MUTIARA ILMU

Jumat, 30 Mei 2025

Ngaji Secarik Manuskrip Walisongo


_"Bismillahirrahmanirrahim. 
Puniko sejarah ing kanjeng gusti kito Muhammad Rasulullah Saw. Ingkang nedak maring Suhunan Ainul Yaqin ing Giri. Tatkala amejang int saleluhure. Kanjeng Pangeran Kalijaha lan Pangeran Bonang lan Kyai Saluki. Ingkang amarek alon2 ne naliko geguneman ing nyataning ilmu syari'at, lan ilmu thoriqoh, lam ilmu hakikat, lan ilmu ma'rifat. Sesampune tutuk ingkang primbake sing papat marang ilmu petang perkoro moko tetakon matur kanjeng suhunan ing Kalijaga mengkene pituturipun. Nyatahaken kadyo pundi pramilo tuwan sholat dumatenging kakbatullah kang ing saben dinten Jum'at. Kados pundi pepeko tuwan iku. Monko nuntun angendiko Kanjeng Suhunan Ainul Yaqin ing Giri Maring Kanjeng Suhunan Ing Kalijaga. Ingsun tedak saking wong agung Rasulullah Saw. Mongko nuntun angendiko malih Kanjeng Suhunan Ainul Yaqin ing Giri marang Kyai Saluki sarto kinersaaken ing anurut ing runtute saleluhure tumeko maring runtute anak putu"_

Yang bisa kita petik dalam Manuskrip ini adalah 

1. WALISONGO ILMUNYA MUMPUNI 
Seorang penyebar agama haruslah mumpuni dalam ilmu pengetahuan, seperti halnya Walisongo yang menguasai ilmu Syari'at, Thoriqoh, Ma'rifat, dan Hakikat. Agar mampu menghadapi masyarakat yang penuh warna dan problematika.

2. WALISONGO SUKA DISKUSI
Cara pendidikan agama yang diterapkan Walisongo adalah dengan cara Halaqah yaitu duduk melingkar untuk mendiskusikan sesuatu. Seperti halnya yang terjadi pada Sunan Giri, Sunan Kalijaga, Pangeran Bonang, & Kyai Saluki. Cara ini sangatlah efektif untuk meningkatkan kemampuan belajar.

3. WALISONGO MEMPUNYAI KAROMAH TAPI DIBICARAKAN DALAM KEADAAN TERTUTUP
Tidak banyak yang tahu jika ternyata Sunan Giri setiap Jum'at bisa melakukan sholat di Mekkah di Kakbatullah. Seandainya Sunan Kalijaga tidak bertanya dan kalian tidak membaca Manuskrip ini mustahil Karomah Walisongo diketahui khalayak. Ini adalah bentuk adab agar keistimewaan yang diberikan Allah kepada kekasihnya cukup diketahui dalam lingkup khalayak kecil bukan diwah-wahkan karena khawatir menjadi fitnah.

4. WALISONGO MEMPUNYAI KETURUNAN RASULULLAH SAW
Ketika Sunan Kalijaga apa sebabnya Sunan Giri bisa sholat Jum'at ke Mekkah ?, Sunan Giri menjawab bahwa dirinya adalah keturunan Rasulullah Saw. Ini bukan main-main, memang betul Walisongo adalah keturunan Rasulullah Saw akan tetapi Walisongo datang ke Jawa bukan untuk mempopulerkan nasabnya, bukan pula membawa identitas nasabnya sebagai keturunan Rasulullah. Akan tetapi Walisongo datang ke tanah Jawa untuk merobithohkan keilmuan dan etika. Sebab itulah ada oknum yang meragukan bahwa Walisongo adalah keturunan Rasulullah, bahkan mengatakan Walisongo mandul. 

5. WALISONGO MEMPUNYAI MUNSIB (PENCATAT NASAB)
Syekh Saluki adalah orang pertama yang mendapatkan amanah dari Kanjeng Sunan Giri untuk menulis keturunannya. Syekh Saluki adalah putra dari Raden Fadhol Ali Murtadho. Syekh Saluki juga merupakan menantu dari Kanjeng Sunan Ampel. Syekh Saluki dimakamkan di Wilangan Nganjuk. Sebagai Munsib Pertama Walisongo, Syekh Saluki menghabiskan hidupnya untuk mencatat nama anak-anak dan cucu Walisongo sampai akhirnya kemudian dilanjutkan oleh murid-muridnya salah satu diantaranya adalah Bhujuk Aji Gunung.


Ditulis Oleh
Moch Ishlah H Al Qirthosi Al Qudusi Al Hasani
Pengurus BAKORDA NAAT PUSAT
Ketua Kajian Sejarah PWI Nganjuk

Al Qirthosi karena dibesarkan di Kertosono Nganjuk
Al Qudusi karena keturunan Sunan Kudus

Kamis, 22 Mei 2025

Antara Jejak Isa, Aji Saka, dan Warisan Leluhur


“Saat ruh leluhur dan gen menyala, identitas sejati Nusantara pun terbangun dari tidur panjangnya.” (El Syarif 2025)

Dalam sebuah obrolan dalam grup kecil:

“Aku membayangkan Nabi Isa AS datang ke tanah Jawa seorang diri,” tulis DR. Ary, Sosok yang kemudian dikenal sebagai Ki Among Jiwo, hadir dalam diam, tanpa keturunan, tanpa jejak keturunan biologis. Ia datang jauh sebelum Walisongo menapakkan kaki, seakan hendak menyiapkan tanah ini untuk benih suci kelak. Bukan seperti Ki Panji Asmarabangun yang dikenal memiliki garis darah, tetapi sebagai pejalan sunyi yang hanya meninggalkan ruh.

 “Mesias itu bukan Kristus,” tulis DR. Ary. Ia menyebut nama “Menakhem”, pembawa penghiburan yang dalam renungan sufinya merujuk pada Rasulullah SAW, utusan akhir yang menerima Wahyu di Gua Hira, sama seperti Nabi Isa yang menerima wahyu Sungai Yordan. Keduanya dari lembah dan langit yang berbeda, namun diangkat oleh Tuhan yang sama.

Pertanyaannya , “Ada kaitan dengan Aji Saka? Leluhur Bani Jawi?” 

DR. Ary menjawab dengan santun namun tegas: Aji Saka, atau Hyang Sengkala, adalah dari Yawan bin Yafits bin Nuh. Bukan dari Sam bin Nuh seperti Musa atau para Bani Israil. Dan di sinilah semesta membuka bab baru bahwa bangsa Jawa telah berakar sebelum Taurat diturunkan, sebelum Musa membelah Laut Merah.

Diskusi merambat ke arah tafsir jihad, “Yesus pun memerintahkan muridnya untuk menjual jubah dan membeli pedang,” kutip DR. Ary dari Lukas 22:36. 

Terlalu lama sejarah memenjarakan Isa AS dalam bayangan pasif, padahal Dia adalah jundi ilahi, seorang pejuang.

Ketika pembicaraan masuk pada darah, genetika, dan warisan leluhur, satu per satu nama haplogroup muncul: J1, G, R1a, R1b, I2, seperti mantra huruf dan numerik zaman baru, masing-masing membawa sejarah panjang. Mereka bukan sekadar urutan genetik, tetapi kisah peradaban yang berlapis, ada Arya berambut pirang dari Iran, tentara Romawi, bangsa Khazar, dan keturunan Ibrahim dari Babylonia.

Diskusi terus bergulir, dari tafsir nama Astar dan Askar, ke perang akhir zaman di Yerusalem, ke tempat Al-Mahdi muncul dari Gate of Babylon, hingga tentang bangsa Rum dan batas tembok Zulqarnain. Namun semua berpulang pada satu hal bahwa kita adalah bangsa yang diciptakan berbeda untuk saling mengenali, bukan saling menghakimi.

Akhirnya, “Jika narasi Y-DNA ini benar-benar dipahami oleh lintas generasi, niscaya marwah spiritual dan identitas sejati Nusantara akan bangkit dalam satu dekade ke depan.”

Dan dari semua itu, satu pesan bahwa jalan pulang kita bukan soal silsilah semata, tetapi soal bagaimana kita menjaga amanah ruhani, di tengah dunia yang terus memanas.

“Su’uban wa qabaaila lita’aarafu, agar kamu saling mengenal.”

Sumber:

1. DR. Ary Keim

2. Abdur Rahman El Syarif

#islam #islamnusantara #peradabanislam #geneologi #babilonia #ajisaka