai dalam puasa yang mengajarkan “kalau sedang puasa tidak boleh marah-marah” atau “ tidak boleh bertengkar, nanti puasanya batal lho” dan sebagainya.
Mengajarkan arti berbagi, bulan puasa adalah bulan untuk banyak berbagi (beramal). 

Orang tua bisa memberi contoh dan menjelaskan realitas kepada anak-anaknya (murid-muridnya) bahwa di luar lingkungan keluarganya (diluaran sana) ada orang yang kekurangan, harus dibantu harus ditolong dan sebagainya, saat berbagai dengan orang lain (misalnya sedekah, zakat) libatkanlah anak, minta anak memberikan sumbangan atau bantuan.

Cara ini akan melatih emosi anak untuk lebih peduli (empati) pada orang lain. Selain itu akan mengurangi ego anak, dan mengajarkan anak untuk mau dan senang berbagi dengan orang lain. Marhaban ya Ramadhan, selamat menjalankan ibadah puasa semoga puasa membawa kita menjadi manusia santun, sabar dan mampu menahan diri. Amin.


Salam akal sehat, Bondowoso, 11 Maret 2025