MUTIARA ILMU

Kamis, 17 April 2025

PUNCAK PENDIDIKAN ITU ETIKA TINGGI





Oleh: Dr. Muhammad Saeful Kurniawan, MA



Beberapa tahun silam saya melakukan rihlah ilmiah disejumlah perguruan tinggi diluar negeri diantaranya Singapura, Malaysia dan Thailand. Iklim pendidikan disana sangat kondusif terlihat dari etika mahasiswanya yang menjunjung tinggi etika tinggi terhadap tamu yang berkunjung kesana. Tidak hanya itu, kami disambut dengan baik dan disuguhi makanan yang sangat menggoda selera.

Hal itu, tidak berbanding lurus dengan pendidikan dinegeri ini. Pasalnya, saudara saya di Yogyakarta ustadz Nanda, SH., MH., al-Hafidz bercerita pada saya bahwa institusi pendidikan yang beliau kelola puluhan kaki kirim permohonan stadi banding kesalah satu perguruan tinggi Jakarta yang berafiliasi dengan perguruan Islam timur tengah namun tidak pernah digubris paling tidak ada konfirmasi alasan yang rasional. Ini tidak ada. Sungguh ironis sekali, padahal perguruan tinggi Islam.

Well, karena merasa tidak digubris, akhirnya dialihkan pada perguruan tinggi negeri Islam di Jakarta. Memang permohonan studi bandingnya dikabulkan, namun konsumsi mulai dari makanan ringan dan makanan berarti disuruh menyediakan sendiri. Ini perguruan tinggi negeri Islam yang sangat mengerti hadits tentang anjuran menghormati dan menyuguhi tamu. Ternyata pendidikan tinggi tidak berbanding lurus dengan etika tinggi .

Tidak hanya itu, ada salah satu doktor diperguruan tinggi negeri Islam sharing kepada saya bahwa dirinya didzolimi oleh rektornya sendiri dengan dihambat menjadi guru besar atau profesor. Padahal, penilaian orang awam seorang rektor yang bergelar profesor sudah mempunyai etika tinggi. Ternyata tidak. Sekali lagi tidak. Justru mentalitasnya bukan bijak tapi bejat.

Syahdan, tidak berhenti disitu, seorang rektor yang bergelar profesor pernah curhat pada saya bahwa dirinya pernah dilaporkan mahasiswanya sendiri yang berlatar belakang santri pada polisi karena intrik politik kampus namun akhirnya kasus hukumnya dihentikan. Tahu tidak, mahasiswa yang melaporkan rektornya itu adalah anak asuhnya sendiri yang tiap hari tinggal dan makan dirumahnya. Sungguh bejat moralitasnya bukan?

Pendidikan sering dipahami sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Namun, di balik tujuan-tujuan ini, terdapat esensi yang lebih dalam dan fundamental: menjadikan manusia beretika. Dari sudut pandang psikologi, filsafat, dan agama, puncak pendidikan adalah pengembangan karakter yang baik dan etika yang kokoh. 

Dalam perspektif psikologi, pendidikan tidak hanya berfokus pada aspek kognitif tetapi juga pada pengembangan emosional dan sosial. Teori-teori seperti psikologi perkembangan oleh Jean Piaget dan psikologi humanistik oleh Carl Rogers menekankan pentingnya pendidikan dalam membentuk individu yang seimbang secara emosional dan moral. 

Pendidikan yang baik membantu individu untuk memahami dan mengelola emosi mereka, berempati dengan orang lain, serta membuat keputusan yang etis. Pengembangan aspek-aspek ini adalah kunci untuk membangun manusia yang beretika, yang mampu hidup harmonis dalam masyarakat.

Filsafat pendidikan, dari Aristoteles hingga John Dewey, selalu menekankan pentingnya pendidikan dalam membentuk karakter dan moralitas. Aristoteles, misalnya, berpendapat bahwa tujuan akhir dari pendidikan adalah mencapai eudaimonia, atau kebahagiaan sejati, yang hanya dapat dicapai melalui kehidupan yang berbudi pekerti. 

John Dewey, seorang filsuf modern, melihat pendidikan sebagai proses sosial yang harus mendorong individu untuk berpartisipasi aktif dalam masyarakat dan memperjuangkan nilai-nilai moral. Melalui filsafat, kita memahami bahwa pendidikan yang beretika adalah pendidikan yang membekali individu dengan kemampuan untuk berfikir kritis, membuat keputusan berdasarkan nilai-nilai moral, dan bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip etika.

Dalam berbagai tradisi agama, pendidikan selalu dikaitkan dengan pembentukan moral dan etika. Islam, misalnya, menekankan pentingnya adab dan akhlak dalam pendidikan. Al-Quran dan Hadis mengajarkan nilai-nilai seperti kejujuran, keadilan, dan kasih sayang sebagai bagian integral dari proses pendidikan. 

Kristen juga menekankan pentingnya nilai-nilai moral seperti cinta kasih, pengampunan, dan integritas sebagai tujuan utama pendidikan. Hindu dan Budha juga mengajarkan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mencapai pencerahan dan kebajikan, yang hanya dapat dicapai melalui pengembangan moral dan etika.

Dari sudut pandang psikologi, filsafat, dan agama, puncak pendidikan adalah menjadikan manusia beretika. Pendidikan yang sejati bukan hanya tentang mengisi kepala dengan pengetahuan, tetapi juga tentang membentuk hati dan karakter. Dengan memadukan aspek-aspek emosional, moral, dan spiritual, pendidikan dapat menghasilkan individu yang tidak hanya cerdas tetapi juga bijaksana dan beretika, siap untuk menghadapi tantangan hidup dengan integritas dan kemanusiaan.


Salam akal sehat, Bondowoso, 18 April 2025

7 Makam Wali di Wonosobo yang Menuai Kontroversi

Asmo" ingkang ikang lenggah Sumare ing Makam" kasebat sa' jatosipun mboten wonten ingkang saking Yaman nopo malih bin yahya . kados dene Sayid Khanafi Pagude Asmo leres tapi sanes bin yahya , selajenge Mbah Walik inggih mboten berasal saking Yaman ugi sanes bin yahya ,  lajeng Sayid Hasyim sa'keluargi  ketinggring asmo leres nanging menurut keterangan Masyarakat setempat mboten wonten marga idrus/ba'bud nopo Malih bin yahya . Selajenge Mbah Kyai Tumenggung Kolo dete ingkang Palenggahan ing Puncak Gunung Kendil lan Batu Ratapan Dieng , Syeh Abdulloh Selomanik Kalilembu , Mbah Kyai Karim , Mbah KH Muntaha Dero Duwur sedoyo sa' jatosipun mboten wonten ingkang bin yahya . namung di antawisipun Asmo" kasebat wonten ingkang dados korban dipun bin yahyaaken .
ingkang dados kurban dipun bin yahyaaken inggih puniko Sayid Khanafi Pagude . asal usul di bin yahyakan naliko awal pinanggih inggih puniko ; naliko warga masyarakat sawek nduduk makam kagem nyareaken warga ingkang meninggal ndilalah ingkang dipun duduk kaleres ing lebet wonten jenazah ingkang tasih wutuh lan masyarakat mboten wonten ingkang mangertos asal lan Asmonipun , lajeng dipun istikhorohi/di tirakati lan tukul asmo kasebat ......
selajengipun saking kersane warga dipun sowanaken wonten habib lutfi Pekalongan mungkin kersane mantep sebab wekdal semanten habib lutfi tasih di anggep dados rujukan leres mbotenipun kagem hal pemakaman , sekaligus mungkin mengharap nderek pikantuk terkenal/gendera ombo , lajeng asmo kasebat di bin yahyakan deneng Pekalongan . 
kesimpulan ; Asmo leres nanging sanes saking yaman ugi sanes bin yahya , Panjenenganipun sebagian Ulama berasal saking tanah arab utusan usmaniyah ing zamanipun .
kalebet ugi dados kurban di asal usulkan saking Yaman lan di bin yahyakan inggih puniko Mbah Kyai Walik  Kauman wingking Masjid Al mansur .
asal usul di anggep saking Yaman lan di bin yahyakan inggih puniko ; awal" lipun ing mriko kaserat Petilasan Pekaringan Mbah Kyai Walik . nanging ing setunggal wekdal wonten salah setunggal Piyantun  Gus ....( pangapunten mboten kulo sebat Asmonipun ) matur dumateng habib umar muthohar Semarang ugi habib lutfi supados ninda'i ing lokasi petilasan Pekaringan Mbah Kyai Walik , sa'sampunipun dipun tinda'i nikulah ingkang dados asal mulanipun lajeng di tulis berasal saking Yaman soho di bin yahyakan . ingkang sejatidipun Mbah Walik puniko Ulama' utusan saking Mataram Islam ing zaman Ki Ageng Wonosobo/Zaman Walisongo Demak bintoro lan Panjenenganipun salah setunggal Gurunipun R Dukuh ( Kyai Ageng Wonosobo Plobangan ) kapurih nyebaraken Agomo Islam ugi noto ruwang , sebab Panjenenganipun Ahli tata ruwang . R Dukuh ( Kyai Ageng Wonosobo puniko murid ipun Kanjeng Sunan Kalijogo lan Kanjeng Sunan Gunung Jati ...lan sejatine Mbah Walik inggih puniko
Kanjeng Sunan Kalijogo ingkang wekdal semanten mboten wonten ingkang mangertos Asmonipun sahinggo sami nyeluk Mbah Wali ingkang dangu" sebab ilat jowo dados manjing Asmo Mbah Walik . lan di antawisipun Walisongo ingkang Ahli ing tata ruwang inggih puniko Kanjeng Sunan Kalijogo.
Kesimpulan Asmo" Kasebat mboten wonten ingkang bin yahya .