Oleh: Dr. Muhammad Saeful Kurniawan, MA
Beberapa tahun yang lalu , ada salah satu santri yang menjadi buronan karena melakukan pesta seks saat kelulusan disekolahnya. Tak ayal, hal itu menggemparkan dunia pesantren yang notabenenya belajar ilmu agama.
Konon santri itu, kabur menuju pulau Dewata Bali sambil mencari mata pencaharian disana. Setelah beberapa tahun lamanya, santri tesebut sowan diam diam pada kyainya agar tidak diketahui pihak berwajib tentu dengan salam tempel yang jumlahnya fantastis terlebih saat kepesantren ia mengendarai roda empat sembari kyai tersebut berbisik pada saya,
"Alhamdulillah, santri saya itu dapat barokah soalnya dulu hanya mengendarai sepeda motor kali ini ia sudah mengendarai roda empat." Bisiknya pada saya.
Naluri keilmuan saya terusik pada waktu itu. Masa iya keberkahan ilmu hanya bisa diukur dengan banyaknya finansial. Pada kesempatan ini, saya ingin menuangkan tulisan tentang barokah sebagaimana yang disampaikan adik kelas saya program Pascasarjana UIN Maliki Malang almarhum KH. Thohir pengasuh pondok pesantren Bata-Bata Madura. Menurutnya, ilmu barokah itu tidak bisa diukur dengan dunia tetapi sejauh mana ia mengamalkan ilmunya dengan tulus ikhlas. Tidak sedikit, usai pulang dari pesantren hidupnya bergelimang harta tapi ujung ujungnya ditangkap KPK. Sebaliknya, ada alumni pesantren mata pencahariannya hanya sebagai buruh tani namun konsisten mengamalkan ilmunya.
Allah telah membagi kehidupan di antara mereka di dunia ini, kenyataan adanya berkah atau barokah atas sesuatu di dunia ini adalah jelas sekali di dalam Al-Qur’an maupun hadits Nabi Muhammad SAW. Dalam Al-Qur’an yang menjelaskan kebenaran adanya berkah, tidak kurang dari 100 ayat terdapat di dalam Al-Qur’an, dan tidak sedikit pula jumlah hadits yang menerangkan tentang berkah.
Allah berfirman dalam surat Al-A’raf, ayat 96:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى أَمَنُوا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَاْلأَرْضِ
Artinya: Jikalau sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.
Allah juga membedakan pemberian kepada para mahkluk-Nya, seperti daya fikir, nalar, rizki dan lain sebagainya agar sebagian dari mereka dapat berguna untuk yang lain dalam melakukan pekerjaan mereka, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Zukhruf, ayat 32:
نَحْنُ قَسَمْنَا بَينَهُمْ مَعِيْشَتَهُمْ فِى الْحَيَاِة الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْزِيًّا
Artinya: Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat menggunakan sebagian yang lain.
Menurut ayat di atas, Allah memberi keistimewaan pada setiap individu/ manusia berupa bisa memberikan unsur berkah, karena diyakini mempunyai keutamaan dan kedekatan dengan Allah SWT. Meskipun demikian, tetap diyakini bahwa mereka tidak dapat menarik manfaat atau menolak madarat kecuali dengan izin Allah.
Sebenarnya sangat banyak dalil yang menyatakan adanya berkah, sebagaimana di atas telah dikemukakan bahwa ayat yang berkaitan dengan berkah sebenarnya banyak sekali terdapat dalam Al-Qur’an. Demikian juga tidak sedikit hadis Nabi yang menerangkan tentang adanya berkah. Kalau diteliti lebih dalam, maka hadits yang membincangkan berkah mencapai ratusan seperti: berkah yang terdapat dalam makanan, tempat, benda, ibadah, dan sebagainya.
Dalam Al-Qur’an maupun hadits bahwa berkah itu ada. Hal ini hanya dapat dirasakan oleh orang-orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah dan Rasulullah. Berbeda dengan kalangan yang menganut mazhab empirisme (pembuktian secara indrawi), mereka tak akan mampu menemukan esensi dan hakikat berkah.
Tetapi anehnya mereka mempercayai penuh adanya vitamin dalam ilmu kedokteran. Mereka percaya bahwa vitamin A terletak dalam tumbuh-tumbuhan yang hijau, vitamin B terletak dalam hati dan susu, vitamin C terletak dalam buah jeruk, sirup, vitamin D terletak dalam minyak ikan dan seterusnya, masing-masing vitamin ini oleh mereka diketahui pula kegunaannya.
Artinya, kalangan empiris hanya dapat memberikan jawaban bahwa vitamin itu ada sebab bisa dilihat dari manfaat dan kegunaannya. Contoh lain, keberadaan sinyal ponsel dan udara yang tidak memiliki bentuk tapi keberadaannya bisa dirasakan dan memberikan manfaat bagi keberlangsungan hidup di dunia ini.
Artinya, keberkahan ilmu itu tidak nampak kelihatan tapi bisa ditasakan. Bukan ilmu barokah namanya jika saat ini mencapai puncak kariernya tapi dengan cara menelikung teman dan rekan sejawatnya. Yakinlah, hidupnya akan dihantui rasa ketidaknyamanan dan ketidaktenangan karena sudah berbuat jahat pada orang lain. Nilai keberkahan itu identik dengan ketenangan dan kenyamanan hidup bukan kekayaan dan jabatan hidup.
Salam akal sehat, Prajekan, 31 Juli 2024
Tidak ada komentar:
Posting Komentar