Oleh: Dr. Muhammad Saeful Kurniawan, MA
Kemarin saya melakukan riset ilmiah dengan menemui bapak Budi Santoso, S. Pd informan inti yang notabenenya putra kedua bapak Basyir Prajekan Kidul korban keganasan penjajah Belanda yang masih hidup. Hasil interview kemarin tentang peristiwa gerbong maut sebagai berikut.
Saat tentara Belanda dikalahkan tentara Jepang, pabrik Gula Prajekan dijadikan markas mereka. Ketika itu, tentara jepang mencari dan merekrut pemuda yang masih muda beliau masuk dikesatuanya untuk dilatih militer tujuannya untuk memerangi tentara Belanda.
Prajekan Kidul ada seorang pemuda yang memenuhi kriteria kesatuan jepang direkrut didalamnya namanya Basyir. Setelah beberapa kali ikut pelatihan, ia dinyatakan lulus dan mendapat tugas sebagai agen intelejen dimana tugas pokok dan fungsi (tupoksi) nya memata-matai gerak gerik pasukan Belanda diatas menara. Disana ia diberi fasilitas komunikasi telfon untuk menghubungi pihak tentara jepang jika ada gerakan yang mencurigainya.
Namun, hal itu tidak seberapa lama karena tentara jepang bertekuk lutut dan menyerah tanpa syarat pada pihak sekutu pada saat terjadinya Bom Atom di Hiroshima dan Nagasaki Jepang. Semenjak tentara jepang kalah dan pulang kenegaranya, tentara sekutu mulai merangsek ke Prajekan melalui pantai pasir putih.
Sedangkan pasukan dari pemuda Indonesia besutan tentara Jepang kembali lagi berbaur ke masyarakat. Tidak begitu lama kemudian, Basyir muda direkrut kedalam jajaran Peta (pembela tanah air). Sejak itu, ia nomaden tinggal lagi dirumahnya Prajekan Kidul melainkan pindah pindah dari satu tempat ke tempat lain sesuai perintah atasan.
Pada suatu ketika, Basyir muda mendapat tugas perintah dari atasnya untuk mengantarkan sepucuk surat untuk rekan rekan seperjuangannya di daerah Prajekan. Usai mengantarkan surat tersebut, ia mampir terlebih dahulu kerumah orang tuanya untuk sekedar melampiaskan rindunya pada kampung halamannya yang sekian lama ditinggalkannya. Dirumah itu, hanya tinggal seorang perempuan paruh baya sebagai bibinya yang menempati rumahnya sejak kedua orang tuanya meninggal dunia.
Rupanya kedatangan Basyir muda diketahui oleh mata mata Belanda yang kemudian melaporkan keberadaannya pada markas Belanda di Pabrik Gula Prajekan.
Tentu saja, laporan ini merupakan informasi berharga bagi Belanda. Tak pelak, Belanda meresponnya dengan sigap dan tanggap dengan mengirim beberapa kompi pasukannya menggerebek dan melakukan pagar betis area rumah Basir muda.
Tentu saja, kedatangan pasukan Belanda tersebut membuat kaget dia dan iapun tidak bisa berkutik dan menyerah pada tentara Belanda.
Ia diseret kemarkas Belanda dimasukkan keruang tahanan bersama pejuang lainnya. Selama dalam tahanan, ia bersama rekan rekan seperjuangannya mengalami siksaan psikis dan fisik diantaranya menurut keterangan informan dari putranya, bapak Budi Santoso yang bersangkutan mengalami siksaan yang sangat mengerikan sekali berupa di strum sehingga tiap hari ia dan rekan seperjuangan menjerit kesakitan.
Tidak lama kemudian, akhirnya Basyir muda dan rekan seperjuangannya dipindah ke penjara Bondowoso. Nasibnya selama disana, tidak lebih baik dengan saat dipenjara Prajekan, konon siksaanya lebih inten dan ganas lagi.
Di penjara Bondowoso, Basyir muda hanya sebentar saja lalu kemudian tentara Belanda memindahkan Basyir muda dan rekan rekannya sejumlah kurang lebih seratus orang dipindah kepenjara Surabaya melalui tiga gerbong kereta api.
Gerbong pertama merupakan gerbong yang bagus karena eksterior dan interior gerbongnya bagus tidak ada celah sedikitpun lubang udara masuk sehingga tahanan digerbong itu diyakini meninggal dunia semua. Giliran gerbong kedua ada celah lubang satu sehingga ada udara masuk kedalam. Konon tahanan yang berada dalam gerbong itu separuh meninggal dunia dan separuh lagi hidup. Dan Basyir muda berada digerbong ini dan termasuk salah satu tahanan yang masih hidup. Sedangkan gerbong ketiga, gerbongnya rusak dimana ada banyak celah lubang sehingga menjadi fentilasi udara. Dengan kondisi gerbong yang rusak itu, kondisi para tahanan bisa bernafas dan menghirup udara dari luar sehingga semua tahan yang berada dalam gerbong ini dinyatakan hidup semua. Peristiwa ini, dikenal dan populer dengan sebutan Peristiwa Gerbong Maut Bondowoso.
Peristiwa Gerbong Maut adalah peristiwa pemindahan 100 pejuang Indonesia yang ditawan Belanda dari Bondowoso ke Surabaya menggunakan tiga gerbong kereta api yang tertutup rapat. Pemindahan ini dilakukan oleh tentara Belanda dengan mengabaikan keselamatan jiwa tawanan perang sehingga 46 pejuang gugur kehabisan udara dan terpanggang dalam gerbong yang sesak. Dalam pertempuran antara pasukan RI dan Belanda semasa Agresi Militer Belanda I, tidak sedikit pejuang republik yang tertangkap. Sebagian tertangkap saat bertempur, sebagian lagi tertangkap karena dikhianati bangsa sendiri yang menjadi antek Belanda. Salah satu penjara yang digunakan untuk menahan pejuang-pejuang yang tertangkap itu adalah penjara Bondowoso.
Pada tanggal 22 November 100, pejuang republik yang ditahan di penjara Bondowoso dipersiapkan untuk dipindahkan ke Surabaya. Keesokan harinya, pada pukul 05.15 para pejuang ini disuruh berbaris di depan penjara Bondowoso dalam empat banjar. Mereka kemudian diperintahkan berjalan ke stasiun kereta api Bondowoso. Sesampainya di sana, 100 pejuang itu dimasukkan ke dalam tiga gerbong barang dengan pembagian sebagai berikut: Gerbong pertama yang terletak paling depan dengan nomor GR.5769 diisi 32 orang pejuang, gerbong kedua dengan nomor GR.4416 diisi 30 orang, dan gerbong ketiga dengan nomor GR.10152 diisi 38 orang. Gerbong-gerbong itu kemudian ditutup rapat dan digembok dari luar oleh pasukan Belanda. Kereta berangkat dari stasiun Bondowoso menuju Surabaya pada pukul 07.30 (Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, 1978: 222).
Di sepanjang perjalanan, teriakan minta air terdengar dari dalam ketiga gerbong itu. Gerbong-gerbong itu terbuat dari bahan seng, sehingga menyerap panas siang hari. Ditambah lagi gerbong yang sempit dan diisi berjejal dengan manusia itu tidak memiliki ventilasi yang baik, sehingga oksigen di dalam gerbong menjadi terbatas. Namun demikian, teriakan minta tolong itu tidak digubris oleh pasukan Belanda yang memang tidak peduli dengan keselamatan para pejuang (Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, 1978: 223).
Setelah kurang lebih dua belas jam perjalanan, pada pukul 19.15, kereta tiba di stasiun Wonokromo Surabaya. Gembok gerbong tawanan dibuka dan terlihatlah keadaan yang memilukan. Di gerbong pertama, seluruh tawanan ditemukan dalam keadaan hidup namun lemas dan tidak berdaya. Di gerbong kedua keadaan lebih parah dengan delapan orang pejuang gugur. Keadaan paling mengenaskan terjadi di gerbong ketiga, seluruh tawanan ditemukan dalam keaadaan meninggal dalam kondisi kulit seperti terbakar (Lapian 1996: 68-69). Total pejuang yang gugur ada 46 orang. Dalam keadaan yang lemas tawanan yang masih hidup kemudian diperintahkan untuk mengeluarkan rekannya yang meninggal. Setelah itu tawanan yang masih hidup dimasukkan ke kamp Bubutan (Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, 1978: 223-224).
Peristiwa ini penting dalam sejarah Indonesia untuk mengingat besarnya jasa para pejuang dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Selain itu, peristiwa ini juga menunjukkan betapa dalam perang manusia dapat bertindak dengan kejam. Musuh dapat bertindak di luar perikemanusiaan dan bangsa sendiri pun dapat berkhianat terhadap perjuangan saudara sebangsanya.
Semoga torehan catatan kecil ini, bisa memberi edukasi pada rakyat Indonesia terutama masyarakat Prajekan khususnya tempat tinggal penulis saat ini agar supaya bisa mengambil ibrahnya yang tersirat dalam peristiwa tersebut. Harapannya, tulisan nantinya dapat dituangkan dalam buku alfakir bersama pahlawan lainnya yang asli Prajekan yang bernama Santawi yang mana kuburannya ada dua makam. Satu ada di area makam pahlawan Bondowoso dan satunya berada diarea pemakaman umum Prajekan Lor berdampingan dengan makan bapak mertua saya disana. Ini butuh riset mendalam, makam mana yang betul betul makamnya pahlawan Santawi itu? Ini perlu dijawab dengan ilmiah bukan sekedar polemik cerita rakyat yang bertebaran dari satu telinga ke telinga lainnya sehingga sejarahnya tidak jelas. Mohon doanya, semoga alfakir bisa mengungkap kebenaran itu. Tentu semoga bersama dengan Maunah dan Inayah serta Ridho Allah SWT. Amin.
Prajekan, 25 Juli 2024
Tidak ada komentar:
Posting Komentar