Malik Bin Dinar sebelum bertaubat adalah Raja maksiat, semua maksiat yang ada di muka bumi ini kalau di tanyakan ke Malik Bin Dinar pasti dijawab, “sudah”.
Suatu ketika orang bertanya kepadanya, bagaimana ia dapat mengubah kelakuannya yang buruk itu?. Pada mulanya Malik enggan memberitahu, tetapi setelah didesak beberapa kali, dia pun setuju menceritakan kisah dirinya.
Menurutnya, dulu dia seorang satpam atau penjaga keamanan di pasar. Kehidupannya dimulai dengan kesia-siaan, mabuk-mabukan, maksiat, berbuat dhalim kepada manusia, memakan hak manusia, memakan riba dan memukuli manusia,. Ia lakukan segala kedhaliman, tidak ada satu maksiat pun melainkan ia telah melakukannya.
Malik sungguh sangat jahat hingga manusia tidak menghargainya karena kebejatannya. Malik Bin Dinar RA, Menurutku: “suatu waktu, akau merindukan pernikahan dan memiliki anak. Aku pun menikah dan dikaruniai seorang puteri yang kuberi nama Fathimah. Aku sangat mencintainya. Setiap kali dia bertambah besar, bertambahlah pula keimanan didalam hatiku dan semakin sedikit maksiat di dalam hatiku.
Pernah suatu ketika Fathimah melihatku memegang segelas khamar, diapun mendekat kepadaku dan menyingkirkan gelas tersebut hingga tumpah mengenai bajuku. Saat itu umurnya belum genap dua tahun.
Seakan-akan Allah swt lah yang mendorong melakukan hal tersebut.
Setiap kali ia bertambah besar, semakin bertambah pula keimanan di dalam hatiku. Setiap kali aku mendekatkan diri kepada Allah swt selangkah, setiap kali itu pula aku menjauhi maksiat sedikit demi sedikit. Hingga usia Fathimah genap tiga tahun, saat itulah Fathimah meninggal.
Aku pun berubah menjadi orang yang lebih buruk dari sebelumnya. Aku belum memiliki sikap sabar yang ada pada diri seorang mukmin yang dapat menguatkanku di atas cobaan musibah. Kembalilah aku menjadi lebih buruk dari sebelumnya. Setanpun mempermainkanku, hingga datang suatu hari, setan kepadaku: “sungguh hari ini engkau akan mabuk-mabukan dengan yang belum pernah engku lakukan sebelumnya.”
Aku bertekad untuk mabuk dan meminum khamar sepanjang malam.
Aku minum, minum dan minum. Aku lihat diriku telah terlempar di dalam mimpi.
Di alam mimpi tersebut aku melihat hari kiamat.
Matahari telah gelap, lautan telah berubah menjadi api, dan bumi pun telah bergoncang. Manusia berkumpul pada hari kiamat. Manusia dalam keadaan berkelompok-kelompok. Sementara aku berada di antara manusia, mendengar seorang penyeru memanggil. “Fulan bin fulan, kemari! Mari menghadap al-Jabbar.” Aku melihat si fulan tersebut berubah wajahnya menjadi sangat hitam karena sangat ketakutan. Sampai aku mendengar seorang penyeru menyeru namaku, “Mari menghadap al-Jabbar!”
Kemudian hilanglah seluruh manusia dari sekitarku, seakan-akan tidak ada seorangpun di padang Mashsyar. Aku melihat seekor ular besar yang ganas lagi kuat merayap megejar ke arahku dengan membuka mulutnya. Aku pun lari karena sangat ketakutan. Lalu aku mendapati seorang laki-laki tua yang lemah.
Aku berkata, “ Hai, selamatkanlah aku dari ular ini!” dia menjawab “ Wahai anakku aku lemah, aku tak mampu, akan tetapi larilah kearah ini mudah-mudahan engkau selamat!”Aku pun berlari kearah yang ditujukan.
Tiba-tiba aku mendapati api dihadapanku. Akupun berkata, “Apakah aku melarikan diri dari seekor ular untuk menjatuhkan diri kedalam api?”
Akupun kembali berlari dengan cepat sementara ular tersebut semakin dekat. Aku kembali kepada lelaki tua yang lemah tersebut dan berkata, “Demi Allah, wajib atasmu menolong dan menyelamatkanku.”
Dia menangis karena iba dengan keadaanku seraya berkata, “Aku lemah sebagimana engkau lihat, aku tidak mampu melakukan sesuatu pun, akan tetapi larilah kearah gunung tersebut mudah-mudahan engkau selamat.
Aku berlari menuju gunung tersebut sementara ular akan memakanku. Aku melihat di atas gunung terdapat anak kecil dan aku mendengar semua anak tersebut berteriak, “Wahai Fathimah tolonglah ayahmu, tolonglah ayahmu”.Aku mengetahui bahwa dia putriku.
Aku pun berbahagia bahwa aku mempunyai seorang putri yang meninggal pada usia tiga tahun yang akan menyelamatkanku dari situasi tersebut. Dia pun memegangku dengan tangan kanannya, dan mengusir ular dengan tangan kirinya sementara aku seperti mayat karena sangat ketakutan.
Dia duduk di pangkuanku sebagimana dulu di dunia.
Dia berkata kepadaku, “Wahai ayah, belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah.”
Kujawab, “Wahai putriku, beritahukanlah kepadaku tentang ular itu,”
Dia berkata, “itu adalah amal keburukanmu, engkau rela membesarkan dan menumbuhkannya hingga hampir memakanmu.
Tidakkah engkau tahu wahai ayah, bahwa amal di dunia akan dirupakan menjadi sosok bentuk pada hari kiamat? Dan lelaki yang lemah tersebut adalah amal shalihmu, engkau telah melemahkannya hingga dia menangis karena kondisimu dan tidak mampu melakukan seuatu untuk membantu kondisimu.
Seandainya engkau tidak melahirkanku, dan seandainya saja tidak mati saat masih kecil, tidak akan ada yang bisa memberikan manfaat kepadamu.”
Dia berkata,”Aku terbangun dari tidurku dan berteriak : Wahai Rabbku, sudah saatnya wahai rabbku, ya ‘belumkah datang waktunya bagiku orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah.”
Lantasan aku mandi dan keluar untuk melaksanakan shalat shubuh dan ingin segera bertaubat dan kembali kepada Allah swt.
Itulah kisah tobat Malik Bin Dinar RA, yang beliau kemudian menjadi salah seorang imam generasi tabi’in dan termasuk ulama Basrah, dia terkenal dalam hidupnya sebagai ulama yang selalu menangis sepanjang malam memohon ampunan kepada Allah swt.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar