MUTIARA ILMU

Jumat, 02 Mei 2025

NAQSYABANDIYAH DAN KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM NUSANTARA

https://www.facebook.com/share/p/1BVGX7euTD/

*JEJAK RUHANI DI PANGGUNG KEKUASAAN: SUFISME POLITIK DARI SAMARKAND KE NUSANTARA*
_(Tulisan sederhana sebagai ikhtiar menterjemahkan Konsep Nawa Mustika (9 Mutiara Hikmah) Jatman NU dari Mudir Ali Idarah 'Aliyah Jatman NU, *Prof. Dr. KH. Ali Masykur Musa*)_

Oleh: *Abdur Rahman El Syarif*

BAB V. 
DI BUMI MELAYU: NAQSYABANDIYAH DAN KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM NUSANTARA

*5.3.5. Syekh Khatib Sambas dan Jaringan Ruhani Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah di Kalimantan*

Dalam jejak panjang spiritualitas Nusantara, Syekh Muhammad Khatib bin Abdul Ghaffar Sambas (w. 1875) menempati posisi sentral sebagai poros ruhani yang menjembatani dunia tarekat di Haramain dengan dunia Melayu. Lahir di Sambas, Kalimantan Barat, dan menempuh pendidikan tinggi di Mekkah, Syekh Khatib Sambas dikenal sebagai tokoh yang memperoleh ijazah mursyid dari dua tarekat besar: Qadiriyah dan Naqsyabandiyah. Melalui otoritas keilmuannya, ia mengintegrasikan kedua tarekat tersebut dalam satu sistem zikir dan suluk yang kemudian dikenal sebagai Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah (TQN)^1.

Meskipun aktivitas Syekh Khatib lebih banyak berlangsung di Mekkah, pengaruhnya di Kalimantan tidak dapat diabaikan. Ia memiliki banyak murid dari wilayah Kalimantan, Sumatera, dan Jawa, yang kemudian pulang ke kampung halaman mereka dan membangun pesantren, surau, dan jaringan tarekat yang berperan besar dalam transformasi masyarakat Muslim lokal. 

Di Kalimantan, misalnya, warisan spiritual Syekh Khatib disebarkan oleh sejumlah mursyid seperti Syekh Ahmad Rifa’i Sambas, Syekh Abdul Majid (Kubu Raya), dan tokoh-tokoh lainnya yang menjadikan TQN sebagai medium dakwah dan perbaikan moral masyarakat^2.

TQN yang diwariskan Syekh Khatib mengajarkan disiplin zikir, latihan suluk, dan penguatan akhlak tasawuf, namun dalam praktiknya juga membentuk solidaritas sosial yang kuat. Surau dan zawiyah tarekat menjadi pusat pertemuan, pendidikan, dan konsolidasi umat dalam menghadapi tekanan kolonialisme dan arus perubahan sosial. Ini sejalan dengan karakter sufisme politik: sebuah perlawanan non-kekerasan berbasis transformasi batin dan pembebasan spiritual. Dalam konteks Kalimantan, jaringan tarekat ini menyediakan wadah perlindungan budaya, serta sarana pendidikan alternatif yang tidak dikendalikan oleh kekuasaan kolonial^3.

Walaupun Syekh Khatib Sambas tidak tercatat secara eksplisit memimpin perlawanan fisik, seperti halnya Tuanku Imam Bonjol di Minangkabau atau Pangeran Diponegoro di Jawa, namun tarekat yang dia bentuk menjadi basis ruhani yang kokoh. Jaringan murid-murid beliau berkontribusi dalam membangun ketahanan sosial masyarakat Muslim di tengah tekanan kolonial dan sekularisasi pendidikan.
Dalam pengertian ini, TQN berperan sebagai “jihad ruhani”, yakni menjadi benteng spiritual dan moral dalam menghadapi krisis identitas dan dominasi asing^4.

Hingga kini, warisan Syekh Khatib Sambas masih hidup di berbagai pesantren tarekat, seperti di Martapura, Barabai, dan Pontianak, serta menjadi bagian dari identitas kultural Islam di Kalimantan. Jejak beliau menunjukkan bahwa transformasi sosial-politik bisa berlangsung melalui jalur batiniah, melalui pendidikan hati, pembinaan akhlak, dan konsolidasi komunitas ruhani. Dalam ranah sufisme politik, Syekh Khatib Sambas adalah bukti bahwa revolusi tak selalu meletup dalam dentum senjata, tetapi juga dalam keheningan zikir dan kemuliaan suluk.

Referensi: 
1. Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII (Bandung: Mizan, 1994), hlm. 225–230.
2. Feener, Michael R., and Terenjit Sevea. Islamic Connections: Muslim Societies in South and Southeast Asia (Singapore: ISEAS, 2009), hlm. 103–110.
3. van Bruinessen, Martin. Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat: Tradisi-tradisi Islam di Indonesia (Bandung: Mizan, 1999), hlm. 154–160.
4. Azra, Azyumardi. Islam Nusantara: Jaringan Global dan Lokal (Depok: KPG, 2019), hlm. 85–92.

*Keterangan Video:*
Sambutan dan Pengarahan *Prof. Dr. KH. Ali Masykur Musa*, Mudir Ali Idarah Aliyah Jatman NU dalam acara Raker 7 Pengurus Idarah Syu'biyyah Kabupaten Purwakarta  Jawa Barat bertempat di Pondok Pesantren Al Muhajirin Purwakarta, Kamis 1 Mei 2025.

MANAJEMEN MASJID

PENGAJIAN EFEKTIF: MANAJEMEN MASJID




Oleh: Dr. Muhammad Saeful Kurniawan, MA



Selama dakwah di tanah Melayu Kalimantan, saya dibersamai oleh pendiri pondok pesantren Rihlah Dr. KH. Surya Abdillah, M. Pd. I dan dewan guru ustad Ahmad Muhajir melakukan road show dari satu masjid kemasjid lain. Setting pengajiannya, sengaja saya buat senyaman mungkin untuk para jemaah untuk mengeluarkan unek unek mereka yang bersifat dialogis dan literatif yang menggunakan kutub al-Turats agar supaya sistematis dan massif.

Well, sontak saja hal tersebut memantik banyak pertanyaan terutama dari ketua takmir masjid. Salah satu pertanyaan yang dilontarkannya sebagai berikut:


"Mohon maaf, saya ingin menanyakan tentang manajemen masjid kepada kyai, pertama apa boleh saya sebagai takmir menyisakan saldo keuangan masjid?kedua, bagaimana kiat supaya jamaah dimasjid penuh?"tanyanya cukup serius.

"Terima kasih. Hasil investigasi dan observasi selama saya melakukan riset ilmiah di masjid Jogokariyan Yogyakarta beberapa waktu yang lalu. Pertama boleh sepanjang hak hak jamaah dipenuhinya. Kedua, undang menggunakan surat undangan yang bagus agar mereka merasa dihargai sebagai mana temuan saya di masjid jogokarian Yogyakarta." Jawabku diplomatis 

Syahdan, dalam kesempatan itu manajemen masjid yang satu dengan manajemen masjid yang satunya belum tentu cocok untuk diterapkakannya, mengingat segmentasi masyarakatnya ada yang rasionalis dan tradisionalis. Ini penting diperhatikan. Saya mencoba mengilustrasikan statemen dakwah imam Syafi'i saat di Baghdad Iraq dan al-Azhar Mesir berbeda karena geografis dan kulturnya berbeda sehingga populer dengan sebutan qaul qadim dan qaul jadid.

Alhamdulillah, hasil dari riset ilmiah tentang manajemen masjid di Jogokarian DIY sudah berhasil saya tuangkan dalam bentuk buku yang sudah ber-ISBN sehingga bisa menjawab dan memberikan problem solving pada mereka. 

Alaa kulli hal, mengenai  manajemen Masjid,  setiap masjid pasti mempunyai manajemen sendiri dalam mengelola jamaah. Masjid jogokariyan salah satu masjid yang mengelola jamaah nya dengan berorientasi pada pelayanan jamaah. Setiap acara, kegiatan serta program masjid selalu kembali pada kenyamanan jamaah serta kesejahteraan jamaah. Manajemen Masjid Jogokariyan merupakan manajemen masjid modern yang berlandaskan pada nilai-nilai masjid pada zaman Rasulullah SAW yang dimana masjid menjadi jantung pokok kegiatan masyarakat serta bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat sekitar. Berikut saya sediakan link download materi manajemen masjid Jogokariyan yang telah kami kompilasi.

Sejarah manajemen Masjid. Ta’mir masjid Jogokaryan bersama para ta’mir lainnya, masuk pada langkah strategis dan praktis. Yaitu dengan konsep Manajemen Masjid- ada di 3 langkah: Pemetaan, Pelayanan, dan Pemberdayaan.

Pada konteks Pemetaan, bisa diartikan, setiap Masjid harus memiliki peta dakwah yang jelas, wilayah kerja yang nyata, dan jama’ah yang terdata. Pendataan yang dilakukan Masjid terhadap jama’ah mencakup potensi dan kebutuhan, peluang dan tantangan, kekuatan dan kelemahan.

Di masjid Jogokariyan, para Ta’mir masjid Jogokaryan, bersama Ustadz HM Jazir ASP, menginisiasi Sensus Masjid. Pendataan tahunan ini menghasilkan Data Base dan Peta Dakwah komprehensif.

Data Base dan Peta Dakwah Jogokariyan tak cuma mencakup nama KK dan warga, pendapatan, pendidikan, dan lainnya, melainkan sampai pada siapa saja yang shalat dan yang belum, yang berjama’ah di Masjid dan yang tidak, yang sudah berqurban dan berzakat di Baitul Maal Masjid Jogokariyan, yang aktif mengikuti kegiatan Masjid atau belum, yang berkemampuan di bidang apa dan bekerja di mana, dan seterusnya. Detail sekali.

Peta Dakwah Jogokaryan memperlihatkan gambar kampung yang rumah-rumahnya berwarna-warni: hijau, hijau muda, kuning, dan seterusnya, hingga merah. Di tiap rumah, ada juga atribut ikonik: Ka’bah (sudah berhaji), Unta (sudah berqurban), Koin (sudah berzakat), Peci, dan lain-lain. Konfigurasi rumah sekampung itu dipakai untuk mengarahkan para Da’i yang cari rumah.

Data potensi Jama’ah dimanfaatkan sebaik-baiknya. Segala kebutuhan Masjid Jogokariyan yang bisa disediakan jama’ah, diorder dari jama’ah. Masjid Jogokariyan juga berkomitmen tidak membuat Unit Usaha agar tak menyakiti jama’ah yang memiliki bisnis serupa. Ukhuwah umat Islam di Jogokaryan dibangun dengan kuat. Tiap pekan, Masjid Jogokariyan menerima ratusan tamu. Konsumsi untuk para tamu, diorderkan secara bergiliran dari jama’ah yang memiliki rumah makan.

Dengan demikian, semoga pengajian yang bersifat dialogis dan literatif ini bermanfaat agar topiknya tidak melulu mengancam ancam dan mengultimatum jamaah dengan siksa api neraka saja tetapi juga bagaimana pengajian itu memberikan solusi terhadap kebuntunan pengelolaan masjid yang mereka alami saat ini.


Salam al-Mihrab Foundation, Kalbar, 3 Mei 2025