MUTIARA ILMU

Senin, 31 Maret 2025

FILOSOFI GURU NGAJI ALIF





Oleh: Dr. Muhammad Saeful Kurniawan, MA



Saat lebaran tiba, orang yang saya kunjungi dan sungkemi sebelum yang lain adalah kedua orang tua dan guru ngaji Alif. Terus terang orang yang pertama kali mengenalkan saya tentang huruf Alif, Ba', dan Ta' adalah guru ngaji  saya yang bernama almukarram ustadz Bunasin. 

Well, sebagai bentuk penghormatan dan tanda terima kasih kepada beliau setiap lebaran tiba saya selalu sowan dan silaturahim (main tellas) kedalemnya bersama keluarga. Pasalnya, beliaulah yang menanamkan ilmu al-Qur'an dasar dalam jiwa saya sehingga kemudian dengan bekal ilmu itu bisa mengembangkan disiplin ilmu al-Qur'an yang lain yang lebih tinggi bahkan tidak hanya itu, sebab barokah ilmu al-Qur'an yang beliau tancapkan dalam jiwa, mampu menghantarkan saya mengkhatamkan puluhan bahkan ratusan judul kitab tafsir diberbagai pondok pesantren di nusantara ini. Tidak hanya itu, dengan bekal ilmu al-Qur'an yang beliau berikan itu, saya dapat menuangkan ilmu tersebut kedalam bentuk tulisan baik jurnal ilmiah, skripsi, tesis, disertasi dan 120 buku yang sudah terbit ber-ISBN.

Tak heran, jika saat sidang promosi doktor di Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Batu Malang beliau bersama keluarga besarnya saya undang menghadiri promosi doktor saya sekaligus minta doanya agar diberikan kemampuan dalam menjawab semua pertanyaan para guru besar dan profesor. Sengaja saya sediakan kendaraan khusus untuk beliau agar tidak merepotkan selama dalam perjalanan. Itu salah satu bentuk penghormatan dan penghargaan saya terhadap guru ngaji tidak hanya sebatas memberi zakat fitrah saat lebaran saja.

Mengutip tulisan Suyitman yang mengatakan bahwa KURIKULUM merdeka baru saja diresmikan sebagai kurikulum nasional. Sejak pertama diluncurkan tahun 2022, sampai saat ini tercatat sudah 300 ribu satuan pendidikan yang telah menerapkan kurikulum merdeka secara sukarela. Hasilnya terjadi peningkatan pada kualitas pembelajaran yang berdampak pada peningkatan kompetensi literasi, numerasi, dan karakter peserta didik. Kompetensi tersebut merupakan kecakapan yang dibutuhkan peserta didik di masa yang akan datang.

Kurikulum merdeka berusaha menjawab tantangan dunia pendidikan dalam menghadapi perubahan peradaban. Arnold J. Toynbee, sejarawan Inggris, mengatakan bahwa peradaban manusia lahir mengikuti teori “challenge and respond.” Budaya muncul karena tantangan dan respon antara manusia dan alam sekitarnya sehingga melahirkan peradaban baru. Peradaban manusia bersifat siklus yang berputar, melingkar, dan berulang.

Apa yang terjadi saat ini memiliki kesamaan dengan apa yang terjadi pada zaman dahulu. Akibatnya batas-batas kehidupan primitif, tradisional, dan modern menjadi kabur. Sesuatu yang dianggap tradisional, bisa jadi akan dinilai modern pada masa yang akan datang. Begitu juga sebaliknya.

Fenomena tersebut terjadi pada implementasi kurikulum merdeka dalam sistem pendidikan Indonesia saat ini. Kurikulum merdeka lahir dari kurikulum darurat yang diterapkan saat pandemi Covid-19. Ternyata kurikulum darurat mampu mengurangi learning loss dalam pembelajaran masa pandemi.  

Berhikmah dari Nasionalisme-nya Orwell
Dari 31,5% sekolah yang menggunakan kurikulum darurat dapat mengurangi dampak pandemi sebesar 73% untuk kemampuan literasi dan 86% dalam numerasi. Kurikulum merdeka akan diberlakukan kepada semua sekolah atau madrasah pada tahun pelajaran 2024/2025. Saat ini sekolah atau madrasah dapat memilih untuk menerapkan Kurikulum 2013 atau kurikulum merdeka.

Salah satu konsep baru dalam kurikulum merdeka adalah adanya pembelajaran berdiferensiasi yakni pembelajaran yang memperhatikan tingkat kesiapan, minat, dan gaya belajar peserta didik. Pembelajaran berdiferensiasi juga dapat dilakukan dengan menciptakan lingkungan belajar yang memperhatikan kebutuhan setiap peserta didik.

Ide pembelajaran berdiferensiasi diinisiasi oleh Carol A. Tomlinson Tahun 1995 dalam buku “How to Differentiate Instruction in Mixed Ability Classrooms.” Namun jika ditelisik lebih jauh, pembelajaran berdiferensiasi sudah lama diterapkan dalam pembelajaran di masjid atau mushola atau sudah diterapkan oleh “guru ngaji.” Hal ini dapat dilihat dari beberapa prinsip pembelajaran diferensiasi yang sudah diterapkan oleh guru ngaji.

Pertama, Differentiated instruction is proactive. Guru mengasumsikan bahwa di dalam kelas peserta didik memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Oleh karena itu guru harus merencanakan berbagai skenario pembelajaran sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Telah lama guru ngaji menerapkan prinsip ini.

Meski tidak tertulis, guru ngaji telah memiliki rencana pembelajaran sesuai dengan kebutuhan santri. Anak yang belum mampu membaca al-Quran akan belajar huruf hijaiyah, mulai dari mengenal huruf hijaiyah terpisah, bersambung, berharakat, hingga bersambung dan berharakat. Setelah itu, anak-anak akan belajar membaca surat-surat pendek dan al-Quran. Guru ngaji mengorganisir perbedaan kebutuhan anak-anak di dalam satu proses pembelajaran di dalam kelas atau halaqah yang sama.

Kedua, differentiated instruction is more qualitative than quantitative. Pembelajaran berdiferensiasi bukan berarti satu siswa mendapatkan banyak tugas dan siswa lainnya mengerjakan sedikit tugas. Tugas yang diberikan kepada siswa disesuaikan dengan kebutuhannya. Siswa yang telah menguasai satu kompetensi maka mereka melanjutkan mempelajari kompetensi berikutnya.

Prinsip ini juga telah diterapkan oleh guru ngaji. Kedalaman materi yang dipelajari setiap anak berbeda-beda tergantung kecepatannya dalam menguasai satu materi. Bisa terjadi dalam satu kesempatan, seorang anak akan belajar membaca puluhan ayat al-Quran, sedangkan anak yang lain hanya belajar satu ayat saja.

Ketiga, differentiated Instruction is rooted in assessment. Penilaian bukan hanya terjadi di akhir pembelajaran, tapi terintegrasi dalam proses pembelajaran. Guru memanfaatkan setiap kesempatan untuk mengetahui ketercapaian siswa. Penilaian pun dilakukan dengan berbagai teknik untuk memastikan bahwa siswa telah mencapai kompetensinya.

Begitu juga dengan guru ngaji. Dalam setiap pertemuan terjadi proses penilaian. Jika dalam waktu tertentu, anak belum menguasai materi, maka materi itu akan diulang pada pertemuan berikutnya. Sedangkan anak yang sudah menguasai materi akan melanjutkan materi berikutnya.

Keempat, differentiated instruction is student centered. Pembelajaran berdiferensiasi dilaksanakan berdasarkan premis bahwa pengalaman belajar akan lebih efektif ketika peserta didik terlibat dalam pembelajaran, menarik, dan relevan bagi peserta didik. Guru memberikan pembelajaran yang menantang kepada semua siswa sesuai dengan kebutuhannya.

Dalam praktik mengaji, guru ngaji telah melibatkan setiap anak sesuai dengan kompetensi yang harus dikuasai. Prinsip ini membuat anak bertanggung jawab dan terikat terhadap proses pembelajaran.

Kelima, differentiated instruction is “organic.” Pembelajaran bersifat evolusioner dan dinamis. Guru dan siswa belajar bersama sebagai satu kesatuan. Guru belajar bagaimana siswa dapat menguasai materi yang telah dikuasai guru. Sedangkan siswa belajar bagaimana menguasai materi pembelajaran. Begitu juga dalam praktik mengaji. Guru ngaji yang telah menguasai materi, senantiasa belajar bagaimana anak dapat menguasai materi mengaji.

Selain kelima prinsip tersebut, asesmen kurikulum merdeka yang meliputi formatif dan sumatif pun telah dilaksanakan oleh guru ngaji. Ketika ada anak yang hendak datang mengaji, guru ngaji selalu bertanya: “Ngajinya sudah sampai mana?” Jika anak belum pernah mengaji, maka dia akan belajar dari mengenal huruf hijaiyah. Jika anak sudah mulai membaca juz amma atau yang lainnya, maka guru ngaji akan melakukan tes untuk mengukur kemampuan anak.

Apa yang dilakukan guru ngaji merupakan salah satu bentuk asesmen awal sebagai bagian dari asesmen formatif. Hasil dari asesmen awal akan menentukan materi apa yang akan dipelajari anak. Asesmen formatif dan sumatif dilakukan guru ngaji setiap saat ketika anak mengaji. Asesmen formatif dan sumatif terintegrasi dalam setiap pertemuan.

Meskipun kurikulum merdeka memiliki beberapa kesamaan prinsip “guru ngaji.” Tetapi sistem pembelajaran “guru ngaji” tentu berbeda dengan sistem pendidikan di sekolah atau madrasah. Guru ngaji menyelenggarakan sistem pendidikan yang sederhana sebagai bagian dari pendidikan informal. Sedangkan sekolah/madrasah terikat pada sistem dan aturan yang berlaku. Kapan saja guru ngaji dapat menerima anak baru, sedangkan lembaga pendidikan terikat dengan masa penerimaan peserta didik baru.

Walaupun demikian, filosofi guru ngaji dapat menjadi referensi bagaimana mengimplementasikan kurikulum merdeka dalam pembelajaran. Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menyempurnakan filosofi guru ngaji dalam kurikulum merdeka antara lain: Pertama, differentiated instruction provides multiple approaches to content, process, and product. Dalam setiap kelas tentu terdiri dari berbagai macam anak dengan minat dan gaya belajar yang berbeda. Oleh karena itu, guru harus menyiapkan konten, proses, dan produk yang bervariasi.

Peserta didik dengan gaya auditori mengandalkan belajar dengan mendengar, visual fokus pada penglihatan, dan kinestetik melibatkan gerakan. Dalam kurikulum merdeka ketiga gaya belajar ini harus diakomodir guru dengan menyiapkan konten atau materi yang bersifat auditory, visual, dan kinestetik. Begitu juga dalam proses dan produk pembelajaran. Sedangkan dalam mengaji, ketiga gaya belajar ini kurang begitu diperhatikan.

Kedua, differentiated instruction is a blend of whole-class, group, and individual instruction. Pembelajaran berdiferensiasi menerapkan kombinasi penerapan pembelajaran individual, kelompok, dan seluruh kelas atau klasikal. Pembelajaran individu dilakukan sesuai kebutuhan dan ketertarikan siswa.

Pembelajaran kelompok dilakukan dalam bentuk tugas-tugas kelompok yang sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai. Sedangkan pembelajaran klasikal diterapkan untuk ketika guru dan semua peserta didik memulai eksplorasi topik atau tema, berbagi informasi bersama, tanya jawab, dan review atau refleksi pembelajaran.

Konsep pembelajaran berdiferensiasi dan filosofi guru mengaji bersifat komplementer sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Guru dapat berimprovisasi untuk melahirkan pembelajaran yang bermakna dan bermanfaat sesuai tantangan zamannya.

Apapun pendekatan dan metode pembelajaran, baik berdiferensiasi dan “guru ngaji” lahir sebagai respon atas tantangan zaman. “Sebuah peradaban lahir karena berhasil menanggapi tantangan yang muncul. Peradaban itu hancur ketika tidak mampu mengatasi tantangannya,” Arnold J Toynbee

Oleh sebab itu, hemat saya orang yang disebut dengan guru tanpa jasa adalah guru ngaji yang ikhlas tanpa sertifikasi yang hanya tulus ikhlas mengharap Ridha ilahi.


Salam akal sehat, Koncer Kidul, 31 Maret 2025