MUTIARA ILMU: September 2024

Jumat, 20 September 2024

*POLA GERAKAN YANG MIRIP PKI 1948.**MUNGKINKAH INI POLA TURUNANYA..??*



PKI 1948 menggunakan jargon "Pondok Bobrok, Langgar Bubar, Santri Mati" dalam pergerakanya karena PKI tau bahwa untuk menguasai Indonesia maka harus menghancurkan kekuatan Nahdlatul Ulama (berlaku sampai saat ini). 
Tiga simbol yg disebut didalam jargon mereka adalah merupakan pilar kekuatan Nahdlatul Ulama yaitu pondok, langgar/musholla dan santri. Jika tiga pilar itu lemah maka bisa dipastikan kekuatan nahdlatul ulamapun menjadi lemah. 

Setiap jargon atau propaganda bisa dipastikan mempunyai variasi pola-pola turunan gerakan untuk mencapai tujuan gerakan tersebut. 
Nah dalam hal ini, saat ini muncul jargon "Belajar kepada habib bodoh lebih utama daripada belajar kepada 70 kyai yg alim". 
Jargon ini terus digaungkan oleh mereka tanpa mereka tau darimana sumber jargon tersebut karena jika dikatakan jargon tersebut berasal dari ajaran agama jelas jargon tersebut justru bertentangan dengan ajaran alqur'an dan hadits bahkan kalaupun itu dianggap maqolah dari seorang ulama, ulama jenis apa yg berani mengeluarkan maqolah yg jelas-jelas bertentangan dengan alqur'an dan hadits..?? 

Oleh karenanya, adalah sangat patut diwaspadai bahwa jargon tersebut adalah "turunan" dari jargon "Pondok Bobrok, Langgar Bubar, Santri Mati" Sebagai upaya untuk melemahkan kekuatan Nahdlatul Ulama. 

Perlu diwaspadai bahwa pola jargon "Belajar kepada habib bodoh lebih utama daripada belajar kepada 70 kyai yg alim" bisa mengakibatkan : 1.Orang memilih belajar kepada habib walaupun bodoh dg iming-iming syafa'at, barokah dll termasuk framing berita negatif tentang pesantren daripada belajar di pesantren. Sehingga pondok-pondok menjadi bobrok (Sudah mulai terjadi). 
2. Berdirinya "majlis-majlis berkedok sholawat" yang diakuisisi milik individu/perorangan terbukti memiliki efek yg sangat luar biasa atas "bubarnya jama'ah langgar/musholla". 
Orang lebih memilih mendatangi majlis sholawat dibanding mendatangi majlis ta'lim bahkan orang lebih memilih menghidupkan majlis sholawat dibanding memakmurkan musholla. 
Majlis sholawat ini mayoritas pemiliknya adalah dari kalangan habib. 
3. Jika kedua hal diatas tersebut sudah massive, maka tinggal menunggu kematian para kyai dan santri di pondok-pondok pesantren. 
Jika santri dan kyai dipesantren sudah mati maka kehancuran Nahdlatul Ulama tinggal menunggu waktu, dan jika Nahdlatul Ulama hancur maka hancur pula Indonesia yg kita banggakan.
4. Sejarah membuktikan beberapa pemberontakan komunisme di Indonesia pemimpinya adalah seorang "oknum" Habib. 
- PKI 1965 pemimpinya DN. Aidid dia seorang habib. 
- PERAKU/PGRS pemberontakan PKI di Kalimantan Barat Th. 1967-1969 pemimpinya Ahmad Sofyan Baraqbah yg ditembak mati th. 1974 dia seorang habib. 
Itulah sekelumit gambaran pola gerakan saat ini benang merahnya sangat jelas terlihat bagi orang-orang yang mau berfikir.


#Mari_Berfikir

Rabu, 18 September 2024

SEJARAH ISLAM PERTAMA KALI MASUK KE INDONESIA, YANG BELUM DIKETAHUI OLEH UMAT ISLAM

*DR Haikal Hasan*

Bagi yang berada di Spanyol dan Inggris. 
Mohon bantuan untuk melihat dokumen pada perpustakaan yang ada di artikel di bawah ini. 

Kembali Bukti bukti sejarah terkuak, *Pemalsuan sejarah bangsa Indonesia oleh Belanda dan para Misionarisnya terbantahkan satu persatu. Islam bangsa Arab dan Nusantara telah menyatu sejak Tahun 600 M*.

*KEMENDIKBUD HARUS SEGERA MELAKUKAN RISET Tentang TEMUAN INI!*

*TERNYATA ISLAM MASUK INDONESIA BUKAN DARI PEDAGANG GUJARAT (VERSI BELANDA).*

*YANG BENAR ISLAM DI PERKENALKAN OLEH RASULULLAH THN 625 M MELALUI UTUSAN 'ALI BIN ABI THALIB DLL.*

*Maa Syaa Allah.. Fakta Sejarah Mencengangkan. Rekam Jejak Dakwah Para Shahabat Nabi di Indonesia*


====================

*FAKTA SEJARAH ISLAM DI INDONESIA YANG TELAH DIBELOKKAN OLEH BELANDA !!*

๐Ÿ•‹๐Ÿ•Œ๐Ÿ•‹๐Ÿ•Œ๐Ÿ•‹๐Ÿ•Œ๐Ÿ•‹๐Ÿ•Œ

*SEJARAH ISLAM PERTAMA KALI MASUK KE INDONESIA, YANG BELUM DIKETAHUI OLEH UMAT ISLAM*

Mau tanya, adakah di antara kita yang pernah membaca buku sejarah bahwa Sahabat Nabi 'Ali bin Abi Talib pernah ke Jepara Indonesia ?

====================
๐Ÿ’Ž *Islam masuk ke Indonesia pada massa kekhalifahan Generasi Terbaik (Khulafaur Rasyidin)* ๐Ÿ’Ž

➡ *Islam pertama kali masuk ke Indonesia BUKAN melalui jalur perdagangan dan bukan dalam hal perekonomian.*

➡ *Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman  ๏ทบ :*

 *ูˆَู…ุงَ ุฃَุฑْุณَู„ْู†َุงูƒَ ุฅِู„َّุง ุฑَุญْู…َุฉً ู„ِู„ْุนَุงู„َู…ِูŠْู†َ* -

๐ŸŒฟ *"Dan Kami tidak mengutus engkau melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam". (Qs. AL-Anbiya:107)*

๐Ÿ‘‰ *'Ali bin Abi Thalib radhiyallohu 'anhu, pernah datang dan berdakwah di Garut, Cirebon, Jawa Barat (Tanah Sunda), Indonesia, tahun 625 M. [1]*

๐Ÿ‘‰ *Ja'far bin Abi Thalib, berdakwah di Jepara, Kerajaan Kalingga, Jawa Tengah (Jawa Dwipa), Indonesia, sekitar tahun 626 M. [2]*

๐Ÿ‘‰ *Ubay bin Ka'ab, berdakwah di Sumatera Barat, Indonesia, kemudian kembali ke Madinah. Sekitar tahun 626 M. [3]*

๐Ÿ‘‰ *'Abdullah bin Mas'ud, berdakwah di Aceh Darussalam dan kembali lagi ke Madinah sekitar tahun 626 M. [4]*

๐Ÿ‘‰ *'Abdurrahman bin Mu'adz bin Jabal, dan putera-puteranya Mahmud dan Isma'il, berdakwah dan wafat dimakamkan di Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara sekitar tahun 625 M. [5]*

๐Ÿ‘‰ *'Akasyah bin Muhsin Al-Usdi, berdakwah di Palembang, Sumatera Selatan dan sebelum Rasulullah Wafat, ia kembali ke Madinah sekitar tahun 623 M. [6]*

๐Ÿ‘‰ *Salman Al-Farisi, berdakwah Ke Perlak, Aceh Timur dan Kembali Ke Madinah sekitar tahun 626 M. [7]*

*keterangan: ([1] s/d [7] bisa dilihat di bawah, di foot note)*

Seperti yang kita ketahui sebelumnya *_dipelajari di sekolah bahwa Islam datang melalui pedagang Gujarat India_*. Padahal bukan seperti itu.

Ini cara para orientalis, yang *disebarkan oleh orientalis terkemuka Belanda, yang pertama kali bernama J. Pijnapel lalu Snouck Hugronje yang notebene "ingin menutupi sejarah bahwa Indonesia adalah bagian pada kekhilafahan 'Utsman bin 'Affan"*.
*_Oleh karena itu Indonesia patut diperhitungkan_*.

๐Ÿ“ *_Demi mencapai tujuannya itu, ia mempelajari bahasa Arab, mengaku sebagai seorang Muslim, dan bahkan mengawini seorang Muslimah, anak seorang tokoh di zamannya_*

๐Ÿ”Ž *Sebuah artefak ditemukan* bahwa saat itu di Indonesia tepatnya di pulau Jawa yaitu *KALINGGA, Jepara.* 

Pada tahun 640-650 M ada sebuah kerajaan yang ratunya adil bernama RATU SIMA dan anaknya bernama RATU JAYISIMA.

๐ŸŒŸKetika itu ada seorang dari tanah Arab yang diutus pada masa 'Utsman bin 'Affan dari BANI UMAYYAH. Bani Umayyah adalah kekhalifahan Islam pertama (Muawiyah bin Abu Sofyan) setelah masa Khulafaur Rasyidin.

Lalu singgah di Kalingga-Jepara, kemudian Ratu Sima dan Putrinya masuk Islam dan memerintah dari tahun 646-650 M, dan Islam belum berkembang saat itu, lalu ditandai adanya surat-menyurat atau korespondesi antara Ratu Sima pada masa Bani Umayyah untuk didatangkan Guru-guru untuk berdakwah.

 *Surat-surat mereka sekarang tersimpan di MUSEUM GRANADA, SPANYOL.* Indonesia adalah salah satu *sasaran atau tujuan sahabat-sahabat Nabi untuk berdakwah.*

↪ Setelah masa kekhalifahan 'Utsman Bin 'Affan, lalu Ali bin Abu Thalib & kemudian *digantikan oleh tabi'in 'UMAR BIN 'ABDUL 'AZIZ yang memerintah pada tahun 711 M.*

*SEBARKAN !*

*Analisis dan Kesimpulan Mengenai Syuhroh dan Istifadloh dalam Penisbatan Nasab Klan Ba’alwi*

https://www.walisongobangkit.com/analisis-dan-kesimpulan-mengenai-syuhroh-dan-istifadloh-dalam-penisbatan-nasab-klan-baalwi/



Definisi Syuhroh dan Istifadloh
*Syuhroh:* Merujuk pada tingkat kepopuleran atau kemashuran suatu fakta atau identitas dalam masyarakat. Dalam konteks nasab, syuhroh menunjukkan sejauh mana seseorang atau keluarga dikenal luas sebagai keturunan dari tokoh atau keturunan tertentu.
*Istifadloh:* Mengacu pada penyebaran pengetahuan atau pengakuan mengenai fakta tersebut di seluruh generasi dan komunitas. Ini termasuk pengakuan yang konsisten dan diterima secara umum dari generasi ke generasi dan dari berbagai sumber.
 

*2. Penerapan Syuhroh dan Istifadloh dalam Penentuan Nasab*

Madzhab empat dan prinsip-prinsip fikih menyetujui bahwa penetapan nasab dapat didasarkan pada syuhroh wal istifadloh. Ini melibatkan:

*Kepopuleran Nasab:* Pengetahuan yang meluas mengenai nasab atau keturunan seseorang di masyarakat, baik pada masa lalu maupun saat ini.
*Kesaksian Berkelanjutan:* Kesaksian dari berbagai generasi dan sumber terpercaya, termasuk catatan kitab-kitab nasab.
 

*3. Kesulitan dalam Penisbatan Nasab Klan Ba’alwi*

*Perubahan dalam Penisbatan*: Nama Abdullah sebagai anak Ahmad bin Isa baru dikenal pada abad ke-9 Hijriah. Habib Ali al-Sakran adalah yang pertama kali mengaitkan nama Abdullah dengan Ubaidillah, leluhur Ba’alwi. Sebelumnya, selama 550 tahun setelah wafatnya Ahmad bin Isa, tidak ada sumber yang menyebutkan nama Ubaidillah.
*Ketiadaan Referensi Terkait*: Kitab-kitab nasab dari abad ke-4 hingga ke-8 Hijriah tidak mencantumkan nama Abdullah atau Ubaidillah sebagai anak Ahmad bin Isa. Ini menunjukkan bahwa selama periode tersebut, nasab ini tidak dikenal atau diakui dalam dokumentasi nasab yang ada.
*Penisbatannya Terputus*: Nasab klan Ba’alwi mengalami keterputusan selama 550 tahun. Selama periode ini, tidak ada dokumentasi atau bukti konsisten yang mendukung klaim mereka sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW.
 

*4. Syuhroh dan Istifadloh dalam Nasab Klan Ba’alwi*

*Syuhroh pada Abad ke-9:* Nasab klan Ba’alwi baru dikenal secara luas pada abad ke-9 Hijriah, setelah Habib Ali al-Sakran menghubungkan nama Abdullah dengan Ubaidillah. Sebelumnya, tidak ada pengakuan yang luas atau konsisten mengenai nama Abdullah sebagai anak Ahmad bin Isa.
*Istifadloh yang Tidak Konsisten:* Tidak adanya dokumentasi yang konsisten dari abad ke-4 hingga ke-8 Hijriah menunjukkan bahwa syuhroh dan istifadloh untuk nasab klan Ba’alwi tidak berlaku untuk periode tersebut. Nasab ini baru diterima setelah pengakuan pada abad ke-9, yang menunjukkan adanya celah dalam keberlanjutan riwayat nasab.
 

*5. Kesimpulan*

Berdasarkan analisis dan data ilmiah, beberapa kesimpulan dapat ditarik mengenai nasab klan Ba’alwi:

*Penisbatan Klan Ba’alwi:* Penisbatan klan Ba’alwi kepada Nabi Muhammad SAW baru muncul pada abad ke-9 Hijriah, setelah Habib Ali al-Sakran mengaitkan Abdullah dengan Ubaidillah. Selama 550 tahun sebelumnya, *tidak ada sumber yang mendukung klaim ini.*
*Keterputusan Riwayat:* Riwayat nasab klan Ba’alwi terputus selama 550 tahun. Selama periode tersebut, *tidak ada bukti dokumentasi atau pengakuan konsisten yang mendukung klaim nasab ini*.
*Validitas Nasab:* Berdasarkan ketiadaan bukti dokumentasi yang konsisten dan terputusnya riwayat selama 550 tahun, *nasab klan Ba’alwi dapat dikategorikan sebagai munqati’ (terputus) dan mardud al-nasab (tertolak). Ini menunjukkan bahwa syuhroh dan istifadloh yang diterapkan pada nasab klan Ba’alwi tidak memenuhi syarat yang diperlukan untuk validitas historis yang kuat.*
*Referensi:*

Sirr Silsilat al-Alawiyah
Tahdzib al-Ansab
Lisan al-Mizan
Al-Majdi fi Ansab al-Talibin
Al-Syajarah al-Mubarakah
Al-Fakhri fi Ansabitholibin
Al-Ashili fi Ansab al-Talibin
Al-Suluk
Umdat al-Thalib fi Ansab Al Abi Thalib
Al-Nafha al-Anbariya fi Ansab Khair al-Bariyah

Selasa, 17 September 2024

Tulisan karya Wahbah al-Zuhayli, yaitu kitab "Fiqh al-Islami wa Adillatuhu: TIDAK BISA DIGUNAKAN UNTUK MEMVALIDASI NASAB KLAN BA’ALWI

*
Tulisan karya Wahbah al-Zuhayli, yaitu kitab  "Fiqh al-Islami wa Adillatuhu" (ูู‚ู‡ ุงู„ุฅุณู„ุงู…ูŠ ูˆุฃุฏู„ุชู‡), yang berarti "Fiqih Islam dan Dalil-Dalilnya, Tulisan ini hanya metode-metode sederhana untuk membuktikan nasab dalam hukum Islam menurut fiqih. 
Namun demikian tulisan ini tidak bisa dijadikan hujjah untuk memvalidasi nasab klan Ba'alwi sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW.
*Penjelasan Tulisan:*
Tulisan tersebut menguraikan tiga metode utama untuk membuktikan nasab dalam hukum Islam:
1. *Zawaj Shahiih atau Fasiid (Perkawinan yang Sah atau Batal):*
o Menyebutkan bahwa nasab bisa dibuktikan melalui perkawinan sah atau bahkan perkawinan yang batal.
2. *Iqraar (Pengakuan):*
o Menjelaskan pengakuan bisa dilakukan oleh orang yang bersangkutan atau orang lain, dengan syarat-syarat tertentu.
3. *Bayyinah (Bukti):*
o Menyebutkan jenis bukti yang diterima, seperti kesaksian dan kepopuleran nasab (tashamuh).

*Bantahan dan Penjelasan Ilmiah*
1. *Konteks dan Validitas Metode:*
o Zawaj Shahiih atau Fasiid: Metode ini hanya bisa membuktikan nasab anak dari perkawinan yang sah atau tidak sah secara umum. Namun, ini tidak memberikan jaminan bahwa seseorang adalah keturunan Nabi Muhammad SAW, khususnya jika tidak ada bukti yang jelas mengenai kesahihan perkawinan tersebut dalam konteks nasab tertentu.
o Iqraar (Pengakuan): Pengakuan hanya berlaku pada orang yang mengaku dan tidak berlaku untuk orang lain kecuali ada bukti tambahan. Pengakuan tidak dapat membuktikan secara mutlak nasab seseorang sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW tanpa adanya bukti otentik dan salinan dokumentasi yang mendukung klaim tersebut.
o Bayyinah (Bukti): Penggunaan bukti seperti kesaksian harus mematuhi syarat tertentu. Kepopuleran nasab atau keumuman informasi tidak selalu mencukupi untuk membuktikan keaslian nasab, terutama jika tidak didukung oleh dokumentasi sejarah yang jelas dan konsisten.
2. *Disiplin Ilmu Terkait:*
o Ilmu Nasab: Membutuhkan bukti historis yang solid, termasuk catatan-catatan nasab yang dapat diverifikasi. Penelitian tentang nasab harus dilakukan dengan metode ilmiah yang ketat, termasuk verifikasi dokumen historis dan bukti silsilah yang telah diakui oleh otoritas ilmiah.
o Ilmu Historiografi: Menuntut pemeriksaan atas sumber-sumber historis yang terpercaya. Sejarah nasab klan Ba'alwi tidak dapat dibuktikan hanya dengan mengandalkan kepopuleran atau pengakuan tanpa adanya dokumentasi yang valid.
o Ilmu Genetika dan DNA: Untuk membuktikan klaim keturunan Nabi Muhammad SAW secara ilmiah, diperlukan analisis genetika dan uji DNA yang dapat membuktikan hubungan biologis secara jelas. Hasil uji DNA yang menunjukkan haplogroup yang berbeda bisa menentang klaim tersebut.
o Ilmu Filologi: Penting untuk memverifikasi teks-teks kuno dan dokumen-dokumen terkait nasab dengan pendekatan filologi untuk memastikan otentisitas dan keakuratan teks yang menjadi dasar klaim nasab.
Tulisan karya Wahbah al-Zuhayli menyebutkan metode-metode pembuktian nasab dalam fiqih, namun metode tersebut tidak mencakup semua aspek ilmiah yang diperlukan untuk memvalidasi klaim keturunan Nabi Muhammad SAW. Tanpa adanya bukti dokumentasi yang kuat, verifikasi historis, serta analisis ilmiah yang mendalam, tulisan ini tidak bisa digunakan sebagai hujjah untuk memvalidasi nasab klan Ba'alwi secara sahih.
Untuk mengklaim nasab sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW, perlu bukti yang komprehensif, yang mencakup bukti dokumenter, historis, dan ilmiah yang jelas, bukan hanya bergantung pada pengakuan atau kepopuleran semata.

Dari Tulisan karya Wahbah al-Zuhayli beberapa aspek yang memerlukan klarifikasi lebih lanjut:
*1. Zina atau Pernikahan Tidak Sah Tidak Bisa Menetapkan Nasab Secara Mutlak*
Dalam hukum Islam, salah satu metode untuk menetapkan nasab adalah pernikahan, baik yang sah maupun yang rusak (fasid). Namun, terdapat beberapa batasan penting yang tidak dijelaskan secara mendalam dalam teks ini. Menurut mayoritas ulama, anak yang lahir dari pernikahan tidak sah (seperti zina) tidak dinisbahkan kepada ayah biologisnya, tetapi hanya kepada ibunya. Ini karena aturan Islam yang tegas melarang anak hasil zina mendapatkan nasab dari pihak ayahnya. Oleh karena itu, pernyataan bahwa "nasab dapat ditetapkan melalui pernikahan fasid" harus diperjelas dengan memisahkan antara pernikahan fasid yang masih mungkin menimbulkan keraguan hukum dan zina yang secara mutlak tidak bisa menetapkan nasab.
*2. Pengakuan Nasab Tidak Cukup Tanpa Bukti Pendukung*
Pengakuan nasab tanpa bukti kuat atau verifikasi tidak serta merta diterima dalam setiap kasus. Ada banyak contoh sejarah di mana pengakuan nasab ditentang atau dibatalkan karena tidak ada bukti lain yang mendukung. Oleh karena itu, dalam konteks modern, pengakuan nasab memerlukan dukungan bukti yang kuat, baik dalam bentuk dokumentasi historis atau bukti genetik (seperti tes DNA) untuk menghindari penyalahgunaan klaim nasab yang dapat mengakibatkan fitnah.
*3. Bayyinah (Bukti yang Diperlihatkan) Dapat Lebih Kuat dari Pengakuan*
Meskipun pengakuan nasab bisa menjadi salah satu metode untuk menetapkan nasab, bayyinah atau bukti yang diperlihatkan melalui saksi atau alat-alat bukti lainnya lebih kuat secara hukum. Bukti harus dipastikan memenuhi standar yang berlaku. Dalam konteks nasab, perkembangan ilmu pengetahuan seperti tes DNA dapat memberikan kejelasan yang lebih ilmiah dibanding sekadar pengakuan atau testimoni saksi.
*4. Kepopuleran Nasab Tidak Cukup untuk Menetapkan Nasab Secara Absolut*
Kepopuleran atau "istifadhah" yang disebutkan dalam tulisan tersebut memang dapat menjadi salah satu cara menetapkan nasab di masa lalu, di mana bukti-bukti dokumentasi tertulis masih jarang dan sulit ditemukan. Namun, konsep ini tetap memerlukan dukungan bukti yang lebih konkret agar tidak rentan terhadap manipulasi atau klaim palsu. Di era modern, di mana akses terhadap bukti-bukti sejarah dan ilmiah semakin luas, hanya mengandalkan kepopuleran tidak lagi cukup.
*5. Pengakuan Tanpa Dokumentasi Tidak Memenuhi Standar Verifikasi Modern*
Para ulama sepakat bahwa pengakuan atau bukti melalui "istifadhah" adalah metode yang sah di masa lalu. Namun, saat ini, metode ini harus dipadukan dengan bukti fisik atau dokumentasi yang sesuai, seperti silsilah yang tercatat dalam kitab sezaman atau bahkan bukti ilmiah seperti DNA. Ini sesuai dengan prinsip keadilan dalam Islam, yang menuntut adanya kepastian dan kejelasan dalam menetapkan nasab.

beberapa poin kritis yang harus dipertimbangkan untuk dipelajari jika merujuk Tulisan karya Wahbah al-Zuhayli, yaitu buku "Fiqh al-Islami wa Adillatuhu sebagai referensi:
*1. Ketiadaan Sumber Kitab Sezaman yang Kredibel*
Dalam penelitian nasab, penting untuk merujuk pada sumber-sumber sezaman yang ditulis oleh ulama atau sejarawan yang hidup pada waktu yang bersamaan dengan tokoh yang dibahas. Adapun catatan mengenai Klan Ba'alawi sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW baru muncul dalam literatur internal klan itu sendiri (misalnya, kitab Al-Burqah al-Musyiqoh karya Abu Bakar al-Sakran yang ditulis pada akhir abad ke-9 H). Sebelum abad ini, tidak ada catatan sejarah sezaman yang menyebutkan klaim tersebut, sehingga sulit untuk divalidasi dari sudut pandang historiografi.
• Contoh poin kritis: Tidak ada kitab dari abad ke-4 hingga abad ke-9 Hijriah yang menyebutkan nama-nama seperti Ahmad bin Isa al-Muhajir atau keturunan Ba'alawi lainnya sebagai keturunan Rasulullah SAW.
*2. Kesalahan Identifikasi Tokoh*
Banyak tokoh-tokoh yang diklaim sebagai pendiri atau pemuka klan Ba'alawi tidak memiliki bukti sejarah kuat atau rekaman sezaman yang memadai. Misalnya, Muhammad bin Ali Khali Qosam yang disebut sebagai ulama besar dan bergelar Sahib Mirbat. Gelar tersebut sebenarnya adalah milik Raja Mirbat dari dinasti al-Manjawi, dan tidak ada bukti sejarah sezaman yang menunjukkan bahwa Muhammad bin Ali Khali Qosam adalah seorang tokoh besar di Mirbat.
• Contoh poin kritis: "Sahib Mirbat" adalah gelar yang merujuk pada penguasa lokal di wilayah tersebut, bukan ulama dari keturunan Ba'alawi.
*3. Haplogroup DNA yang Berbeda*
Penelitian genetika modern yang melibatkan pengujian DNA terhadap keturunan Klan Ba'alawi menunjukkan bahwa haplogroup mereka adalah G, yang secara ilmiah tidak sesuai dengan haplogroup J1 yang terkait dengan Bani Hasyim, keturunan Nabi Muhammad SAW. Ini adalah temuan kunci yang membantah klaim nasab tersebut, karena haplogroup adalah indikator yang dapat melacak garis keturunan paternal dengan akurat.
• Contoh poin kritis: Hasil uji DNA menunjukkan bahwa Klan Ba'alawi memiliki haplogroup G, yang berbeda dari haplogroup J1 yang diyakini dimiliki oleh keturunan Bani Hasyim. Ini menunjukkan adanya ketidakcocokan genetis dengan keturunan Nabi Muhammad SAW.
*4. Klaim Nasab yang Muncul Terlambat*
Klaim bahwa Klan Ba'alawi adalah keturunan Nabi Muhammad SAW baru muncul setelah beberapa abad, tanpa ada rujukan langsung dari tokoh-tokoh sejarah atau ulama besar sebelumnya. Fakta ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai keabsahan klaim tersebut, mengingat silsilah nasab pada umumnya tercatat dan dihormati oleh masyarakat Arab sejak awal, terutama jika benar berasal dari keturunan Rasulullah SAW.
• Contoh poin kritis: Tidak ada bukti dokumentasi sejarah yang mencatat Ahmad bin Isa al-Muhajir pindah ke Hadramaut dan menyandang gelar al-Muhajir pada masanya, sehingga klaim tersebut sulit divalidasi.
*5. Ketiadaan Referensi Sejarah di Manuskrip Klasik*
Salah satu poin krusial dalam ilmu nasab adalah referensi sezaman. Klan Ba'alawi tidak disebutkan dalam kitab-kitab nasab klasik seperti kitab Ansab yang ditulis oleh ulama pada abad-abad awal Islam. Sebagai contoh, Ubaidillah, yang diklaim sebagai anak Ahmad bin Isa al-Muhajir, tidak tercatat dalam kitab-kitab sejarah nasab sezaman.
• Contoh poin kritis: Ubaidillah, yang diklaim sebagai anak Ahmad bin Isa, tidak tercatat dalam sumber sezaman sebagai keturunan dari Ahmad bin Isa atau Nabi Muhammad SAW.
*6. Tantangan dari Fakta Sejarah Lain*
Klan Ba'alawi diduga baru muncul di Hadramaut beberapa abad setelah kehidupan Nabi Muhammad SAW, dan klaim mereka baru dikenal di kalangan internal klan sendiri. Banyak literatur yang mendukung klaim mereka muncul setelah abad ke-9 Hijriah, membuat klaim ini sulit diverifikasi dari segi sejarah dan genealogi yang lebih tua.
• Contoh poin kritis: Tidak ada catatan sezaman yang menunjukkan bahwa Ahmad bin Isa al-Muhajir dimakamkan di Husaisah, Yaman. Semua informasi ini baru muncul jauh setelah era yang seharusnya menjadi referensi utama.

*Kesimpulan*
Klaim bahwa Klan Ba'alawi adalah keturunan Nabi Muhammad SAW tidak didukung oleh bukti sejarah yang kuat atau kitab-kitab sezaman yang kredibel. Bukti genetik, ketiadaan referensi sejarah dalam kitab-kitab awal, serta banyaknya kesalahan identifikasi tokoh memperlemah klaim ini dari sudut pandang ilmiah dan historis.

Senin, 16 September 2024

TIDAK PERCAYA HABIB YAMAN KLAN BA’ALWI SEBAGAI DZURIAT NABI MUHAMMAD S.A.W. ADALAH ATAS DASAR IJTIHAD DAN SUDAH SESUAI SYARIAT AGAMA ISLAM


https://www.walisongobangkit.com/tidak-percaya-habib-yaman-klan-baalwi-sebagai-dzuriat-nabi-muhammad-s-a-w-adalah-atas-dasar-ijtihad-dan-sudah-sesuai-syariat-agama-islam/

*TIDAK PERCAYA HABIB YAMAN KLAN BA’ALWI SEBAGAI DZURIAT NABI MUHAMMAD S.A.W. ADALAH ATAS DASAR  IJTIHAD DAN SUDAH SESUAI SYARIAT AGAMA ISLAM*

- Tidak akan dihukum Neraka,
- Tidak akan Kualat
- Tidak akan Su-ul Khotimah

*Berikut dalil Ijtihad:*
Hadits Riwayat Al-Bukhari dan Muslim:
Rasulullah SAW bersabda:
"ุฅِุฐَุง ุญَูƒَู…َ ุงู„ْุญَุงูƒِู…ُ ูَุงุฌْุชَู‡َุฏَ ุซُู…َّ ุฃَุตَุงุจَ ูَู„َู‡ُ ุฃَุฌْุฑَุงู†ِ ูˆَุฅِุฐَุง ุญَูƒَู…َ ูَุงุฌْุชَู‡َุฏَ ุซُู…َّ ุฃَุฎْุทَุฃَ ูَู„َู‡ُ ุฃَุฌْุฑٌ ูˆَุงุญِุฏٌ"
Artinya:
"Apabila seorang hakim (atau orang yang berijtihad) berijtihad, kemudian ijtihadnya benar, maka ia mendapatkan dua pahala. Jika ia berijtihad kemudian salah, maka ia mendapatkan satu pahala." (HR. Al-Bukhari no. 7352 dan Muslim no. 1716)

Hadits ini memberikan pemahaman bahwa setiap usaha ijtihad yang dilakukan dengan niat yang baik dan kesungguhan, walaupun hasilnya tidak tepat atau salah, tetap mendapatkan pahala karena upaya tersebut dianggap sebagai bagian dari pengabdian dan usaha mencari kebenaran dalam kerangka syariat Islam.
Oleh karena itu, menolak klaim dzuriyat dengan landasan ijtihad yang didasarkan pada bukti sejarah dan ilmu pengetahuan, jika ternyata hasilnya tidak sesuai, tetap mendapatkan satu pahala karena niatnya adalah untuk mencari kebenaran dan melindungi umat dari kesalahan yang lebih besar.

*Dan berikut penjelasannya:*
Tidak mempercayai klaim nasab para Habib dari klan Ba'alwi sebagai dzuriyat Nabi Muhammad SAW dapat dipahami sebagai bagian dari ijtihad, yaitu upaya sungguh-sungguh dalam mencari kebenaran melalui berbagai disiplin ilmu yang sahih dan terpercaya. Ijtihad ini memiliki landasan kuat dalam syariat Islam yang menekankan pentingnya menggunakan akal, dalil, dan bukti-bukti ilmiah dalam mencapai kesimpulan yang benar. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai bagaimana hal ini dapat dianggap sebagai bagian dari ijtihad:

*1. Landasan Ilmu Sejarah (Historiografi)*
Dalam kajian nasab, ilmu sejarah memegang peranan penting. Salah satu prinsip utama dalam ilmu sejarah adalah menggunakan sumber-sumber yang sezaman dengan peristiwa yang dikaji. Dalam kasus klan Ba'alwi, tidak ada catatan sejarah yang kredibel atau kitab-kitab sezaman dari abad ke-4 hingga ke-9 H yang menyebutkan nasab mereka sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW. Nama-nama seperti Ubaidillah bin Ahmad bin Isa, yang diklaim sebagai leluhur, tidak pernah tercatat dalam sumber-sumber otoritatif sezaman. Oleh karena itu, mempertanyakan keabsahan nasab tersebut berdasarkan analisis sejarah yang sahih merupakan bagian dari ijtihad yang didukung oleh ilmu pengetahuan.

*2. Landasan Ilmu Genetika*
Ilmu genetika modern telah memungkinkan kita untuk memverifikasi klaim nasab secara ilmiah. Dalam konteks klan Ba'alwi, hasil uji DNA menunjukkan bahwa mereka memiliki haplogroup G, sedangkan keturunan Nabi Muhammad SAW, berdasarkan berbagai penelitian ilmiah, memiliki haplogroup J1. Perbedaan haplogroup ini menjadi bukti yang kuat bahwa secara genetik, klan Ba'alwi bukanlah dzuriyat Nabi Muhammad SAW. Penggunaan ilmu genetika sebagai metode pembuktian ini merupakan bagian dari ijtihad ilmiah yang mendasarkan kesimpulan pada bukti empiris yang valid.

*3. Landasan Ilmu Musthalah Nasab*
Ilmu Musthalah Nasab mengajarkan pentingnya ketepatan dalam mencatat dan memverifikasi nasab. Dalam hal ini, klaim nasab harus memiliki dasar yang kuat, baik melalui catatan sejarah yang otentik maupun bukti ilmiah yang mendukung. Ketika klaim nasab tidak dapat dibuktikan dengan dalil-dalil yang sahih, maka mempertanyakannya adalah tindakan yang sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu Musthalah Nasab. Menggunakan metode ini untuk memverifikasi atau menolak klaim nasab adalah bagian dari ijtihad yang mengacu pada prinsip kehati-hatian dalam menegaskan hubungan keturunan.

*4. Landasan Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh*
Dalam fiqh dan ushul fiqh, terdapat konsep iqtida' al-dalil (menuntut adanya dalil atau bukti) dalam setiap keputusan hukum atau keyakinan. Mengingat klaim dzuriyat adalah hal yang sangat penting dalam Islam, yang melibatkan hak-hak tertentu dan status kehormatan, maka sudah semestinya klaim tersebut didasarkan pada bukti yang kuat. Ketika klaim tersebut tidak memiliki dalil yang sahih, seperti tidak adanya bukti sejarah yang valid atau perbedaan dalam hasil uji genetik, maka meragukan klaim tersebut dan tidak mempercayainya adalah bagian dari ijtihad yang sah dalam Islam.

*5. Menghindari Kebodohan (Tafaqquh fi al-Din)*
Islam sangat menekankan pentingnya belajar dan berusaha mencari kebenaran berdasarkan ilmu. Allah memerintahkan umat-Nya untuk menggunakan akal dan ilmu dalam memahami dunia dan agama. Jika seseorang mengetahui bahwa klaim nasab tidak memiliki bukti yang kuat, tetapi tetap mempercayainya tanpa dasar ilmiah, hal ini dapat menyebabkan taklid buta dan kebodohan. Ijtihad dalam menolak klaim dzuriyat yang tidak terbukti adalah cara untuk menghindari kebodohan dan menjaga umat dari kepercayaan yang keliru.

*6. Landasan Ilmu Manthiq (Logika)*
Dalam ilmu logika, klaim harus diuji dengan bukti yang logis dan rasional. Ketika klaim tidak dapat diverifikasi dengan cara yang ilmiah dan logis, maka menurut logika dasar, klaim tersebut layak untuk ditolak. Menolak klaim dzuriyat yang tidak memiliki dasar sejarah atau genetik yang kuat adalah bentuk penerapan logika yang benar. Ini adalah salah satu bentuk ijtihad yang berdasarkan prinsip-prinsip logis yang dapat diterima.

*7. Tanggung Jawab Moral dan Etika Ilmiah*
Sebagai seorang Muslim, kita memiliki tanggung jawab moral untuk menyebarkan kebenaran dan menghindari kebohongan. Mengakui kebenaran bahwa klaim dzuriyat klan Ba'alwi tidak memiliki dasar yang kuat, baik dari segi sejarah maupun genetika, adalah bagian dari tanggung jawab moral tersebut. Tindakan ini didasarkan pada ijtihad yang tidak hanya menggunakan alat ilmiah, tetapi juga moralitas Islam untuk meluruskan keyakinan yang salah di tengah umat.
________________________________________
Dengan demikian, ijtihad yang menolak klaim dzuriyat klan Ba'alwi didasarkan pada berbagai disiplin ilmu, termasuk sejarah, genetika, fiqh, dan logika. Ini adalah upaya untuk mencari kebenaran dan menjaga umat dari keyakinan yang keliru. Dalam Islam, menolak sesuatu yang tidak memiliki dasar yang sahih dan valid adalah bagian dari upaya untuk menjaga keilmuan, moralitas, dan kejujuran dalam agama.

Minggu, 15 September 2024

*Mengambil ilmu empat mazhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali) untuk menakar keabsahan nasab, khususnya dalam konteks Klan Ba’alawi yang mengklaim sebagai dzuriyat Nabi Muhammad SAW*

https://www.walisongobangkit.com/mengambil-ilmu-empat-mazhab-hanafi-maliki-syafii-dan-hanbali-untuk-menakar-keabsahan-nasab-klan-baalwi/



Hal ini diperlukan pendekatan ilmiah yang menggunakan prinsip-prinsip umum tentang nasab dalam Islam. Berdasarkan literatur yang diakui dalam keempat mazhab, berikut adalah beberapa prinsip dan dalil yang dapat dijadikan landasan untuk menyelidiki klaim nasab Ba’alawi dari perspektif ilmu nasab menurut empat mazhab.

 

*1. Mazhab Hanafi: Pentingnya Bukti dan Catatan Kuat dalam Nasab*

Dalam mazhab Hanafi, salah satu prinsip utama terkait nasab adalah pentingnya bukti dan saksi yang jelas. Nasab seseorang harus dapat dibuktikan dengan ijma’ ulama, catatan sejarah yang kuat, atau tradisi yang tidak terputus.

Dalil: Hadis dari Ibnu Abbas, Rasulullah SAW bersabda:
“Aku dan keturunanku tidak akan berbohong mengenai nasab” (HR. Bukhari).
Dalam perspektif ini, klaim nasab yang tidak didukung oleh bukti-bukti sejarah yang jelas, seperti manuskrip, catatan ulama, atau dokumen resmi, dianggap lemah. Oleh karena itu, klaim Klan Ba’alawi yang tidak memiliki dukungan dari kitab-kitab sezaman dan ulama besar pada zamannya menjadi lemah dan dapat diragukan dari perspektif mazhab Hanafi.
 

*2. Mazhab Maliki: Ketatnya Aturan dalam Pengakuan Nasab*

Mazhab Maliki menekankan bahwa klaim nasab harus dibuktikan melalui bukti yang tidak terbantahkan. Pengakuan terhadap nasab harus memenuhi syarat tertentu, seperti adanya pengetahuan umum dan dokumen tertulis yang jelas di masyarakat tentang hubungan nasab tersebut.

Dalil: Berdasarkan kaidah dalam mazhab Maliki, untuk mengklaim keturunan dari seseorang, harus ada tawatur (berita yang tersebar luas dan diketahui secara umum) di masyarakat, serta bukti tertulis dalam kitab-kitab terpercaya. Sejarawan Ibnu Khaldun dalam kitab al-Muqaddimah juga menekankan pentingnya keakuratan dalam mengklaim nasab, khususnya nasab yang mengaku sebagai keturunan Nabi Muhammad. Dalam kasus Klan Ba’alawi, karena tidak ada bukti tertulis yang sezaman, klaim mereka dapat dianggap tidak sah menurut standar ketat mazhab Maliki.
 

*3. Mazhab Syafi’i: Keabsahan Nasab melalui Ijma’ dan Sanad Sejarah*

Mazhab Syafi’i memiliki aturan yang mengharuskan klaim nasab didukung oleh ijma’ ulama atau sanad sejarah yang tidak terputus. Para ulama Syafi’i, seperti Imam al-Nawawi, menegaskan pentingnya otoritas ilmiah dalam menetapkan nasab seseorang.

Dalil: Imam al-Syafi’i sendiri menegaskan bahwa nasab harus didukung oleh bukti yang jelas, baik melalui riwayat, ijma’, atau kitab-kitab nasab yang terpercaya. Dalam hal ini, kitab-kitab yang ada harus mencatat nasab dengan jelas dan tidak boleh ada kontradiksi. Dalam konteks Klan Ba’alawi, tidak adanya kitab sezaman yang mencatat Ahmad bin Isa al-Muhajir dan keturunannya sebagai dzuriyat Nabi Muhammad SAW menunjukkan bahwa klaim ini tidak dapat diterima secara ilmiah dan sejarah menurut mazhab Syafi’i.
Dalil Pendukung: Dalam Tuhfatul Muhtaj karya Ibnu Hajar al-Haitami, disebutkan bahwa nasab yang sah harus dapat dibuktikan secara turun-temurun dengan sanad yang jelas dan tidak terputus. Jika tidak ada bukti demikian, maka klaim tersebut dianggap tidak sah.
 

*4. Mazhab Hanbali: Bukti Kuat dalam Nasab melalui Tradisi Kuat dan Kitab-Kitab Nasab*

Mazhab Hanbali juga mengajarkan bahwa klaim nasab harus didukung oleh bukti tertulis atau tradisi yang kuat yang tidak bisa dibantah. Ulama Hanbali menekankan pentingnya catatan dan kitab-kitab nasab untuk membuktikan keabsahan nasab seseorang.

Dalil: Imam Ahmad bin Hanbal menekankan bahwa keturunan seseorang harus dapat dibuktikan melalui dokumen yang otentik atau melalui pengakuan ulama sezaman. Dalam hal ini, Klan Ba’alawi tidak memiliki pengakuan dari ulama-ulama besar pada masa itu yang menyebut mereka sebagai keturunan Nabi. Selain itu, tidak ada bukti tertulis dari abad ke-4 hingga ke-9 H yang mencatat nama Ubaidillah bin Ahmad bin Isa al-Muhajir sebagai keturunan Nabi. Ini menunjukkan bahwa klaim Klan Ba’alawi tidak memiliki bukti kuat menurut mazhab Hanbali.
 

*Kesimpulan dari Perspektif Empat Mazhab:*

Dalam keempat mazhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali), klaim nasab harus didukung oleh bukti yang jelas, baik itu berupa ijma’, tradisi yang kuat, atau dokumen tertulis yang otentik dan tidak terbantahkan. Berdasarkan dalil dari keempat mazhab tersebut, klaim Klan Ba’alawi sebagai dzuriyat Nabi Muhammad SAW tidak memenuhi kriteria-kriteria yang disyaratkan oleh hukum Islam, karena:

1. Tidak ada kitab sezaman yang mencatat keturunan Ahmad bin Isa al-Muhajir sebagai dzuriyat Nabi.
2. Tidak ada bukti tertulis atau ijma’ ulama yang mendukung klaim tersebut.
3. Hasil analisis genetika menunjukkan bahwa Klan Ba’alawi memiliki haplogroup G, yang berbeda dengan haplogroup J1, yang secara umum dikaitkan dengan keturunan Bani Hasyim dan Nabi Muhammad SAW.

*Dengan demikian, dari perspektif empat mazhab, klaim nasab Klan Ba’alawi sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW tidak dapat diterima karena tidak memenuhi standar bukti yang disyaratkan dalam hukum Islam.*

*Hadramaut Bukan Bagian Dari Yaman di Zaman Nabi SAW*

“Kebohongan memiliki tanggal kadaluwarsa, tetapi kebenaran tidak pernah berakhir.” - Oche Otorkpa

*Klaim Sesat Atas Hadramaut*
Klan Ba’alwi atau kaum Habaib, yang merupakan imigran dari Yaman, kerap mengklaim diri sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW melalui sosok Sayyid Ahmad bin Isa Al-Husaini. Mereka juga menegaskan bahwa Hadramaut adalah negeri asal leluhur mereka, seolah-olah Hadramaut memiliki status termulia di dunia. Kota Tarim, pusat keberadaan Klan Ba'alwi, dijadikan simbol spiritual dengan berbagai narasi yang mengagungkan tempat tersebut.
Berikut adalah beberapa klaim Klan Ba'alwi terkait Hadramaut dan Tarim:
1. Kedudukan Tarim di Dunia: Habib Abdullah Al-Haddad mengklaim, “Tidak ada tempat di dunia ini yang lebih baik dari Tarim setelah Makkah, Madinah, dan Masjid Al-Aqsha.”
2. Tarim, Kota Seribu Wali: Tarim disebut sebagai tempat makam 10.000 wali, dengan 80 di antaranya mencapai tingkat Quthub. Klaim ini berasal dari Syekh Abdurrahman Assegaf.
3. Syafaat Abu Bakar Ash-Shiddiq: Syeikh Muhammad bin Abu Bakar Ba Abad menyebutkan bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq RA akan memberikan syafaat kepada penduduk Tarim.
4. Keutamaan Mengunjungi Tarim: Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad mengklaim bahwa mengunjungi Tarim lebih berharga dari semua harta yang dikeluarkan.
5. Jalanan Tarim sebagai Guru: Habib Ahmad bin Hasan al-Atthos menyatakan bahwa berjalan di jalanan Tarim adalah seperti belajar dari seorang guru.
Narasi-narasi semacam ini membuat Tarim dan Hadramaut tampak seperti pusat keutamaan spiritual yang melebihi banyak kota besar lainnya di dunia Islam, seperti Fez di Maroko, kota-kota di Iraq dan Iran, hingga kota-kota di Syam. Namun, klaim-klaim ini tidak selalu sesuai dengan kenyataan historis maupun spiritual.
Salah satu pertanyaan kritis adalah: jika Hadramaut demikian mulia, mengapa banyak di antara mereka yang berhijrah ke Nusantara dan tidak kembali ke negeri asal mereka?
*Hadramaut Bukan Bagian dari Yaman di Zaman Nabi Muhammad saw*
Hadramaut yang kini merupakan bagian dari Provinsi Yaman, pada zaman Nabi SAW sebenarnya bukanlah bagian dari wilayah Yaman. Perlu digarisbawahi bahwa batas-batas geopolitik saat ini berbeda dengan zaman Nabi. Ketika Nabi Muhammad SAW berbicara mengenai Yaman dalam banyak hadits, definisi wilayah Yaman yang dimaksud lebih mengacu kepada kawasan yang secara historis merupakan wilayah Arab Selatan, seperti Saba, Himyar, dan Ma'rib, bukan Hadramaut.
Hadramaut sebagai Wilayah Tersendiri: Di masa Nabi SAW, Hadramaut merupakan wilayah independen yang berbeda dengan Yaman. Dalam banyak sumber sejarah, Hadramaut dikenal sebagai wilayah yang unik dengan identitasnya sendiri, berbeda dari wilayah-wilayah di barat seperti Ma'rib atau Himyar yang dianggap sebagai bagian dari Yaman.
*Keutamaan Yaman Berdasarkan Sabda Nabi SAW*
Meskipun demikian, Yaman memang disebut dalam banyak hadits sebagai negeri yang penuh keberkahan. Berikut beberapa keutamaan Yaman berdasarkan sabda Nabi SAW:
1. Sebaik-baik Penduduk Dunia: Nabi SAW bersabda, “Mereka (penduduk Yaman) adalah sebaik-baik penduduk bumi” (HR. Ahmad, Bukhari, Al-Baihaqi).
2. Keberkahan untuk Yaman: Rasulullah SAW mendoakan, “Ya Allah, berkahilah negeri Syam dan negeri Yaman kami” (HR. Bukhari dan Ahmad).
3. Iman dan Hikmah Ada di Yaman: Abu Hurairah RA meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, “Iman itu ada pada Yaman, dan hikmah ada pada Yaman” (HR. Ahmad).
4. Penduduk Yaman Pertama Minum di Telaga Kautsar: Nabi SAW bersabda bahwa kelak di hari kiamat, penduduk Yaman akan diberi kesempatan pertama untuk minum dari telaga Nabi (HR. Muslim).
5. Tentara Allah di Masa Fitnah: Nabi SAW menyebutkan bahwa di akhir zaman, umat Islam akan menjadi pasukan-pasukan yang tersebar di Syam, Yaman, dan Iraq, dan Yaman menjadi salah satu negeri yang direkomendasikan (HR. Abu Dawud, Ahmad).
6. Sifat Mulia Penduduk Yaman: Nabi SAW memuji penduduk Yaman sebagai pelopor dalam berjabat tangan dan memiliki hati yang lembut (HR. Anas bin Malik).

*Definisi Tentang Yaman*
Namun, satu pertanyaan yang sangat penting adalah: Apakah Hadramaut termasuk wilayah Yaman yang dimaksud dalam sabda-sabda Nabi SAW di atas?
Di masa Nabi SAW, wilayah Yaman memiliki batas-batas yang berbeda dari yang kita kenal saat ini. Hadramaut, dalam banyak catatan sejarah, bukanlah bagian dari Yaman secara politik maupun geografis di zaman Nabi. Ini menimbulkan pertanyaan lebih lanjut tentang validitas klaim Klan Ba’alwi yang mengaitkan kemuliaan Hadramaut dengan berbagai sabda Nabi tentang Yaman.
Kebanyakan riwayat tentang keutamaan Yaman lebih mengacu pada wilayah-wilayah seperti Ma'rib, Himyar, dan Saba, yang secara historis dikenal sebagai pusat kekuatan dan peradaban di Arab Selatan. Hadramaut, di sisi lain, dikenal sebagai wilayah terpencil yang terisolasi secara geografis dan politik.

*Kesimpulan*
Klaim kemuliaan Hadramaut dan Tarim yang diajukan oleh Klan Ba'alwi tidak dapat dipercaya berdasarkan fakta sejarah yang ada. Hadramaut bukan merupakan bagian dari Yaman pada zaman Nabi SAW, dan banyak klaim yang mengagungkan wilayah tersebut tampak lebih sebagai upaya politis untuk mendukung legitimasi genealogis mereka. Dengan demikian, klaim terkait kemuliaan Tarim tidak memiliki dasar yang kuat dan perlu ditolak, karena bukti-bukti sejarah menunjukkan bahwa narasi ini tidak akurat dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Sabtu, 14 September 2024

*"Analisis Genetika dan Sejarah: Mengungkap Kebenaran Garis Keturunan Klan Ba'alwi dan Dzuriyat Nabi Muhammad SAW"*



Untuk menjelaskan perbedaan haplogroup antara klan Ba'alwi dan dzuriyat asli Nabi Muhammad SAW seperti Raja Yordania dan kebanyakan orang Arab asli, kita perlu memahami beberapa hal terkait dengan genetika, sejarah, dan hasil penelitian ilmiah yang sudah ada. Mari kita uraikan dengan sangat detail agar mudah dipahami oleh orang awam.

1. Apa Itu Haplogroup?

Haplogroup adalah sekelompok gen yang diwariskan dari garis keturunan ayah. Setiap manusia memiliki haplogroup yang menunjukkan asal-usul leluhur mereka. Pada dasarnya, haplogroup dapat membantu kita melacak asal usul geografis suatu keluarga atau bangsa.

Haplogroup J1 adalah haplogroup yang banyak ditemukan pada orang-orang Arab asli di Jazirah Arab, terutama suku-suku yang memiliki klaim sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW. Haplogroup ini dianggap sebagai ciri khas dari Semitik Arab dan Yahudi kuno yang berasal dari wilayah Timur Tengah.

Haplogroup G, di sisi lain, adalah haplogroup yang umumnya ditemukan pada populasi yang berasal dari wilayah Kaukasus seperti Georgia, Armenia, dan sebagian Yahudi Ashkenazi. Haplogroup ini jarang ditemukan di Jazirah Arab dan tidak memiliki kaitan erat dengan keturunan Semitik asli.


2. Raja Yordania dan Dzuriyat Nabi Muhammad SAW

Raja Abdullah II dari Yordania, yang merupakan keturunan langsung Nabi Muhammad SAW melalui cucunya Hasan bin Ali, memiliki haplogroup J1. Hal ini sudah dikonfirmasi melalui berbagai penelitian genetika. Salah satu penelitian terkenal yang dilakukan oleh Dr. Michael F. Hammer dari University of Arizona menunjukkan bahwa haplogroup J1 secara jelas terkait dengan keturunan Arab Semitik dan banyak ditemukan di kalangan orang Arab asli, termasuk di Yordania, Arab Saudi, dan negara-negara sekitarnya.

Ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW, yang merupakan orang Arab asli dari suku Quraisy, sangat mungkin memiliki haplogroup J1, karena mayoritas keturunannya yang dapat dilacak secara historis melalui garis Hasan dan Husein (dua cucu Nabi) juga memiliki haplogroup ini.

3. Haplogroup Klan Ba'alwi

Sebaliknya, klan Ba'alwi yang mengklaim sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW ternyata memiliki haplogroup G, berdasarkan berbagai tes DNA yang telah dilakukan. Haplogroup G ini, seperti disebutkan sebelumnya, lebih umum ditemukan di wilayah Kaukasus dan tidak terkait dengan bangsa Arab asli.

Penelitian genetika ini mengindikasikan bahwa leluhur laki-laki klan Ba'alwi tidak mungkin berasal dari Nabi Muhammad SAW, karena mereka memiliki haplogroup yang sangat berbeda. Ini menunjukkan bahwa klan Ba'alwi berasal dari garis keturunan yang berbeda dengan orang-orang Arab asli seperti Raja Yordania dan penduduk Arab lainnya yang memiliki haplogroup J1.

4. Perbedaan Haplogroup Menunjukkan Perbedaan Kakek Bersama

Dalam genetika, jika dua orang atau dua kelompok memiliki haplogroup yang berbeda, ini berarti mereka memiliki leluhur laki-laki (kakek bersama) yang berbeda. Dengan kata lain, jika seseorang memiliki haplogroup J1 dan yang lain memiliki haplogroup G, ini menunjukkan bahwa mereka tidak berasal dari garis keturunan yang sama, setidaknya dari garis ayah.

Dalam hal ini:

Raja Yordania dan banyak orang Arab asli memiliki haplogroup J1, yang berarti mereka memiliki leluhur laki-laki yang sama, dan ini termasuk Nabi Muhammad SAW sebagai bagian dari keturunan Arab Quraisy.

Klan Ba'alwi yang memiliki haplogroup G berasal dari garis keturunan yang berbeda, yang menunjukkan bahwa mereka tidak memiliki kakek bersama dengan orang-orang Arab asli atau Nabi Muhammad SAW.


5. Pandangan Para Ahli

Banyak ahli genetika dan sejarawan yang telah mempelajari hubungan antara haplogroup dan asal-usul bangsa, termasuk keturunan Nabi Muhammad SAW. Beberapa ahli yang relevan dalam konteks ini antara lain:

Dr. Michael F. Hammer, seorang ahli genetika dari University of Arizona, menyatakan bahwa haplogroup J1 adalah haplogroup dominan di antara keturunan Semitik, terutama di kalangan orang Arab dan Yahudi Levant. Penelitiannya menunjukkan bahwa keturunan Nabi Muhammad SAW yang sah memiliki haplogroup ini.

Dr. Doron Behar, seorang ahli genetika dari National Geographic Genographic Project, juga meneliti haplogroup J1 di kalangan masyarakat Timur Tengah dan menemukan bahwa mayoritas penduduk Arab memiliki haplogroup ini. Keturunan langsung dari Nabi Muhammad SAW, seperti yang ditemukan di Yordania, termasuk dalam haplogroup ini.

Di Indonesia, Dr. Sugeng Sugiarto, seorang ahli genetika DNA dari BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional), mengungkapkan bahwa haplogroup G yang ditemukan pada klan Ba'alwi tidak menunjukkan keterkaitan dengan garis keturunan Arab asli atau Nabi Muhammad SAW.

Profesor Manachem Ali, seorang ahli filologi dari Indonesia, menegaskan bahwa tidak ada referensi sejarah yang mendukung klaim klan Ba'alwi sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW. Penelitian filologis juga menunjukkan bahwa nama-nama yang diklaim oleh klan Ba'alwi tidak muncul dalam kitab-kitab sejarah sezaman, yang menambah keraguan terhadap klaim tersebut.


6. Tidak Ada Kitab Sezaman yang Mendukung Klaim Klan Ba'alwi

Selain bukti genetika, fakta lain yang mendukung bahwa klan Ba'alwi bukanlah keturunan Nabi Muhammad SAW adalah tidak adanya kitab-kitab sezaman yang mencatat nama Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir, yang diklaim sebagai leluhur klan Ba'alwi, selama lebih dari 550 tahun. Hal ini membuat klaim tersebut semakin lemah, terutama ketika dibandingkan dengan keturunan Nabi yang jelas-jelas tercatat dalam sejarah seperti keturunan Hasan dan Husein.

7. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian genetika yang solid dan bukti sejarah, kita bisa menyimpulkan bahwa:

Klan Ba'alwi memiliki haplogroup G, yang menunjukkan asal-usul mereka dari Kaukasus dan bukan dari Semenanjung Arab.

Raja Yordania dan kebanyakan orang Arab asli memiliki haplogroup J1, yang menunjukkan hubungan mereka dengan garis keturunan Nabi Muhammad SAW.

Perbedaan haplogroup ini dengan jelas menunjukkan bahwa klan Ba'alwi tidak mungkin merupakan keturunan Nabi Muhammad SAW, karena mereka berasal dari garis keturunan yang berbeda dengan dzuriyat Nabi yang asli.


Ini bukanlah soal keyakinan pribadi, tetapi soal fakta ilmiah yang didukung oleh bukti genetika dan sejarah. Merespons hasil-hasil ilmiah ini dengan kemarahan hanya akan memperkuat kebenaran dari temuan tersebut, karena fakta ilmiah tidak bisa dibantah hanya dengan emosi. Yang terpenting adalah menghargai ilmu pengetahuan yang terus berkembang untuk mengungkap kebenaran.

Wallahu a'lam bishshawab.

Jumat, 13 September 2024

Kajian Ilmu Nasab: Klan Ba'Alawi Bukan Keturunan Nabi Muhammad SAW

**

*Kajian Ilmu Nasab* yang mendalami asal-usul Klan Ba'Alawi sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW telah berkembang dengan pendekatan multidisiplin. Kajian ini mencakup ilmu nasab tradisional, sejarah, filologi, dan genetika DNA. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa klaim Klan Ba'Alawi sebagai dzuriyat Nabi Muhammad tidak memiliki dasar yang kuat dan bertentangan dengan bukti-bukti ilmiah yang ada.

*1. Ilmu Nasab Tradisional*
Dalam ilmu nasab tradisional, catatan mengenai silsilah dan garis keturunan suatu keluarga sangat bergantung pada dokumen sejarah, manuskrip, dan tradisi lisan yang terpercaya. Namun, dalam kasus Klan Ba'Alawi, terdapat beberapa poin penting yang meragukan keabsahan klaim mereka sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW:
• Tidak Ada Catatan Sezaman: Tidak ditemukan kitab-kitab sezaman dengan Sayyid Ahmad bin Isa al-Muhajir (leluhur yang diklaim oleh Ba'Alawi) yang mencatat perpindahannya ke Yaman dan mendirikan garis keturunan Ba'Alawi. Selain itu, nama Ubaidillah, yang diklaim sebagai putra Ahmad bin Isa, tidak tercatat dalam literatur nasab pada abad ke-4 hingga ke-9 H. Ini menunjukkan bahwa klaim Ba'Alawi sebagai keturunan Nabi baru muncul jauh setelah periode tersebut.
• Kitab-Kitab Nasab Tidak Menyebut Klan Ba'Alawi: Kitab-kitab nasab yang ada dari periode awal Islam hingga abad ke-9 H tidak mencatat bahwa Ahmad bin Isa memiliki keturunan yang dikenal sebagai Ba'Alawi. Nama-nama tersebut baru muncul dalam kitab al-Burqah al-Musyiqoh karya Abu Bakar al-Sakran, yang ditulis pada akhir abad ke-9 H, dan tidak memiliki referensi dari sumber-sumber lebih awal.

*2. Ilmu Sejarah*
Prof. Anhar Gonggong, seorang ahli sejarah Indonesia, menekankan pentingnya memahami konteks sejarah dalam memvalidasi klaim nasab. Dalam studi sejarah, sangat jarang ditemukan klaim-klaim nasab yang begitu signifikan tanpa dukungan dokumen-dokumen sezaman atau pengakuan dari tokoh-tokoh besar di zamannya. Pada kasus Klan Ba'Alawi, terdapat beberapa kelemahan dalam klaim mereka yang tidak didukung oleh bukti sejarah:
• Tidak Ada Pengakuan dari Sejarawan Sezaman: Sejarawan-sejarawan besar seperti Ibn Khaldun dan al-Tabari yang mencatat peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah Islam tidak menyebutkan Klan Ba'Alawi sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW. Ini sangat aneh mengingat reputasi mereka sebagai pencatat sejarah yang rinci dan objektif.
• Gelar "Sahib Mirbat": Gelar yang diberikan kepada Muhammad bin Ali Khali Qasam sebagai "Sahib Mirbat" (Penguasa Mirbat) diperdebatkan karena lebih layak diberikan kepada penguasa lokal dari Dinasti Al-Manjawi di wilayah tersebut. Tidak ada sumber historis yang mendukung bahwa Muhammad bin Ali Khali Qasam adalah tokoh berpengaruh di Mirbat, apalagi sebagai seorang ulama besar.

*3. Ilmu Filologi*
Dr. Manachem Ali, seorang ahli filologi dari Indonesia, mempelajari teks-teks dan manuskrip kuno yang berkaitan dengan klaim nasab. Filologi adalah ilmu yang memeriksa keaslian dan konteks historis dari manuskrip-manuskrip tersebut. Dalam studi terhadap manuskrip nasab Klan Ba'Alawi, ditemukan beberapa fakta menarik:
• Tidak Ada Referensi dari Manuskrip Luar: Manuskrip-manuskrip yang mencatat garis keturunan Klan Ba'Alawi hanya ditemukan dalam kitab-kitab internal yang ditulis oleh tokoh-tokoh Ba'Alawi sendiri. Manuskrip dari luar lingkungan Ba'Alawi, baik yang berasal dari Timur Tengah maupun belahan dunia lainnya, tidak menyebutkan bahwa keturunan Ahmad bin Isa termasuk dzuriyat Nabi Muhammad.
• Minimnya Dokumentasi Sezaman: Tidak ada manuskrip sezaman yang mencatat keberadaan Ahmad bin Isa di Yaman atau mencatat keturunan-keturunan setelahnya sebagai dzuriyat Nabi. Padahal, jika benar bahwa mereka adalah keturunan Rasulullah, tentunya akan ada banyak ulama atau penulis sezaman yang mencatat pentingnya nasab tersebut.

*4. Analisis Genetika DNA*
Salah satu terobosan dalam ilmu nasab adalah penggunaan teknologi DNA untuk memverifikasi klaim keturunan. Penelitian genetika DNA telah dilakukan untuk mempelajari haplogroup (kelompok genetik) dari Klan Ba'Alawi, dan hasilnya sangat menarik:
• Haplogroup G pada Klan Ba'Alawi: Analisis DNA menunjukkan bahwa keturunan Klan Ba'Alawi memiliki haplogroup G, yang umumnya ditemukan di wilayah Kaukasus dan sekitarnya, bukan di Jazirah Arab. Hal ini berbeda dengan haplogroup J1, yang merupakan haplogroup umum pada keturunan Bani Hasyim, termasuk keturunan Nabi Muhammad SAW. Temuan ini menunjukkan bahwa secara genetis, Klan Ba'Alawi tidak berasal dari keturunan Nabi Muhammad, melainkan dari garis keturunan lain yang tidak berkaitan langsung dengan Bani Hasyim.
Ahli genetika seperti Dr. Michael Hammer dari University of Arizona, yang telah melakukan penelitian mendalam tentang haplogroup J1 dan sejarah genetik di Timur Tengah, menemukan bahwa haplogroup J1 secara luas ditemukan di keturunan Bani Hasyim, yang semakin menguatkan perbedaan genetis antara Klan Ba'Alawi dan keturunan Nabi Muhammad s.a.w.

*5. Mujtahid Mutlaq Tanpa Karya Tulis*
Klan Ba'Alawi sering mengklaim bahwa salah satu tokoh mereka, Faqih al-Muqaddam, adalah seorang mujtahid mutlaq, yaitu ulama yang memiliki kapasitas untuk berijtihad secara independen dan tidak mengikuti mazhab tertentu. Namun, tidak ditemukan satu pun karya tulis yang dikenal dari Faqih al-Muqaddam. Hal ini sangat janggal, karena para mujtahid mutlaq seperti Imam Syafi'i, Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan Imam Ahmad bin Hanbal meninggalkan warisan besar berupa karya-karya ilmiah yang diakui oleh ulama-ulama lain pada zamannya.
Ketiadaan karya tulis dari Faqih al-Muqaddam, serta minimnya pengakuan dari ulama sezaman mengenai dirinya, menguatkan dugaan bahwa Faqih al-Muqaddam adalah tokoh fiktif yang direka-reka oleh Klan Ba'Alawi untuk memperkuat klaim nasab mereka.

*6. Pandangan dari Para Ahli Indonesia dan Internasional*
Di Indonesia, kajian mengenai nasab Klan Ba'Alawi semakin berkembang, terutama setelah berbagai studi ilmiah menunjukkan kelemahan dalam klaim mereka. Para peneliti seperti Dr. Sugeng Sugiarto, anggota BRIN dan ahli genetika DNA, serta Kyai Imaduddin Utsman dari kalangan ulama, telah mengemukakan pandangan kritis terhadap klaim Ba'Alawi.
Di tingkat internasional, para ahli seperti Dr. Laurence J. Howell, seorang genealogis terkemuka, juga menekankan pentingnya bukti-bukti ilmiah dan catatan historis yang kuat untuk mendukung klaim keturunan Nabi. Pendekatan multidisiplin ini telah membuka mata banyak pihak terhadap realitas bahwa klaim Ba'Alawi sebagai dzuriyat Nabi Muhammad SAW tidak memiliki dasar yang kuat.

*Kesimpulan*
Berdasarkan kajian dari berbagai disiplin ilmu, seperti ilmu nasab tradisional, sejarah, filologi, dan analisis DNA, dapat disimpulkan bahwa Klan Ba'Alawi bukanlah keturunan Nabi Muhammad SAW. Tidak adanya catatan sezaman, tidak ada karya tulis dari Faqih al-Muqaddam yang diklaim sebagai mujtahid mutlaq, serta temuan genetika yang menunjukkan haplogroup G pada keturunan Ba'Alawi semakin memperkuat bahwa klaim mereka tidak didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang kredibel. Hal ini bukanlah fitnah atau penyebaran kebencian, melainkan pengungkapan kebenaran yang berdasarkan kajian ilmiah untuk memberikan edukasi kepada publik.

Selasa, 10 September 2024

*KONSEKUENSI LOGIS ORANG BER-HAPPLOGROUP G MUSTAHIL KETURUNAN BAGINDA NABI S.A.W.*


Semua ahli DNA yang mempelajari hasil tes DNA bekerja berdasarkan prinsip ilmiah yang sama, menggunakan sumber pengetahuan yang telah divalidasi melalui penelitian dan teknologi yang berkembang. Dalam konteks haplogroup, para ahli DNA menggunakan pemetaan genetik untuk melacak garis keturunan paternal (garis ayah) yang dapat diidentifikasi berdasarkan mutasi spesifik yang terjadi pada kromosom Y.

*1. Pemahaman Mengenai Haplogroup*
Haplogroup adalah kelompok genetik yang menunjukkan jalur keturunan paternal tertentu. Setiap haplogroup diturunkan dari generasi ke generasi dengan sedikit perubahan, dan dapat dilacak kembali ke nenek moyang yang jauh di masa lalu.
• Haplogroup J1 sering dikaitkan dengan keturunan dari Nabi Ibrahim AS, karena banyak dari komunitas yang mengklaim keturunan Nabi Muhammad SAW, termasuk keturunan raja Yordania, memiliki haplogroup ini.
• Haplogroup G, di sisi lain, berasal dari jalur keturunan paternal yang berbeda. Haplogroup ini sering ditemukan pada populasi di Kaukasus, Asia Barat, dan sebagian Eropa, dan tidak memiliki kaitan langsung dengan haplogroup J1 yang berkaitan dengan keturunan Nabi Ibrahim.

*2. Kebenaran Ilmiah yang Konsisten*
Setiap ahli DNA di seluruh dunia yang memeriksa hasil tes genetik berdasarkan haplogroup akan mencapai kesimpulan yang sama, karena ilmu genetika bersifat universal dan berbasis data empiris. Mereka akan menggunakan basis data genetik global untuk menentukan jalur keturunan seseorang berdasarkan mutasi spesifik yang ada pada kromosom Y.
Artinya, haplogroup G dan haplogroup J1 berasal dari nenek moyang yang berbeda dan tidak mungkin memiliki “kakek bersama” dalam konteks keturunan langsung yang terhubung ke Nabi Ibrahim AS. Kedua haplogroup tersebut tidak mungkin berasal dari jalur keturunan yang sama, karena perbedaan mutasi pada kromosom Y mereka menunjukkan bahwa mereka bercabang dari nenek moyang yang berbeda ribuan tahun yang lalu.

*3. Konsekuensi Ilmiah*
Berdasarkan hasil tes DNA dan pemahaman ilmiah mengenai haplogroup, klaim bahwa seseorang dengan haplogroup G (seperti yang ditemukan pada beberapa individu dari klan Ba'alwi) adalah keturunan Nabi Muhammad SAW menjadi tidak valid, karena Nabi Muhammad SAW, melalui keturunan dari Nabi Ibrahim, berasal dari haplogroup J1.
Dengan demikian, tidak mungkin secara ilmiah bahwa seseorang yang memiliki haplogroup G berasal dari jalur keturunan yang sama dengan Nabi Muhammad SAW atau Nabi Ibrahim AS.

*4. Kesimpulan*
Semua ahli DNA akan mencapai kesimpulan serupa mengenai hasil tes DNA, karena mereka menggunakan sumber ilmu pengetahuan yang sama. Oleh karena itu, haplogroup G tidak mungkin memiliki kakek yang sama dengan haplogroup J1 yang dimiliki oleh keturunan Nabi Ibrahim AS, termasuk Nabi Muhammad SAW.

Senin, 09 September 2024

Penjelasan Mengenai Kriteria Kesholihan dan Dampaknya Terhadap Klaim Klan Ba'alwi:*

*

*1. Definisi Kesholihan dalam Islam*
Kesholihan dalam Islam bukan ditentukan oleh penampilan fisik atau pakaian seseorang, tetapi oleh perbuatan dan akhlak. Ajaran Islam menekankan bahwa karakter dan tindakan individu adalah penentu utama dari kesholihan. Beberapa prinsip penting yang dapat diacu adalah:
• Akhlaq yang Baik: Nabi Muhammad SAW mengajarkan bahwa akhlak yang baik adalah cerminan dari keimanan seseorang. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda:
"Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia."
(HR. Ahmad dan Al-Bukhari)
• Kejujuran: Islam sangat menekankan pentingnya kejujuran sebagai bagian dari akhlak yang baik. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Ankabut: 68:
"Dan siapakah yang lebih dzalim daripada orang yang berdusta terhadap Allah dan mendustakan kebenaran ketika kebenaran itu datang kepadanya?"
• Perbuatan yang Baik: Nabi Muhammad SAW juga menjelaskan bahwa amal perbuatan yang baik adalah tanda dari iman seseorang. Dalam hadis, beliau bersabda:
"Kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Dan kalian tidak dikatakan beriman hingga kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan kepada kalian sesuatu yang jika kalian melakukannya, kalian akan saling mencintai? Sebarkan salam di antara kalian."
(HR. Muslim)

*2. Evaluasi Perilaku Klan Ba'alwi*
Dalam konteks klan Ba'alwi, klaim mereka sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW telah terbukti tidak didukung oleh bukti sejarah dan genetik. Selain itu, beberapa tindakan dan perilaku anggota klan Ba'alwi menimbulkan keraguan mengenai klaim tersebut:
• Pemalsuan dan Kebohongan: Telah ditemukan bukti bahwa klan Ba'alwi terlibat dalam pemalsuan informasi terkait keturunan mereka dan sejarah. Ini termasuk pemalsuan makam dan sejarah, yang bertentangan dengan prinsip kejujuran dan integritas dalam Islam.
• Tindakan Menyimpang: Selain pemalsuan, terdapat juga laporan mengenai perilaku yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, seperti manipulasi nasab dan klaim yang tidak berdasar.

*3. Kritik Terhadap Klaim Klan Ba'alwi*
Dengan adanya bukti bahwa klaim keturunan Nabi Muhammad SAW oleh klan Ba'alwi tidak valid baik dari segi historis maupun genetik, serta perilaku yang bertentangan dengan prinsip-prinsip kejujuran dan akhlak mulia, klaim tersebut menjadi semakin meragukan.
Islam menilai kesholihan bukan hanya dari fisik atau pakaian, tetapi dari perilaku dan perbuatan yang mencerminkan keimanan dan ketakwaan.

*SAAT INI SEMUA HABIB BUKAN ORANG SHOLEH, KARENA MASIH NGAKU SEBAGAI KETURUNAN NABI SAW ,PADAHAL SUDAH TERVERIFIKASI DARI BERBAGAI DISIPLIN ILMU MEREKA BUKAN SEBAGAI KETURUNAN NABI SAW*

Orang yang benar-benar sholeh adalah mereka yang mempraktikkan ajaran Islam secara konsisten, yang mencakup kejujuran, integritas, dan perbuatan baik. Klan ba'alwi berbohong dengan melakukan Klaim sebagai keturunan nabi saw dengan tidak didukung oleh bukti ilmiah, menunjukkan bahwa mereka tidak memenuhi kriteria kesholihan. Sebagai umat Islam, kita diharapkan untuk berpegang pada prinsip-prinsip kejujuran dan memastikan bahwa klaim keturunan atau identitas yang kita terima dan sebarkan adalah berdasarkan bukti yang sahih dan ilmiah (terverifikasi).

*Penjelasan Terperinci Mengenai Status Keturunan Klan Ba'alwi BUKAN KETURUNAN NABI MUHAMMAD S.A.W.:*


*1. Dasar Al-Qur'an dan Hadis*
Al-Qur'an: Dalam QS. Al-Hujurat: 6, Allah SWT menekankan pentingnya verifikasi informasi:
"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kalian seorang fasik membawa berita, maka periksalah dengan teliti, agar kalian tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang mengakibatkan kalian menyesal atas perbuatan kalian itu."
Ayat ini menekankan kewajiban untuk memverifikasi kebenaran informasi sebelum menerimanya.
Hadis: Rasulullah SAW juga mengingatkan tentang pentingnya kejujuran:
"Barang siapa yang menuduh seseorang yang tidak bersalah dengan tuduhan zina atau kafir, maka Allah akan menempatkannya di dalam api neraka sampai dia mendapatkan pengampunan dari orang yang dituduh."
(HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga integritas dan menghindari tuduhan tanpa bukti yang kuat.

*2. Studi Filologi*
Prof. Manachem Ali: Sebagai ahli filologi, Prof. Manachem Ali mengkaji teks-teks sejarah dan genealogis. Penelitian filologi yang dilakukan oleh Prof. Ali dan ulama lain menunjukkan bahwa tidak ada catatan dari abad ke-4 hingga ke-9 H yang menyebutkan klan Ba'alwi sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW. Karya-karya penting seperti:
• "Tabaqat al-Kubra" oleh Ibn Sa'ad
• "al-Burqah al-Musyiqoh" oleh Abu Bakar al-Sakran
Kedua karya ini mencatat garis keturunan Nabi Muhammad SAW, namun tidak mencantumkan klan Ba'alwi dalam daftar keturunan tersebut.

*3. Penelitian Genetik*
Studi Genetik: Penelitian genetik menunjukkan perbedaan yang jelas antara haplogroup yang terkait dengan keturunan Nabi Muhammad SAW dan haplogroup klan Ba'alwi. Raja Yordania, yang diakui sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW, memiliki haplogroup J1. Sebaliknya, klan Ba'alwi memiliki haplogroup G.
Referensi Penelitian Genetik:
• Dr. Sugeng Sugiarto dari BRIN melakukan penelitian yang menunjukkan bahwa haplogroup J1 berhubungan dengan keturunan Nabi Muhammad SAW. Penelitiannya mencatat bahwa haplogroup J1 adalah haplogroup yang secara genetik konsisten dengan keturunan Nabi Muhammad.
• Penelitian internasional mendukung perbedaan ini:
o "The Genetic Legacy of the Mongols" oleh Balaresque et al., yang dipublikasikan di Nature Communications.
o "Genetic Evidence for the Historical Continuity of the Arab People" oleh CinnioฤŸlu et al., yang diterbitkan di Nature.
o "Y-Chromosome descent groups and their relative frequencies among Middle Eastern and North African populations" oleh Zerjal et al., dipublikasikan di Nature.

*4. Pandangan Para Ahli*
Ulama dan Ahli Filologi:
• Prof. Anhar Genggong menekankan pentingnya verifikasi historis dan genetik dalam menentukan keturunan. Beliau menekankan bahwa klaim keturunan harus didasarkan pada bukti yang sahih.
• Dr. Manachem Ali sebagai ahli filologi menggarisbawahi bahwa klaim keturunan harus didukung oleh bukti-bukti historis yang dapat diverifikasi dan tidak hanya berdasarkan pengakuan semata.

*5. Perilaku dan Etika*
Kajian Perilaku: Perilaku dari beberapa anggota klan Ba'alwi telah menimbulkan keraguan lebih lanjut mengenai klaim mereka sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW. Beberapa kasus menunjukkan tindakan dan perilaku yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip etika dan moral yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Hal ini termasuk:
• Kejahatan dan Pemalsuan:
o Kasus-kasus pemalsuan makam dan sejarah yang melibatkan klan Ba'alwi menunjukkan adanya tindakan yang merugikan masyarakat dan bertentangan dengan prinsip-prinsip kejujuran dan integritas dalam Islam.
o Terlibat dalam pemalsuan sejarah Nahdlatul Ulama (NU) dan sejarah bangsa Indonesia yang mengarah pada manipulasi fakta untuk keuntungan pribadi atau kelompok.
• Kegiatan Menyimpang:
o Terlibat dalam kegiatan yang bertentangan dengan syariat Islam dan etika moral, seperti manipulasi nasab dan klaim yang tidak berdasar.
Perilaku semacam ini bertentangan dengan ajaran Islam yang menekankan kebenaran, kejujuran, dan keadilan. Nabi Muhammad SAW sebagai teladan umat Islam mengajarkan nilai-nilai luhur yang harus diikuti oleh keturunannya. Tindakan yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip ini semakin memperkuat keraguan terhadap klaim keturunan klan Ba'alwi.

*6. Kesimpulan*
Berdasarkan bukti dari Al-Qur'an, hadis, studi filologi oleh Prof. Manachem Ali, hasil penelitian genetik oleh Dr. Sugeng Sugiarto, serta studi internasional, klaim bahwa klan Ba'alwi adalah keturunan Nabi Muhammad SAW tidak didukung oleh bukti yang sahih. Selain itu, perilaku yang menyimpang dan kejahatan yang dilakukan oleh beberapa anggota klan Ba'alwi lebih lanjut menambah keraguan mengenai klaim mereka sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW. Dengan adanya perbedaan genetik yang jelas, kurangnya bukti historis yang mendukung klaim tersebut, dan perilaku yang tidak sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad SAW, dapat disimpulkan bahwa klaim keturunan Nabi Muhammad SAW oleh klan Ba'alwi tidak valid.
Referensi Online:
• Nature Communications - The Genetic Legacy of the Mongols
• Nature - Genetic Evidence for the Historical Continuity of the Arab People
• Nature - Y-Chromosome descent groups

Sabtu, 07 September 2024

*KEUTAMAAN MENOLAK NASAB HABIB KLAN BAALAWIY*

https://www.walisongobangkit.com/keutamaan-menolak-nasab-habib-klan-baalawiy/


Dalam polemik bab nasab habib klan ba’alwi seperti saat ini, sebetulnya yang paling aman adalah menggunakan ilmu dan syariat Agama Islam dalam menentukan pilihan, yaitu melakukan IJTIHAD dengan akal pikiran yang sehat dan ilmu yang ilmiah.

Ada mukibin habib yang berkaya, :“ JIKA TERNYATA HABIB ITU BENAR KETURUNAN NABI MUHAMMAD SHALALLAHU ALAIHI WASALLAM BAGAIMANA WAJAHMU DIHADAPAN ALLAH DAN RASULNYA???

Maka saya jawab :

ITU TIDAK MUNGKIN, KARENA Habib Yaman klan ba’alawi bukan dzuriat Baginda Nabi Saw….
NAMUN JIKA ITU TERNYATA TERJADI, SAYA TIDAK KHAWATIR KARENA SAYA TELAH BER IJTIHAD:
IJTIHAD yang dilakukan atas data dan ilmiah, akal pikiran , ilmu dan logika.

Dari disiplin keilmuan filologi, habib tertolak sebagai dzuriat Baginda Nabi Saw terkait 550tahun Ubaidillah tidak tercatat namanya dalam berbagai kitab.
Dari Test YDNA habib Yaman klan baalawi juga hasil test YDNA haplogrupnya G, dimana haplogroup G sudah terbukti bukan dari suku Quraisy ataupun orang arab (suku quraisy memiliki happlogroup YDNA J), kita ketahui bersama bahwa Baginda Nabi Muhammad s.a.w. adalah dari bangsa arab dari suku Quraisy.
Inilah ijtihad…wajah saya dihadapan Allah SWT dan Rasulullah shalallahu alaihi wassalam akan tegak karena telah mengikuti akal pikiran dan ilmu- ilmiah sesuai tuntunan dari Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam.

 

Dalil bahwa IJTIHAD salah tetap mendapat pahala:

Dari Amr Ibnu Al-‘Ash : Bahwa ia mendengar Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

Jika seorang (hakim /penentu keputusan) mengadili dan berijtihad dan ternyata ia benar, maka ia mendapat dua pahala, dan jika seorang hakim mengadili dan berijtihad lantas ia salah, baginya satu pahala.

 

Dalil jika IJTIHAD salah,  tetap diampuni oleh Allah SWT:

Apabila melakukan kesalahan dalam berprsangka NASABNYA tidak tersambung sebagai dzuriyah Rosululloh karena tidak adanya jelasan data , fakta dan DNA- nya yg valid yang sehingga membuatnya tidak bisa mengetahui secara pasti, tidak memiliki konskwensi apapun, bahkan dimaklumi atau dimaafkan atau tidak dibebani dosa, sebagaimana Sabda Rosululloh Saw berikut ini:

“Sesungguhnya Allah menghapuskan dari umatku dosa ketika mereka dalam keadaan keliru, lupa dan dipaksa.” (HR. Ibnu Majah)

Sementara  yang meyaqini bahwa habib yaman kalan baalawi  sebagai keturunan Rosululloh Saw , ternyata keyaqinan penisbatannya salah , maka konskwensinya adalah:  “DILAKNAT OLEH ALLOH SWT DAN TERTOLAK SELURUH AMALIYAHNYA, BAIK WAJIB MAUPUN SUNAHNYA”

Hadist diriwayatkan oleh Imam Muslim dari ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam:

“Barangsiapa yang mengaku ayah kepada selain ayahnya atau bersandar kepada yang bukan walinya, maka laknat Allah, juga para Malaikat dan semua manusia menimpa mereka, dan pada hari Kiamat, Allah tidak akan menerima dari mereka, baik yang fardhu maupun yang sunnah.”

Lihat Shahiih Muslim, kitab al-Hajj, bab Fadhlul Madiinah wa Du’aa’ an-Nabiyyi fiiha bil Barakah (bagian dari hadits no. 467 (1370), II/ 998).

 

*JADI KESIMPULANNYA:*
LEBIH AMAN MENOLAK NASAB HABIB YAMAN BA’ALAWI MELALUI IJTIHAD DENGAN AKAL PIKIR SERTA ILMU-ILMIAH DAN DATA-DATA, karena apabila Ijtihadnya salah kita tidak akan mendapat dosa dan tetap mendapat 1 pahala.
SEDANG para habib yaman klan ba’alwi dan para pembelanya (mukibin) KARENA SALAH MENGAKUI NASAB AYAHNYA HABIB , maka akan dalam satu bagian tempat di dalam LAKNAT-NYA dan tidak akan menerima apapun dari ibadahnya baik yang wajib maupun yang sunnah.

Senin, 02 September 2024

*DEVISI KAJIAN SEJARAH AKAN MENGABARKAN SEKILAS TENTANG MASALAH NASAB DAN SEJARAH KLAN BA'4LWI, MONGGO DI BACA SAMPAI TUNTAS*


 BAHTSUL MASAIL TENTANG NASAB HABIB BA’ALWI (draf)__Tempat (planing) : Gedung PBNU Pusat

DESKRIPSI MASALAH

Hampir dua tahun ini, media sosial diramaikan oleh diskursus tentang nasab para habib di Indonesia yang berasal dari Klan Ba’alwi. Diskursus itu dipicu oleh sebuah “tesis” seorang ulama asal Banten yang bernama K.H. Imaduddin Utsman al Bantani yang menyatakan bahwa nasab mereka kepada Nabi Muhammad SAW terbukti sebagai nasab yang “batilun”, “maudu’un” munqati’un” (batal, palsu dan terputus).  

Majalah berita mingguan TEMPO, dalam  edisi liputan khusus ‘;Idul Fitri 1445 H, mengangkat isu ini dalam salah satu judul bagian kontroversi “Penelitian Imaduddin Utsman mengungkap dugaan terputusnya nasab habib di Indonesia”.

Klan Ba’alwi sendiri berasal dari Tarim, Hadramaut, Yaman. Sebagian dari mereka bermigrasi secara masiv  ke Indonesia pada sekitar tahun 1880 sampai tahun 1943 M (Jajat Burhanuddin, 2022).  

Dalam hubungan sosial kemasyarakatan dan keagamaan,  mereka mengaku sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW  dengan sebutan “habib”. 

Dalam literature kitab-kitab karya ulama mereka, hubungan kekerabatan nasab mereka dengan Nabi Muhammad SAW itu diperoleh melalui jalur Ahmad bin ‘Isa (w. 345 H. ?) bin Muhammad al-Naqib bin ‘Ali al-‘Uraidi bin Ja’far al-Sadiq bin Muhmmad al-Baqir bin ‘Ali Zainal ‘Abidin bin Husain bin Fatimah binti Nabi Muhammad SAW.  Ahmad bin Isa sendiri telah terkonfirmasi dalam kitab-kitab nasab mu’tabar sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW.

Untuk klaimnya tersebut,  setelah 550 tahun wafatnya Ahmad bin Isa, mereka menulis banyak kitab-kitab mulai dari abad sembilan sampai abad kelimabelas Hijriah tentang historiografi sejarah ketokohan dan nasab leluhur mereka.  

Ulama klan Ba’alwi yang pertama menulis historiografi tersebut adalah Ali bin Abubakar al Sakran (w.895 H.) dalam kitabnya yang berjudul “Al Burqat al Musyiqat”, dilanjutkan oleh Abubakar bin Abdullah al Idrus (w.914 H.) dalam kitabnya “Al Juz’ al Latif”  dan Muhammad Ali Khirid Ba’alwi (w.960 H.) dalam kitabnya “Al Gurar”. 

Dalam kitab-kitab (sumber internal) tersebut mereka menyatakan bahwa Ahmad bin Isa “hijrah” (pindah) dari Bashrah ke Hadramaut tahun 317 H, sehingga ia dikenal dengan gelar “al-muhajir” (orang yang berpindah).  Ahmad bin Isa, menurut mereka, adalah seorang “imam” yang wafat dan dimakamkan di Hadramaut. 

Mereka juga menyatakan bahwa leluhur mereka yang bernama ‘Ubaidillah (w. 383 H.) adalah seorang “imam” dan ulama yang merupakan salah satu dari anak Ahmad bin Isa. 

Adapun silsilah lengkap nasab Ali bin Abubakar al Sakran sampai Ahmad bin Isa, sebagaimana yang ditulis oleh yang bersangkutan dalam “Al Burqat” adalah: Ali (w. 895 H.) bin Abubakar al Sakran bin Abdurrahman Assegaf bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali bin Alwi Al Gayyur bin Muhammad (Faqih Muqoddam) bin Ali bin Muhammad (Sahib Mirbat) bin Ali Khaliqosam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah (w. 383 H.)  “bin” Ahmad bin Isa (w. 345 H.) (Al Burqat h. 148-149).

Menurut Kiai Imad, klaim-klaim yang dinyatakan ulama ulama Ba'alwi itu tidak berdasar referensi apapun. Ahmad bin Isa tidak terkonfirmasi dalam kitab- kitab abad empat sampai kedelapan  Hijriah berhijrah ke Hadramaut; begitupula ia tidak terkonfirmasi dalam kitab-kitab abad keempat sampai delapan Hijriah bergelar "al Muhajir" dan wafat serta  dimakamkan di Hadramaut; seperti juga ia tidak terkonfirmasi kitab abad keempat sampai delapan  Hijriah ia mempunyai anak bernama Ubaidillah.

Menurut Kiai Imad, pengakuan itu baru muncul pada abad kesembilan Hijriah diplopori oleh Ali bin Abubakar al Sakran yang wafat tahun 895 H. Menurut Kiai Imad, pengakuan keluarga Ba'alwi sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW itu tertolak karena pengakuan itu tidak terkonfirmasi sumber-sumber sejarah sebelumnya.

Diskursus itu semakin meluas ketika seorang ahli biologi yang bekerja di Badan Riset dan Inovasi Nasional yang bernama DR. Sugeng Pondang Sugiharto menyatakan bahwa dari 180 orang klan Ba’alwi yang telah melakukan uji tes DNA, hasil mereka menunjukan bahwa mereka tidak terkonfirmasi secara genetic sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW. Menurut DR Sugeng, jangankan sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW, klan Ba’alwi ini tidak terkonfirmasi sebagai keturunan Arab garis Nabi Ibrahim AS.

PERTANYAAN:

1. Adakah kitab abad keempat sampai delapan Hijriah yang menyatakan bahwa Ahmad bin Isa berhijrah ke Hadramaut?
2. Adakah kitab abad keempat sampai abad ke delapan Hijriah yang menyatakan bahwa Ahmad bin Isa bergelar Al Muhajir?
3. Adakah kitab abad keempat sampai kedelapan Hijriah yang menyatakan bahwa Ahmad bin Isa wafat dan dimakamkan di Hadramaut?
4. Adakah kitab abad keempat sampai kedelapan  Hijriah yang menyatakan bahwa Ubaidillah adalah salah satu anak dari Ahmad bin Isa?
5. Benarkah hasil tes DNA Klan Ba’alwi (habib) terbukti bukan keturunan Nabi Muhammad SAW?
6. Apa hukum penggunaan tes DNA dalam memvalidasi nasab menurut hukum Islam?

DRAFT JAWABAN BAHTSUL MASA’IL TENTANG NASAB BA’ALWI

1. Adakah kitab abad keempat sampai delapan Hijriah yang menyatakan bahwa Ahmad bin Isa berhijrah ke Hadramaut?

Tidak ada kitab-kitab nasab dan sejarah yang sezaman atau yang paling dekat masanya dengan Ahmad bin ‘Isa sampai abad ke delapan Hijriah yang mengkonfirmasi bahwa Ahmad bin ‘Isa pernah ke Hadramaut,  apalagi hijrah untuk menetap di sana. ‘Ali bin Abu Bakar al-Sakran (w.895 H.), adalah ulama dari klan Ba’alwi yang pertama secara formal menulis bahwa Ahmad bin ‘Isa hijrah dari Basrah ke Hadramaut (Al Burqat h. 131) tanpa referensi. 

Ahmad bin Isa tereportase berada di Madinah tahun 234 H di sebuah kampung bernama “Surya” oleh seorang ulama bernama Abu Ja’far Muhammad bin al-Hasan al-Tusi (w. 460 H.) dalam kitabnya “Al-Gaybah”. 

165ุนู†ู‡ ุนู† ุงุญู…ุฏ ุจู† ุนูŠุณู‰ ุงู„ุนู„ูˆูŠ ู…ู† ูˆู„ุฏ ุนู„ูŠ ุจู† ุฌุนูุฑ ู‚ุงู„: ุฏุฎู„ุช ุนู„ู‰ ุงุจูŠ ุงู„ุญุณู† ุนู„ูŠู‡ ุงู„ุณู„ุงู… ุจุตุฑูŠุง ูุณู„ู…ู†ุง ุนู„ูŠู‡ ูุฅุฐุง ู†ุญู† ุจุฃุจูŠ ุฌุนูุฑ ูˆุงุจูŠ ู…ุญู…ุฏ ู‚ุฏ ุฏุฎู„ุง ูู‚ู…ู†ุง ุงู„ู‰ ุงุจูŠ ุฌุนูุฑ ู„ู†ุณู„ู… ุนู„ูŠู‡ ูู‚ุงู„ ุงุจูˆ ุงู„ุญุณู† ุนู„ูŠู‡ ุงู„ุณู„ุงู… ู„ูŠุณ ู‡ุฐุง ุตุงุญุจูƒู… ุนู„ูŠูƒู… ุจุตุงุญุจูƒู… ูˆุงุดุงุฑ ุงู„ู‰ ุงุจูŠ ู…ุญู…ุฏ ุนู„ูŠู‡ ุงู„ุณู„ุงู… 

Terjemah:
“165-Diriwayatkan darinya (Sa’ad bin Abdullah), dari Ahmad bin ‘Isa al-Alwi, dari keturunan ‘Ali bin Ja’far, ia berkata: ‘Aku menemui ‘Ali Abul Hasan, alaihissalam, di Surya, maka kami mengucapkan salam kepadanya, kemudian kami bertemu Abi Ja’far dan Abi Muhammad, keduanya telah masuk, maka kami berdiri untuk Abi Ja’far untuk mengucapkan salam kepadanya, kemudian Abul Hasan, alalihislam, berkata: ‘Bukan dia sohibmu (pemimpinmu), perhatikanlah pemimpinmu, dan ia mengisaratkan kepada Abi Muhammad, alaihissalam”.

Dari riwayat di atas, kita dapat menyimpulkan beberapa hal: pertama bahwa Ahmad bin ‘Isa adalah seorang “syi’iy imamiy” (orang Syi’ah Imamiyah). Sulit sekali untuk dimengerti dan diterima logika, seorang Syi’ah Imamiyah seperti Ahmad bin ‘Isa, kemudian ia hijrah ke Hadramaut yang ketika itu dikuasai oleh kaum Ibadiyah  yang anti terhadap Syi’ah.  ; kedua, Ahmad bin ‘Isa berada di Kota Madinah pada tahun 234 H sekitar umur 20 tahun. Dari situ, historiografi ulama Ba’alwi menghadapi kontradiksi dilihat dari urutan tahun yang mereka ciptakan. Misalnya, Ba’alwi  mencatat,  bahwa tahun hijrah Ahmad bin ‘Isa ke Hadramaut adalah tahun 317 Hijriah (Al Gurar h. 96), dan tahun wafatnya adalah tahun 345 Hijriah (Al Masyra’ al Rawi Juz 1 h. 249). Jika Ahmad bin ‘Isa, pada tahun 234 H. berumur 20 tahun, maka berarti ketika hijrah itu ia telah berumur  103 tahun, dan ketika wafat ia telah berumur 131 tahun. Sangat janggal, ada seseorang yang sudah tua renta yang berumur 103 tahun berpindah dari Basrah ke Hadramaut dengan jarak lebih dari 2000 km. seperti juga sangat kecil kemungkinan ada orang yang bisa mencapai usia 131 tahun. 

KESIMPULAN:  
TIDAK ADA KITAB-KITAB ABAD KEEMPAT SAMPAI KEDELAPAN YANG MENYATAKAN AHMAD BIN ISA PINDAH KE HADRAMAUT.

KRONOLOGI NARASI BA’ALWI BAHWA AHMAD BIN ISA HIJRAH DARI BASRAH KE YAMAN:

1) Mengira bahwa Ahmad bin Isa bin Muhammad al Naqib ada di Basrah. Padahal yang di Basrah itu adalah Ahmad bin Isa bin Zaid bukan Ahmad bin Isa bin Muhammad al Naqib.
2) Mendompleng sejarah Bani Ahdal yang disebut Al Janadi (w. 732 H.) dalam kitab Al Suluk bahwa leluhurnya yang bernama Muhammad bin Sulaiman berhijrah dari Irak ke Yaman  (Al Suluk juz 2 h. 360). lalu Ba’alwi menyatakan bahwa leluhur mereka Ahmad bin Isa ikut berhijrah ke Yaman bersama Muhammad bin Sulaiman itu.  
3) Dalam kitab  keluarga Ba’alwi Al Gurar (h. 98) karya Muhammad Ali Khirid (w. 960 H.)  dan kitab keluarga Al Ahdal yaitu Tuhfat al Zaman (juz 2 h. 238)  karya Husain Al Ahdal (w.855 H.) disebut antara Muhammad bin Sulaiman dan Ahmad bin Isa adalah saudara kandung atau saudara sepupu. Berarti ayah atau kakeknya harusnya sama. Tetapi hari ini silsilah Ba’alwi dan Al Ahdal berbeda beda. Ba’alwi menulis Alwi bin Ubed bin Ahmad bin Isa terus sampai ke Ali Al Uraidi; sedangkan Al Ahdal menulis silsilahnya Muhammad bin Sulaiman bin Ubed bin Isa bin  Alwi terus sampai ke Musa al Kadzim. Tidak ketemu satu kakek.bagaimana dua orang bersaudara garis laki tapi kakeknya tidak sama?

2. Adakah kitab abad keempat sampai abad ke delapan Hijriah yang menyatakan bahwa Ahmad bin Isa bergelar Al Muhajir?

Tidak ada kitab abad ke-empat sampai kedelapan yang menyebut Ahmad bin Isa bergelar “Al Muhajir”. Gelar yang ditulis oleh kitab-kitab nasab untuk Ahmad bin Isa adalah “Al Abah” dan “Al Naffat”. penyebutan pertama dari keluarga Ba’alwi untuk Ahmad bin ‘Isa dengan sebutan “Al-muhajir” dilakukan oleh Ahmad bin Zein al-Habsyi (w.1144 H.) ulama abad ke duabelas Hijriah dalam kitab “Syarh al ‘Ainiyyah” (h.129)..  Jadi, gelar itu disematkan kepadanya setelah 799 tahun, dihitung mulai dari wafatnya Ahmad bin ‘Isa sampai wafatnya Ahmad bin Zein al-Habsy. 

Perhatikan redaksi Al-Ubaidili (w.437 H.) dalam kitab “Tahdzib al Ansab”  di bawah ini:

ูˆุงุญู…ุฏ ุจู† ุนูŠุณู‰ ุงู„ู†ู‚ูŠุจ ุจู† ู…ุญู…ุฏ ุจู† ุนู„ูŠ ุงู„ุนุฑูŠุถูŠ ูŠู„ู‚ุจ ุงู„ู†ูุงุท 

Terjemah:
“Dan Ahmad bin ‘Isa al-Naqib bin Muhammad bin ‘Ali al-Uraidi, diberi gelar ‘al-Naffat’” (Tahdzib al Ansab, h.176)

Perhatikan pula redaksi Al Umari (w.490 H.) dalam kitab “Al Majdi” di bawah ini:

ูˆุฃุญู…ุฏ ุงุจูˆ ุงู„ู‚ุงุณู… ุงู„ุงุจุญ ุงู„ู…ุนุฑูˆู ุจุงู„ู†ูุงุท ู„ุงู†ู‡ ูƒุงู† ูŠุชุฌุฑ ุงู„ู†ูุท ู„ู‡ ุจู‚ูŠุฉ ุจุจุบุฏุงุฏ ู…ู† ุงู„ุญุณู† ุงุจูŠ ู…ุญู…ุฏ ุงู„ุฏู„ุงู„ ุนู„ู‰ ุงู„ุฏูˆุฑ ุจุจุบุฏุงุฏ ุฑุฃูŠุชู‡ ู…ุงุช ุจุฃุฎุฑู‡ ุจุจุบุฏุงุฏ ุจู† ู…ุญู…ุฏ ุจู† ุนู„ูŠ ุจู† ู…ุญู…ุฏ ุจู† ุฃุญู…ุฏ ุจู† ุนูŠุณู‰ ุจู† ู…ุญู…ุฏ ุจู† ุงู„ุนุฑูŠุถูŠ .

Terjemah:
“Dan Ahmad Abul Qasim al-Abh yang dikenal dengan “al-naffat” karena ia berdagang minyak nafat (sejenis minyak tanah), ia mempunyai keturunan di bagdad dari Al-Hasan Abu Muhammad al-Dalal Aladdauri di Bagdad, aku melihatnya (Al-Hasan) wafat diakhir umurnya di Bagdad, ia (Al-Hasan) anak dari Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad bin Ahmad bin ‘Isa bin Muhammad (al-Naqib) bin (‘Ali) al-Uraidi.” (Al Majdi: 337)

3. Adakah kitab abad keempat sampai kedelapan Hijriah yang menyatakan bahwa Ahmad bin Isa wafat dan dimakamkan di Hadramaut?

Tidak ada kitab sejarah dan kitab nasab yang menyatakan Ahmad bin Isa wafat dan dimakamkan di Hadramaut. Al-Janadi (w.732) dalam kitab Al Suluk tidak merekam adanya makam Ahmad bin ‘Isa, padahal ia sejarawan yang rajin mencatat nama-nama makam yang diziarahi dan dianggap berkah. Artinya pada tahun 732 H. itu, makam Ahmad bin ‘Isa belum dikenal (dibaca ‘tidak ada’) seperti saat ini. 

berita makam Ahmad bin Isa terdapat di Hadramaut itu baru dicatat abad kesepuluh oleh Bamakhramah (w.947 H.) dalam kitabnya “Qiladat al Nahar”. Bamakhramah pula menyebutkan bahwa makam itu diyakini ada di sana karena Abdurrahman Asegaf dulu berziarah di tempat itu berdasar cahaya yang terlihat memancar (Qiladat al Nahr, juz 2 h. 618). Jadi jelas makam yang sekarang dianggap makam Ahmad bin Isa itu adalah makam yang baru dibangun sekitar abad sembilan Hijriah.

ูˆุชูˆููŠ ุงุญู…ุฏ ุงู„ู…ุฐูƒูˆุฑ ุจุงู„ุญุณูŠุณุฉ ุงู„ู…ุฐูƒูˆุฑุฉ ูˆู‚ุจุฑู‡ ููŠ ุดุนุจู‡ุง ู‚ุงู„ ุงู„ุฎุทูŠุจ ูˆูƒุงู† ูŠุฑู‰ ุนู„ ุงู„ู…ูˆุถุน ุงู„ุฐูŠ ูŠุดุงุฑ ุงู„ูŠู‡ ุงู† ู‚ุจุฑู‡ ุงู„ุดุฑูŠู ููŠู‡ ุงู„ู†ูˆุฑ ุงู„ุนุธูŠู… ูˆูƒุงู† ุดูŠุฎู†ุง ุงู„ุนุงุฑู ุจุงู„ู„ู‡  ุนุจุฏ ุงู„ุฑุญู…ู† ุจู† ุงู„ุดูŠุฎ  ู…ุญู…ุฏ ุจู† ุนู„ูŠ ุนู„ูˆูŠ ูŠุฒูˆุฑู‡ ููŠ ุฐุงู„ูƒ ุงู„ู…ูƒุงู† 
Terjemah:
“Dan Ahmad tersebut wafat di Husaisah yang telah disebut. Dan makamnya di Syi’b Husaisah. Dilihat cahaya agung dari tempat yang diisyarahkan bahwa tempat itu adalah quburnya (Ahmad bin ‘Isa) yang mulia. Dan guru kami, Al-Arif Billah Abdurrahman bin Syekh  Muhammad bin ‘Ali Alwi,  berziarah ditempat itu.”  (Qiladat al Nahr: juz 2 h. 681)

4. Adakah kitab abad keempat sampai kedelapan  Hijriah yang menyatakan bahwa Ubaidillah adalah salah satu anak dari Ahmad bin Isa?

Ahmad bin ‘Isa (w. 345 H.(?) dalam catatan kitab-kitab nasab yang paling dekat masanya dengannya, tidak mempunyai anak bernama Ubaidillah.  Adapun kitab-kitab yang mengkonfirmasi bahwa Ahmad bin ‘Isa tidak mempunyai anak bernama Ubaidillah/Abdullah adalah: 

 Pertama, Kitab Tahdib al- Ansab wa Nihayat al-Alqab  yang dikarang Al-Ubaidili (w.437 H.). Ketika ia  menyebut  keturunan ‘Ali al- Uraidi, Al-Ubaidili tidak menyebut nama Ubaidillah sebagai anak Ahmad bin ‘Isa.  Ia hanya menyebutkan satu anak dari Ahmad bin ‘Isa, yaitu Muhammad. Kutipan dari kitab tersebut seperti berikut ini:

ูˆุงุญู…ุฏ ุจู† ุนูŠุณู‰ ุงู„ู†ู‚ูŠุจ ุจู† ู…ุญู…ุฏ ุจู† ุนู„ูŠ ุงู„ุนุฑูŠุถูŠ ูŠู„ู‚ุจ ุงู„ู†ูุงุท ู…ู† ูˆู„ุฏู‡ ุงุจูˆ ุฌุนูุฑ (ุงู„ุงุนู…ู‰) ู…ุญู…ุฏ ุจู† ุนู„ูŠ ุจู† ู…ุญู…ุฏ ุจู† ุฃุญู…ุฏ ، ุนู…ูŠ ููŠ ุขุฎุฑ ุนู…ุฑู‡ ูˆุงู†ุญุฏุฑ ุงู„ู‰ ุงู„ุจุตุฑุฉ ูˆุงู‚ุงู… ุจู‡ุง ูˆู…ุงุช ุจู‡ุง ูˆู„ู‡ ุงูˆู„ุงุฏ ูˆุฃุฎูˆู‡ ุจุงู„ุฌุจู„ ู„ู‡ ุงูˆู„ุงุฏ. 
Terjemah:
“Dan Ahmad bin ‘Isa al-Naqib bin Muhammad bin ‘Ali al-Uraidi,  diberikan gelar Al-Naffat, sebagian dari keturunannya adalah Abu Ja’far (al-A’ma: yang buta) Muhammad bin ‘Ali bn Muhammad bin Ahmad, ia buta di akhir hayatnya, ia pergi ke Basrah menetap dan wafat di sana. Dan ia mempunyai anak. Saudaranya di Al-Jabal (gunung) juga mempunyai anak.” (Tahdzib al Ansab, h. 176)
 
Kedua, Kitab Al-Majdi fi Ansab al-Talibiyin  karya Sayyid Syarif Najmuddin ‘Ali bin Muhammad al-Umari al-Nassabah ) (w.490 H.). dalam kitab itu ia menyebutkan,  bahwa di antara keturunan  Ahmad bin ‘Isa ada di Bagdad,  yaitu dari Al-Hasan Abu Muhammad al-Dallal Aladdauri bin Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad bin Ahmad bin ‘Isa. Sama seperti Al-Ubaidili, Al-Umari hanya menyebutkan satu anak saja dari Ahmad bin ‘Isa. Kutipan lengkapnya seperti di bawah ini:

ูˆุฃุญู…ุฏ ุงุจูˆ ุงู„ู‚ุงุณู… ุงู„ุงุจุญ ุงู„ู…ุนุฑูˆู ุจุงู„ู†ูุงุท ู„ุงู†ู‡ ูƒุงู† ูŠุชุฌุฑ ุงู„ู†ูุท ู„ู‡ ุจู‚ูŠุฉ ุจุจุบุฏุงุฏ ู…ู† ุงู„ุญุณู† ุงุจูŠ ู…ุญู…ุฏ ุงู„ุฏู„ุงู„ ุนู„ู‰ ุงู„ุฏูˆุฑ ุจุจุบุฏุงุฏ ุฑุฃูŠุชู‡ ู…ุงุช ุจุฃุฎุฑู‡ ุจุจุบุฏุงุฏ ุจู† ู…ุญู…ุฏ ุจู† ุนู„ูŠ ุจู† ู…ุญู…ุฏ ุจู† ุฃุญู…ุฏ ุจู† ุนูŠุณู‰ ุจู† ู…ุญู…ุฏ ุจู† ุงู„ุนุฑูŠุถูŠ. 
Terjemah:
“Dan Ahmad Abul Qasim al-Abah yang dikenal dengan “al-Naffat” karena ia berdagang minyak nafat (sejenis minyak tanah), ia mempunyai keturunan di bagdad dari al-Hasan Abu Muhammad ad-Dalal Aladdauri di Bagdad, aku melihatnya wafat diakhir umurnya di Bagdad, ia anak dari Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad bin Ahmad bin ‘Isa bin Muhammad (an-Naqib) bin (‘Ali) al-Uraidi.” (Al Majdi, h. 377)

Ketiga, Kitab  Muntaqilat al- Talibiyah  karya Abu Ismail Ibrahim  bin Nasir ibnu Tobatoba (w.400 an H.), yaitu sebuah kitab yang menerangkan tentang daerah-daerah lokasi perpindahan para keturunan Abi Talib. Dalam kitab itu disebutkan,  bahwa keturunan Abi Talib yang ada di Roy adalah Muhammad bin Ahmad al-Naffat. 

(ุจุงู„ุฑูŠ) ู…ุญู…ุฏ ุจู† ุงุญู…ุฏ ุงู„ู†ูุงุท ุงุจู† ุนูŠุณู‰ ุจู† ู…ุญู…ุฏ ุงู„ุงูƒุจุฑ ุงุจู† ุนู„ูŠ ุงู„ุนุฑูŠุถูŠ ุนู‚ุจู‡ ู…ุญู…ุฏ ูˆุนู„ูŠ ูˆุงู„ุญุณูŠู†.
Terjemah:
“Di Kota Roy, (ada keturunan Abu Talib bernama) Muhammad bin Ahmad an-Naffat bin ‘Isa bin Muhammad al-Akbar bin ‘Ali al-Uraidi. Keturunannya (Muhammad bin Ahmad) ada tiga: Muhammad, ‘Ali dan Husain.” (Muntaqilat al Talibiyah, h.160)
  
Kitab Al-Syajarah al-Mubarakah  karya Imam Al-Fakhrurazi (w.606 H.), kitab itu selesai ditulis pada tahun 597 Hijriah, dalam kitab itu Imam Al-Fakhrurazi  menyatakan dengan tegas bahwa Ahmad bin ‘Isa tidak mempunyai anak bernama Ubaidillah. Kutipan dari kitab itu sebagai berikut:

ุฃู…ุง ุฃุญู…ุฏ ุงู„ุงุจุญ ูุนู‚ุจู‡ ู…ู† ุซู„ุงุซุฉ ุจู†ูŠู†: ู…ุญู…ุฏ ุงุจูˆ ุฌุนูุฑ ุจุงู„ุฑูŠ، ูˆุนู„ูŠ ุจุงู„ุฑู…ู„ุฉ، ูˆุญุณูŠู† ุนู‚ุจู‡ ุจู†ูŠุณุงุจูˆุฑ.

Terjemah:
“Adapun Ahmad al-Abh,  maka anaknya yang berketurunan ada tiga: Muhammad Abu ja’far yang berada di kota Roy, ‘Ali yang berada di Ramallah, dan Husain yang keturunanya ada di Na’Isaburi.” (Al Syajarah al Mubarakah, h. 111)

Dari kutipan di atas,  Imam Al-Fakhrurazi tegas menyebutkan bahwa Ahmad al-Abh bin ‘Isa  keturunannya hanya dari   tiga anak,  yaitu:  Muhammad, ‘Ali dan Husain. Tidak ada anak bernama Ubaidilah atau Abdullah, baik yang berketurunan, maupun tidak.. Ia menyebutkan jumlah anak Ahmad bin ‘Isa dengan menggunakan  “jumlah ismiyah” (proposisi dalam Bahasa Arab yang disusun menggunakan kalimat isim  atau kata benda) yang menunjukan “hasr” (terbatas hanya pada yang disebutkan). Para ahli nasab mempunyai kaidah-kaidah khusus dalam ilmu nasab, diantaranya, jika menulis dengan “jumlah fi’liyah”  (proposisi Bahasa Arab yang disusun dengan menggunakan kalimat fi’il atau kata kerja) misalnya dengan lafadz    ุฃَุนْู‚َุจَ ู…ู† ุซู„ุงุซุฉ (ia berketurunan  dari tiga anak), maka maksudnya jumlah anak yang dipunyai tidak terbatas kepada  bilangan yag disebutkan, masih ada anak yang tidak disebutkan karena suatu hal. Tetapi jika menggunakan “jumlah ismiyah” seperti kalimat kitab Al-Syajarah al-Mubarakah itu, maka maksudnya adalah jumlah anak yang berketurunan hanya terbatas kepada bilangan yang disebutkan. Syekh Mahdi al-Raja’iy dalam kitabnya Al-Mu’qibun mengatakan:

ูˆู…ู† ุฐุงู„ูƒ ุงุฐุง ู‚ุงู„ูˆุง ุบู‚ุจู‡ ู…ู† ูู„ุงู† ุงูˆ ุงู„ุนู‚ุจ ู…ู† ูู„ุงู† ูุงู†ู‡ ูŠุฏู„ ุนู„ู‰ ุงู† ุนู‚ุจู‡ ู…ู†ุญุตุฑ ููŠู‡ ูˆู‚ูˆู„ู‡ู… ุฃุนู‚ุจ ู…ู† ูู„ุงู† ูุงู† ูŠุฏู„ ุนู„ู‰ ุงู† ุนู‚ุจู‡ ู„ูŠุณ ุจู…ู†ุญุตุฑ ููŠู‡
Terjemah:
“Dan sebagian dari istilah para ahli nasab adalah apabila mereka berkata ‘’aqibuhu min fulan’ (keturunannya dari si fulan) atau ‘al-‘al-aqbu min fulan’ (keturunan(nya) dari si fulan) maka itu menunjukan bahwa bahwa anaknya yang berketurunan terbatas kepada anak  itu; dan ucapan ahli nasab ‘a’qoba min fulan’ maka itu menunjukan bahwa sesungguhnya anaknya yang berketurunan tidak terbatas pada anak (yang disebutkan) itu.” (Al Mu’qibun, h. 14)

Imam al-Fakhrurazi, penulis kitab Al-Syajarah al-Mubarokah  tinggal di Kota Roy, Iran, di mana di sana banyak keturunan Ahmad bin ‘Isa dari jalur Muhammad Abu Ja’far, tentunya informasi tentang berapa anak yang dimiliki oleh Ahmad bin ‘Isa,  ia dapatkan secara valid dari keturunan Ahmad yang tinggal di Kota Roy. Sampai pengarang kitab ini wafat tahun 606 Hijriah, sudah 261 tahun dihitung mulai dari wafatnya Ahmad bin ‘Isa, tidak ada riwayat, tidak ada kisah, tidak ada kabar bahwa Ahmad bin ‘Isa pernah punya anak yang bernama Ubaidillah dan cucu yang bernama Alwi. 

Kitab Al-Fakhri  fi Ansabitalibin  karya Azizuddin Abu Tolib Ismail bin Husain al-Marwazi (w.614 H.) menyebutkan yang sama seperti kitab-kitab abad kelima, yaitu hanya menyebutkan satu jalur keturunan Ahmad bin ‘Isa yaitu dari jalur Muhammad bin Ahmad bin ‘Isa. Adapun kutipan lengkapnya adalah:

ู…ู†ู‡ู… ุฃุจูˆ ุฌุนูุฑ ุงู„ุงุนู…ู‰ ู…ุญู…ุฏ ุจู† ุนู„ูŠ ุจู† ู…ุญู…ุฏ ุจู† ุงุญู…ุฏ ุงู„ุงุจุญ ู„ู‡ ุงูˆู„ุงุฏ ุจุงู„ุจุตุฑุฉ ูˆุงุฎูˆู‡ ููŠ ุงู„ุฌุจู„ ุจู‚ู… ู„ู‡ ุงูˆู„ุงุฏ
Terjemah:
“Sebagian dari mereka (keturunan ‘Isa al-Naqib) adalah Abu Ja’far al-a’ma (yang buta) Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad bin Ahmad al-Abh, ia punya anak di Basrah, dan saudaranya di ‘Al Jabal” di Kota Qum, ia punya anak.” (Al Fakhri, h. 30)

Kitab Al-Asili fi Ansabittholibiyin  karya Shofiyuddin Muhammad ibnu al-Toqtoqi al-Hasani (w.709 H.) menyebutkan satu sampel jalur keturunan Ahmad bin ‘Isa yaitu melalui anaknya yang bernama Muhammad bin Ahmad  bin ‘Isa. Kutipan lengkapnya seperti berikut ini: 

ูˆู…ู† ุนู‚ุจ ุฃุญู…ุฏ ุจู† ุนูŠุณู‰ ุงู„ู†ู‚ูŠุจ ุงู„ุญุณู† ุจู† ุงุจูŠ ุณู‡ู„ ุฃุญู…ุฏ ุจู† ุนู„ูŠ ุจู† ุงุจูŠ ุฌุนูุฑ ู…ุญู…ุฏ ุจู† ุฃุญู…ุฏ 
Terjemah:
“Dan dari keturunan Ahmad bin ‘Isa an-Naqib adalah al-Hasan bin Abi Sahal Ahmad bin ‘Ali bin Abi Ja’far Muhammad bin Ahmad.” (Al Ashili, 212)

Kitab Al-Sabat al Musan  karya Ibn al- A’raj al-Husaini (w.787 H.) ia mengatakan bahwa sebagian anak Ahmad bin ‘Isa adalah Muhammad. Ia tidak menyebut ada anak Ahmad bin ‘Isa yang bernama Ubaidillah atau Abdullah. Lihat kutipan di bawah ini:

ูˆุงู…ุง ุงุญู…ุฏ  ูุฃุนู‚ุจ ูˆูƒุงู† ู…ู† ูˆู„ุฏู‡ ุงุจูˆ ู…ุญู…ุฏ ุงู„ุญุณู† ุงู„ุฏู„ุงู„ ุจุจุบุฏุงุฏ ุฑุขู‡ ุดูŠุฎู†ุง ุงู„ุนู…ุฑูŠ ุจุจุบุฏุงุฏ ูˆู‡ูˆ ู…ุงุช ุจุฃุฎุฑู‡ ุจุจุบุฏุงุฏ ูˆู‡ูˆ ุจู† ู…ุญู…ุฏ ุจู† ุนู„ูŠ ุจู† ู…ุญู…ุฏ ุจู† ุฃุญู…ุฏ ุจู† ุนูŠุณู‰ ุงู„ุฑูˆู…ูŠ ูˆูƒุงู† ู„ู‡ ุงูˆู„ุงุฏ ู…ู†ู‡ู… ุงุจูˆ ุงู„ู‚ุงุณู… ุงุญู…ุฏ ุงู„ุงุดุฌ ุงู„ู…ุนุฑูˆู ุจุงู„ู†ูุงุท...
Terjemah:
“Dan adapun Ahmad, maka ia berketurunan dan dari keturunannya adalah Abu Muhammad al Hasan al-Dallal di Bagdad, guruku al-Umari melihatnya di Bagdad, dan ia meninggal di Bagdad, ia adalah putra Muhammad bin ‘Ali bin