MUTIARA ILMU

Selasa, 16 Desember 2025

𝐌𝐮𝐧𝐝𝐮𝐫 𝐚𝐭𝐚𝐮 𝐃𝐢𝐡𝐮𝐤𝐮𝐦 𝐒𝐞𝐣𝐚𝐫𝐚𝐡!


Oleh: Mustafa Abdillah

Mari kita runutkan dengan kepala dingin dan logika yang jernih peristiwa yang sedang menguji Nahdlatul Ulama ini. Pemberhentian Ketua Umum PBNU Gus Yahya oleh Rais Aam dinilai inkonstitusional karena menabrak aturan tertinggi organisasi. Hanya Muktamar yang berwenang memberhentikan mandatarisnya, bukan rapat harian Syuriah. Prosedurnya pun sarat masalah. Gus Yahya bahkan dilarang hadir untuk memberikan klarifikasi meski diminta sebagian peserta rapat. Di saat yang sama, pengangkatan Muhammad Nuh sebagai Katib Aam baru dalam rapat yang hanya dihadiri 14 orang pengurus terasa sangat dipaksakan. Maka, wajar jika sikap mayoritas pengurus di daerah adalah tegak lurus menjunjung AD/ART yang sebenarnya.

Lalu, apa alasan di balik tindakan yang "bukan NU banget" ini? Tuduhan soal "Zionisme" sebagai dalih terasa sangat lemah. Banyak bukti menunjukkan Gus Yahya justru gigih memperjuangkan Palestina. Jika kriteria "berhubungan dengan entitas berafiliasi Zionis" dipakai, bahkan Gus Dur pun bisa kena tuduhan serupa, dan itu jelas tidak masuk akal.

Jika bukan Zionisme, apakah ini soal "rebutan tambang"? Istilah "rebutan" memang kurang tepat, karena pembahasan pengelolaan konsesi tambang PBNU, yang rencananya akan dibicarakan secara transparan di Muktamar untuk kemaslahatan warga NU, bahkan belum benar-benar dimulai. Bahkan, wacana untuk mengembalikan konsesi ini ke pemerintah pun sudah disampaikan Gus Yahya sebagai opsi yang bisa dibicarakan bersama. Jadi, narasi "rebutan" lebih terdengar seperti umpan untuk mengalihkan perhatian.

Pertanyaan mendasarnya tetap: mengapa Rais Aam dan kelompoknya begitu terburu-buru dan ngotot, hingga rela menabrak konstitusi organisasi sendiri? Jawabannya mungkin terletak pada desakan waktu akibat sebuah "janji". Bukan janji biasa, melainkan indikasi kesepakatan "di bawah meja" dengan pihak tertentu, diduga salah satu operator tambang, yang harus dipenuhi sebelum segalanya menjadi transparan di hadapan Muktamar. Inilah yang menjelaskan mengapa mereka memilih jalan pintas yang penuh syubhat, mengabaikan seruan para kiai sepuh Mustasyar untuk penyelesaian yang elegan dan bermartabat.

Karena itu, suara ini kami angkat bukan sebagai bentuk su'ul adab, tetapi sebagai bentuk tanggung jawab untuk menjaga marwah dan kedaulatan jamiyah kita dari kepentingan serakah para "kelelawar" yang bersarang di tubuh PBNU. Kebenaran harus disuarakan, dan NU harus kembali ke khittahnya: menyelesaikan persoalan dengan cara yang konstitusional, melalui Muktamar, bukan dengan pemakzulan sepihak yang justru menimbulkan kemudaratan lebih besar.

Dengan demikian, konsekuensi logis dan jalan resolusi satu-satunya yang tersisa adalah seperti desakan keras yang mengalir dari daerah: "Islah atau Mundur!". Tekanan ini bukan gertakan, melainkan peringatan keras dari ulama sepuh dan suara hati mayoritas pengurus di semua tingkatan yang tetap berpegang teguh pada AD/ART. Pilihan tegas ini diperlukan untuk menghentikan manuver politik yang merusak, menyelamatkan ukhuwah dari retaknya kepercayaan, dan menjaga kewibawaan NU agar tidak luntur. Hanya dengan sikap legawa untuk duduk dalam islah hakiki atau mundur secara terhormat, kecintaan pada jam'iyah dapat dibuktikan mengatasi ambisi sempit, sehingga NU tetap menjadi benteng bangsa yang kokoh.

Jumat, 05 Desember 2025

BANTAHAN ILMIAH ATAS TULISAN AHMAD FAKHRURROZI TENTANG KEABSAHAN NASAB BA’ALWI

**
Telaah Kritis Ushul Fikih, Historiografi, Filologi, dan Genetika Molekuler
https://www.walisongobangkit.com/bantahan-ilmiah-atas-tulisan-ahmad-fakhrurrozi-tentang-keabsahan-nasab-baalwi/
________________________________________
Abstrak
Tulisan Ahmad Fakhrurrozi berupaya meneguhkan klaim bahwa nasab Ba’alwi sebagai keturunan Nabi Muhammad ﷺ telah sah secara ijma’, didukung kaidah logika, dan ditegaskan oleh historiografi klasik. Artikel ini menyajikan telaah kritis dan bantahan ilmiah terhadap bangunan argumentasi tersebut dengan menggunakan empat pendekatan utama: (1) kerangka ushul fikih tentang ijma’ dan batas-batas penerapannya, (2) kajian historiografis dan filologis terhadap sumber-sumber yang mendukung nasab Ba’alwi, (3) bukti genetika molekuler melalui analisis Y-DNA haplogroup yang membedakan antara garis keturunan Ba’alwi dan garis keturunan Quraisy, serta (4) evaluasi epistemologis atas cara berargumentasi yang digunakan penulis.
Artikel ini menyimpulkan bahwa: (a) ijma’ tidak dapat dijadikan dalil qath‘i untuk menetapkan fakta genealogis; (b) konstruksi nasab Ba’alwi sangat bergantung pada sumber-sumber terlambat yang lemah secara filologis; (c) hasil penelitian genetika internasional menunjukkan bahwa keturunan Arab Quraisy berada pada haplogroup J1, sedangkan sampel Ba’alwi yang diuji berada pada haplogroup G, sehingga menafikan klaim sebagai dzurriyat Nabi ﷺ dari jalur ayah; dan (d) argumentasi yang dibangun di atas popularitas sosial, syuhrah, dan otoritas tradisional tanpa verifikasi empiris modern tidak memadai untuk mempertahankan klaim nasab dalam konteks ilmu pengetahuan kontemporer.
Kata kunci: Nasab Ba’alwi, ijma’, ushul fikih, historiografi, filologi, Y-DNA, haplogroup J1, haplogroup G.
________________________________________
1. Pendahuluan
Pembahasan mengenai nasab keturunan Nabi Muhammad ﷺ bukan hanya persoalan sosial dan kultural, tetapi juga menyangkut integritas ilmu, kejujuran historis, dan kehormatan syariat. Dalam konteks inilah, klaim nasab Klan Ba’alwi sebagai dzurriyat Rasulullah ﷺ perlu dikaji dengan standar ilmu yang ketat, tidak cukup hanya dengan tradisi, penghormatan sosial, atau otoritas turun-temurun.
Tulisan Ahmad Fakhrurrozi berjudul “Kekuatan Ijma’, Kaidah Logika, dan Validitas Nasab Ba’alwi” mencoba meneguhkan keabsahan nasab tersebut dengan mengandalkan konsep ijma’, otoritas ulama, dan syuhrah sosial (syuhrah wal istifadlah). Namun, ketika dikritisi dengan perangkat ilmu kontemporer yang meliputi ushul fikih, historiografi, filologi, dan genetika, tampak bahwa sejumlah asumsi dasar, perluasan makna ijma’, serta pengabaian bukti empiris modern tidak dapat dipertahankan secara akademis.
Artikel ini bertujuan:
1. Mengklarifikasi kedudukan ijma’ dalam ushul fikih dan batas penerapannya pada masalah nasab.
2. Mengkritisi landasan historiografis dan filologis nasab Ba’alwi.
3. Menyajikan data genetika Y-DNA haplogroup yang relevan dengan klaim keturunan Quraisy.
4. Mengevaluasi secara epistemologis argumen-argumen yang diajukan Ahmad Fakhrurrozi dalam perspektif ilmu pengetahuan modern.
Dengan demikian, pembahasan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada diskursus ilmiah tentang legitimasi klaim nasab, khususnya terkait Klan Ba’alwi.
________________________________________
2. Ijma’ dalam Ushul Fikih: Ruang Lingkup dan Batas Penerapan
Penulis menjadikan ijma’ sebagai pilar utama pembelaan nasab Ba’alwi. Namun, secara ushuliy, perlu dibedakan antara:
1. Ijma’ sebagai dalil syar‘i atas hukum, dan
2. Fakta sejarah-empiris seperti nasab, kronologi peristiwa, dan data biologis.
Mayoritas ulama ushul fikih menjelaskan bahwa ijma’ adalah hujjah dalam penetapan hukum syar‘i, bukan dalam penentuan fakta-fakta empiris yang secara ontologis berada di luar wilayah taklifi.
Dalam konteks ini, beberapa poin penting dapat disorot:
1. Nasab sebagai persoalan itsbat (pembuktian)
Nasab ditegakkan melalui bayyinah: kesaksian, dokumen, dan sekarang termasuk bukti ilmiah seperti DNA. Ia bukan “hukum syariat” dalam arti halal–haram, tetapi “fakta yang menimbulkan konsekuensi hukum”.
2. Ijma’ tidak mengubah hakikat biologis
Sekalipun ulama sepakat menyebut seseorang sebagai keturunan Fulan, kesepakatan itu tidak mengubah realitas biologis jika kemudian ditemukan bukti genetik yang tegas menunjukkan sebaliknya. Kesepakatan tradisional memiliki nilai sosial, bukan nilai biologis.
3. Ijma’ dan wilayah tafshili (rinci)
Dalam ushul, persoalan yang membutuhkan verifikasi teknis-emperis detail (seperti penetapan awal bulan dengan hisab dan rukyat) sangat mungkin mengalami koreksi oleh perkembangan ilmu. Demikian pula penetapan nasab dapat dan bahkan seharusnya dikaji ulang bila ditemukan bukti ilmiah kuat.
Dengan demikian, penggunaan ijma’ sebagai senjata utama untuk “mengunci” diskusi nasab Ba’alwi dan menuduh penolak sebagai pelanggar ijma’ merupakan penggunaan konsep ijma’ yang melampaui batas wilayahnya.
________________________________________
3. Historiografi dan Filologi Silsilah Ba’alwi
Penulis menegaskan bahwa nasab Ba’alwi telah diterima tanpa penolakan mu‘tabar selama lebih dari 800 tahun. Klaim ini perlu diletakkan di bawah sorotan historiografi kritis dan filologi naskah.
3.1. Keterlambatan Munculnya Sumber Tertulis
Salah satu problem utama dalam kajian nasab Ba’alwi adalah:
• Sumber-sumber yang menyebut secara rinci silsilah Ba’alwi – khususnya yang menghubungkan tokoh-tokoh seperti Alawi bin Ubaydillah bin Ahmad kepada jalur keturunan Nabi ﷺ – muncul berabad-abad setelah periode yang diklaim.
• Tokoh-tokoh yang disebut hidup pada abad 3–4 H, sedangkan teks genealogis terperinci baru muncul sekitar abad 8–9 H dan seterusnya.
Dalam metodologi sejarah, jarak waktu yang panjang tanpa dokumentasi primer disebut “kesenjangan historis” (historical gap). Kesenjangan ini melemahkan klaim yang sangat spesifik, apalagi bila berkaitan dengan nasab yang dikaitkan dengan figur suci.
3.2. Ketiadaan Dukungan dari Sumber Quraisy Awal
Silsilah keturunan Nabi ﷺ melalui Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husain telah lama menjadi perhatian ulama Ahlul Bait, ahli nasab, dan para sejarawan. Silsilah ini banyak ditemukan dalam karya-karya klasik tentang keturunan Quraisy dan Ahlul Bait. Namun, tidak ditemukan secara jelas dalam sumber-sumber tersebut sosok-sosok kunci dalam rantai genealogis Ba’alwi sebagaimana diklaim belakangan.
Analisis filologis yang dilakukan oleh para akademisi—termasuk di Indonesia, seperti Prof. Dr. Manachem Ali—menunjukkan bahwa ketidakhadiran satu nama dalam jaringan sumber primer merupakan indikasi keterlambatan konstruksi narasi nasab tersebut.
3.3. Syuhrah wal Istifadhoh dan Keterbatasannya
Konsep syuhrah wal istifadhoh yang digunakan penulis sebagai dasar penerimaan nasab harus ditempatkan secara proporsional:
• Syuhrah dapat menjadi indikator sosial sebuah klaim yang tersebar luas.
• Namun syuhrah bukan bukti faktual yang bersifat empiris dan biologis.
Dalam ilmu sejarah modern, klaim yang hanya bertumpu pada ketenaran tanpa dukungan dokumen sezaman dan bukti objektif, dianggap lemah dan berada pada wilayah tradisi lisan yang rentan konstruksi ulang.
________________________________________
4. Genetika Y-DNA: Haplogroup Quraisy dan Haplogroup Ba’alwi
Perkembangan genetika molekuler membuka babak baru dalam studi genealogis, khususnya untuk garis keturunan patrilineal (jalur ayah). Kromosom Y diwariskan relatif stabil dari ayah ke anak laki-laki, sehingga dapat dipakai sebagai penanda garis keturunan jangka panjang.
4.1. Haplogroup J1 dan Keturunan Quraisy
Berbagai penelitian genetika populasi di Timur Tengah menunjukkan bahwa:
• Populasi asli Arab, terutama di Jazirah Arab dan kelompok yang secara historis dihubungkan dengan suku Quraisy, secara dominan berada pada haplogroup J1 (J-M267).
• Studi-studi yang dipimpin oleh peneliti seperti Michael F. Hammer, Spencer Wells, Almut Nebel, Chiara Batini, dan lainnya telah berulang kali menguatkan posisi haplogroup J1 sebagai marker penting populasi Arab Semitik.
Walaupun sains tidak dapat menunjuk individu tertentu sebagai Nabi, konsensus penelitian menunjukkan bahwa garis ayah keluarga Arab Quraisy berada dalam spektrum haplogroup J1, bukan haplogroup lain yang jauh dari klaster tersebut.
4.2. Haplogroup G pada Klan Ba’alwi
Penelitian Y-DNA terhadap sampel keturunan yang mengidentifikasi diri sebagai klan Ba’alw dari berbagai negara (termasuk Yaman dan Indonesia) menunjukkan:
• Mayoritas sampel Ba’alwi yang diuji justru berada pada haplogroup G (G-M201 dan turunannya).
• Haplogroup G secara global tersebar pada populasi Kaukasus, Anatolia, sebagian Timur Tengah dan Eropa, dan bukan marker khas suku-suku Arab Quraisy yang diteliti.
Temuan ini juga dikonfirmasi dan disosialisasikan oleh peneliti-peneliti genetika di Indonesia, seperti Dr. Sugeng Sugiarto, yang menegaskan bahwa klaim keturunan Nabi dari jalur ayah mensyaratkan konsistensi haplogroup dengan klaster J1, bukan G.
4.3. Implikasi Ilmiah
Secara biologis, apabila:
• Keturunan Quraisy berada pada haplogroup J1, dan
• Klan Ba’alwi berada pada haplogroup G,
maka secara genetika mereka tidak berada dalam satu garis ayah. Dengan demikian, klaim bahwa Ba’alwi adalah dzurriyat Nabi ﷺ melalui jalur laki-laki tidak dapat dipertahankan dari sudut pandang genetika modern.
Penting dicatat: temuan genetika ini tidak menilai pribadi maupun akhlak, tetapi semata-mata menjelaskan bahwa klaim nasab biologis tidak sesuai dengan bukti ilmiah.
________________________________________
5. Evaluasi Epistemologis atas Argumentasi Ahmad Fakhrurrozi
Tulisan Ahmad Fakhrurrozi membangun legitimasi nasab Ba’alwi melalui beberapa strategi wacana:
1. Penguatan otoritas ijma’ dan ulama klasik.
2. Penggunaan syuhrah sosial dan kesepakatan sejarah.
3. Stigmatisasi terhadap penolak sebagai pelanggar ijma’ dan pelaku dosa besar.
Dari sudut pandang epistemologi dan logika ilmiah, terdapat beberapa problem:
5.1. Argumentum ad Antiquitatem dan ad Populum
Mengatakan bahwa:
• “Nasab ini telah diterima 800 tahun” atau
• “Para ulama telah sepakat sepanjang sejarah,”
tidak serta merta menjadikan klaim tersebut benar secara biologis. Ini termasuk kategori argumentum ad antiquitatem (sesuatu dianggap benar karena tua) dan argumentum ad populum (sesuatu dianggap benar karena banyak yang mempercayai).
Ilmu pengetahuan modern menempatkan data di atas tradisi kepercayaan. Tradisi yang mapan pun dapat dikoreksi jika ditemukan bukti baru yang lebih kuat dan objektif.
5.2. Mengabaikan Data Empiris Modern
Penolakan atau pengabaian terhadap:
• Temuan genetika Y-DNA,
• Ketidakcocokan haplogroup, serta
• Keterbatasan sumber primer historis,
menunjukkan adanya ketegangan antara pendekatan tradisional dan pendekatan ilmiah modern. Di dalam ilmu, pendekatan yang menolak untuk diuji oleh data baru akan kehilangan otoritas akademis.
5.3. Penggunaan Ijma’ sebagai “Tameng”
Menjadikan ijma’ sebagai instrumen untuk mematikan diskusi nasab dan melabel penolak sebagai pelanggar dosa besar berpotensi menjadikan konsep ijma’ sebagai instrumen retoris, bukan lagi konsep ilmiah-usuli yang proporsional. Padahal, dalam tradisi ushul sendiri, terdapat perbedaan tingkat kejelasan dan kehujjahan bentuk-bentuk ijma’ (sharih, sukuti, dll.), dan ulama ushul tidak sepakat untuk menjadikan semua bentuk ijma’ sebagai dalil qath‘i pada seluruh ranah persoalan, terlebih lagi pada ranah fakta empiris.
________________________________________
6. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, secara ilmiah dan akademis dapat disimpulkan bahwa:
1. Secara ushul fikih, ijma’ adalah dalil dalam penetapan hukum syar‘i, bukan instrumen pasti untuk menetapkan fakta genealogis yang bersifat empiris dan biologis. Penggunaan ijma’ untuk “mengunci” klaim nasab Ba’alwi melampaui batas wilayah konsep ijma’ itu sendiri.
2. Secara historiografis dan filologis, konstruksi nasab Ba’alwi bergantung pada sumber-sumber yang muncul jauh setelah periode yang diklaim, tanpa dukungan memadai dari manuskrip primer dan kitab-kitab nasab Quraisy awal. Kesenjangan historis ini melemahkan klaim kepastian nasab.
3. Secara genetika molekuler, penelitian Y-DNA menunjukkan bahwa garis ayah populasi Arab Quraisy berada pada haplogroup J1, sedangkan sampel Ba’alwi yang diuji justru menunjukkan haplogroup G. Dengan demikian, klaim bahwa Ba’alwi adalah dzurriyat Nabi Muhammad ﷺ melalui jalur patrilineal tidak sesuai dengan data genetika.
4. Secara epistemologis, argumentasi yang mengandalkan otoritas, popularitas, dan ancaman teologis kepada penolak, tanpa bersedia menguji klaim terhadap temuan-temuan ilmiah modern, tidak dapat dipertahankan dalam standar akademis kontemporer.
Atas dasar keempat bidang kajian tersebut—ushul fikih, historiografi, filologi, dan genetika—dapat dinyatakan bahwa klaim keabsahan nasab Ba’alwi sebagai dzurriyat Nabi Muhammad ﷺ tidak terbukti secara ilmiah dan tidak layak ditetapkan sebagai kebenaran qath‘i, terutama ketika ilmu pengetahuan modern telah memberikan perangkat verifikasi yang jauh lebih presisi dari sekadar syuhrah dan tradisi lisan.
________________________________________
Daftar Pustaka (Pilihan)
(Silakan Anda sesuaikan lagi format dan kelengkapannya jika ingin dijadikan makalah resmi)
• Batini, C. et al. “Insights into the Middle Eastern Y-chromosome pool.” Genome Biology.
• Hammer, M. F. et al. “Y chromosome genetic variation and the history of human populations in the Middle East.” American Journal of Human Genetics.
• Nebel, A. et al. “The Y Chromosome Pool of Jews as Part of the Genetic Landscape of the Middle East.” American Journal of Human Genetics.
• Wells, S. The Journey of Man: A Genetic Odyssey. National Geographic, 2002.
• Alshamali, F. et al. “Local population structure in Arabian Peninsula revealed by Y-STR diversity.” Journal of Human Genetics.
• Az-Zuhaili, Wahbah. Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu. Damaskus.
• Al-Ghazali, Abu Hamid. Al-Mustashfa fi ‘Ilm al-Ushul.
• Asy-Syathibi, Ibrahim bin Musa. Al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari‘ah.
• Manachem Ali, M. (berbagai tulisan tentang filologi naskah Arab dan sejarah Islam Nusantara).
• Sugeng Sugiarto, S. (kajian genetika dan haplogroup Y-DNA dalam konteks genealogi keturunan Arab dan Nusantara).
• Walisongobangkit.com – Kumpulan artikel kritik historis dan analisis terhadap klaim nasab Ba’alwi dan peranannya dalam historiografi Indonesia.

Senin, 01 Desember 2025

EMPAT NALAR KE-NU-AN TERKAIT NASAB

** Dari Duriyah PCNU KAB. Pekalongan

*(Sebuah Kritik ke-NU-an Terhadap Struktural NU & Kyai Muhibbin)*

*NALAR 1: HUBUNGAN KEORGANISASIAN NU-RA*
Banyak warga NU yang kurang memahami sejarah berdirinya NU dan peristiwa-peritiwa yang menyertai dan melatarbelakanginya, termasuk struktural NU. Beberapa fakta yang menunjukkan ulama NU dan habaib merupakan dua (2) entitas yang berbeda.
1. NU berdiri tahun *1926* dan Robithoh Alawiyah (RA) berdiri tahun *1928* (memilih bergabung dengan NU).
2. NU didirikan untuk memberikan wadah organisasi kaum tradisionalis yang tidak sejalan dengan organisasi lainnya. (Muhammadiyah, Serikat Islam).
3. RA didirikan *karena ekseklusifme habaib*. Dibuktikan habaib juga tidak dapat hidup bersama dengan sesama imigran Yaman yang tergabung dalam Al-Irsyad juga tidak bersedia bergabung dengan NU.
4. NU *mengakomodir Thoriqoh* yang merupakan salah satu maskot kaum tradisionalis. Thoriqoh menjadi simpul tradisi dan filosofi NU. Namun tradisi ini oleh Habib Usman *difatwakan sebagai ajaran sesat*. Ini tertulis dalam buku Manhaj al-Istiqomah karya Habib Usman bin Yahya. Bahkan  Habib Usman bin Yahya mengusulkan kepada Belanda melalui Snouck Hourgonje agar fatwa tersebut diterapkan di negara jajahan Belanda lainnya. Mengingat jamaah thoriqoh dan pesantren sering menjadi simpul perjuangan.

*NALAR 2 : PEMBATALAN NASAB HABAIB OLEH KH HASYIM ASY’ARI DAN 24 ULAMA*
Nasab habaib pernah dibatalkan oleh KH Hasyim Asy’ari sebagaimana terekam pada majalah at-Tobib, edisi ke 15 bulan September 1932. Pembatalan ini, bukanlah lahir dari kehampaan, apalagi kesia-siaan. Namun sebaliknya, *merupakan salah satu perjuangan KH Hasyim Asy’ari*. Tampaknya akibat terdesak oleh waktu sehingga beliau hanya mampu melibatkan  24 ulama saja. 
Dengan adanya fatwa awal ini, bagi struktural NU maupun Kyai NU apabila benar-benar mengikuti Kyai Hasyim Asy’ari, *jika hendak berbeda atau menyelisihi fatwa KH Hasyim Asy’ari*, haruslah diawali dengan bahtsul masail apabila *kehendak lembaga*, atau secara personal memberikan istidlal dan hujjah sebagai antitesis untuk *menggugurkan atau disandingkan dengan fatwa KH Hasyim Asy’ari.*
Mari kita lihat fakta dan kronologi yang melatar belakangi munculnya fatwa tersebut :

1. Habaib mengajukan pada Belanda melalui RA pada tahun 1929 agar gelar sayyid di khususkan kepada Ba’alwi
2. Tahun 1932, Habaib *mendesak Belanda* kesekian kalinya, agar Belanda segera mengeluarkan aturan tersebut. Ini merupakan permohonan ke tiga. Demi mendorong permintaan itu, Habib Usman Bin Yahya juga melayangkan surat kepada Snouck Hourgonje. (permohonan ke 4)
3. *September Tahun 1932* KH. Hasyim Asy’ari bersama 24 ulama mengeluarkan fatwa *”Penggunaan gelar Sayyid, Syarif dan Syarifah hanya diperuntukkan bagi dzuriyah Nabi*" sebagai bentuk penolakan pengajuan Ba’alwi. Maka  Belanda pada *Pebruari 1933* mengambil sikap atas desakan Habaib tersebut dengan menolak permintaan Habaib dengan alasan urusan agama bukan domain Belanda. Tampaknya Belanda sangat memperhatikan fatwa KH. Hasyim Asy’ari tersebut. Dan akibat penolakan tersebut, Ba’alwi pun akhirnya tetap menggunakan gelar habib hingga sekarang.
4. Kyai Hasyim Asy'ari tentunya mengetahui banyak ulama di Indonesia yang merupakan Sayyid-Syarif. Sebaliknya, konon banyak Dzuriyah Walisongo (baca; dzuriyah nabi) malah menyembunyikan identitas dan nasabnya.

*NALAR 3 : KEMBALILAH KE KHITTOH NU*
NU harus berani kembali kepada fitrah ke-Ulama-annya. Yaitu menjadi wadah ahli-ilmu yang mengakomodir dan membentengi ilmu, keyakinan dan amalan warga NU. Menjadi penerang warga NU. Jikapun menerangi warga non NU, itu adalah sebuah implikasi dan bonus. Melek terhadap kebutuhan warga NU dan menjauhkannya dari segala bentuk pembodohan atas nama agama dan atas nama NU. 
1. Berani mengkaji nasab atas dasar keharusan ilmu dan kebenaran.
2. Berani mengkaji khurofat klan Habaib Ba'alwi, mengkaji dengan serius ajaran-ajaran khurofat yang di ajarkan klan Habaib Ba'alwi kepada warga NU demi melindungi warga NU dari ketersesatan ajaran dan aqidah Islam yang diamanatkan oleh K.H. Hasyim Asyari kepada NU. 
3. Bahwa pada dasarnya NU adalah sebuah paguyuban, dan struktural itu bukan otoritas dan penafsir tunggal. Maka NU harus berani menghormati kajian yang telah banyak dilakukan ilmuwan NU (jika NU kesulitan mengakui keulamaan generasi muda seperti kealiman Kiai Imad, Kiai Nur Ihya’, KH. Gholob, Gus Azis Jazuli, Gus Hasan dll) yang nyata-nyata ke-NU-annya tidak perlu dipertanyakan daripada habaib yang nyata-nyata memiliki ormas tersendiri dan terus menggerogoti NU.
4. NU harus menerima kenyataan dan memiliki marwah terhadap ke-NU-an, bahwa penggiringan visi kiblat dari kebijakan lokal (Syaikh Abdul Qodir, Walisongo-Ulama) ke Tarim (Faqih Muqoddam, umroh, karomah-karomah khurofat palsu) itu ada pendeskreditan kepada ulama oleh habaib itu nyata. Penyelewengan itu nyata dan itu harus disikapi. Penggerusan ajaran NU (ulama-ilmu-tasawuf) kepada ajaran fanatisme itu sedang terjadi, dst... dst...
5. Siap melakukan otokritik baik pada Lembaga NU, Generasi NU maupun Peradaban NU.

*NALAR 4: BAPAK IDEOLOGI NU ADALAH WALISONGO BUKAN HABIB BA'ALWI*
NU harus tegak lurus dan total Bapak Ideologinya, yaitu Walisongo. Artinya bahwa *NU memang didirikan untuk meneruskan ajaran Ahlus Sunnah Wal Jamaah yang dibawa oleh Walisongo.*

Logo bintang sembilan yang ada dalam logo NU adalah menyimbolkan tentang jumlah Walisongo yang diikuti, diperjuangkan dan diteruskan ajarannya oleh NU, bukan menyimbolkan jumlah Habaib Ba'alwi. Karena itulah, siapapun yang mengaku NU SEJATI dan KEMBALI KE KHITTOH NU harus berani:
1. *Menempatkan Walisongo benar-benar sebagai BAPAK IDELOGI-nya tanpa tawar sama sekali.* Bahwa ajaran Islam Ahlus Sunnah Wal Jamaah yang diusung NU adalah melanjutkan dan meneruskan ajaran Islam Ahlus Sunnah Wal Jamaah yang dibawa Walisongo.
2. Membela marwah Walisongo dan dzurriyyahnya dari segala bentuk hal yang mendeskreditkan, mengucilkan dan menghilangkan peran Walisongo dalam panggung sejarah Islam Nusantara, terutama oleh kaum Habaib Ba'alwi Imigran Yaman, yang kedatangannya di Nusantara telah terbukti dibawa oleh Penjajah Belanda.
3. Terus mendekat ke Dzurriyyah Walisongo untuk menjemput berkah dan keridhoan dari Walisongo, dan semakin menjauh dari klan Habaib Ba'alwi yang terbukti semakin merongrong NU dari dalam.
4. Tegas dan terang-terangan, menyatakan bahwa *Walisongo adalah Gurunya NU bukan Habaib Ba'alwi Gurunya NU.*
5. *Kembali ke Khittoh NU berarti kembali ke ajaran Walisongo.*

Kamis, 27 November 2025

MEMAKAI GELAR SAYYID, SYARIF DAN HABIB HARUS PUNYA SERTIFIKAT *Y DNA* BUKAN ZAMAN LAGI HUSNUDZON

*Gelar Keturunan Nabi: Saatnya Bicara Pakai Data, Bukan Dongeng*
Di Indonesia, gelar sayyid, syarif, habib, atau klaim “keturunan Nabi Muhammad SAW” masih jadi komoditas sosial. Digunakan di spanduk, ditulis di kartu nama, dicantumkan di kanal dakwah media sosial, bahkan disebarluaskan sebagai identitas istimewa. Masalahnya: klaim seperti itu tidak pernah diverifikasi secara ilmiah.
Era berubah. Zaman lisan dan dongeng sudah selesai.
Kini ada teknologi yang tidak bisa disuap, tidak bisa dimanipulasi, dan tidak bisa dibohongi: tes Y-DNA.
Dan di titik inilah pembicaraan perlu diarahkan dengan jernih dan tegas.
________________________________________
*1. Siapa pun yang mengaku keturunan Nabi SAW wajib memiliki sertifikat Y-DNA*
Klaim garis ayah (patrilineal descent) hanya bisa dibuktikan dengan tes Y-DNA, karena garis laki-laki diturunkan melalui kromosom Y.
Di seluruh dunia—Maroko, Yaman, Syiria, Mesir, Irak—para peneliti genetik dan genealog memperlakukan klaim “keturunan Nabi” dengan satu standar:
Tidak ada bukti tanpa data. Tidak ada data tanpa tes Y-DNA.
Mengaku keturunan Nabi tanpa bukti Y-DNA sama saja dengan mengaku dokter tanpa ijazah, atau insinyur tanpa sertifikasi. Yang berbicara hanya klaim, bukan kenyataan.
________________________________________
*2. Mau imigran Yaman, mau ngaku keturunan Walisongo: semua yang memakai gelar sayyid atau syarif wajib tes Y-DNA*
Sederhana.
Kalau seseorang memakai identitas “saya dari dzurriyat Nabi”, maka ia sudah memasuki wilayah publik, bukan urusan pribadi.
Karena itu ia wajib tunduk pada standar pembuktian publik.
Baik:
• rombongan imigran Yaman,
• keluarga penyebar Islam dulu,
• orang yang mengaku keturunan Walisongo,
• atau kelompok mana pun yang memakai gelar sayyid, syarif, habib, al-'aidrus, al-jufri, al-haddad, al-attas, dan seterusnya.
Kalau memakai gelar, harus siap diverifikasi.
Di Amerika, Eropa, Timur Tengah—siapa pun yang mengaku keturunan tokoh sejarah wajib melewati verifikasi genetika.
Indonesia tidak boleh terus tertinggal hanya karena budaya sungkan.
________________________________________
*3. Jika belum tes Y-DNA, sebaiknya jangan pakai gelar. Sudah: diam saja.*
Bukan kasar. Ini standar etika publik.
Kalau klaim belum terbukti, maka diam adalah kehormatan.
Menggunakan gelar tanpa verifikasi Y-DNA sama saja menipu diri sendiri dan menyesatkan masyarakat. Gelar itu tidak sakral tanpa bukti.
Dalam dunia modern:
Klaim luar biasa membutuhkan bukti luar biasa.
Kalau belum punya buktinya, jangan dipakai, jangan diumumkan, jangan mengaku-aku.
Diam lebih terhormat daripada klaim kosong.
________________________________________
*4. Mempublikasikan gelar keturunan Nabi sebenarnya tidak elok*
Secara etika Islam, keturunan Nabi seharusnya merahasiakan kehormatan itu, bukan memamerkannya. Mengapa?
Karena:
• kedudukan itu membawa beban moral,
• tanggung jawab,
• standar akhlak yang tinggi,
• tuntutan zaidah (lebih berat dari orang biasa).
Ulul Albab menulis:
“Jika engkau benar keturunan orang mulia, maka kemuliaan itu menuntutmu untuk semakin rendah hati.”
Dalam sejarah, keturunan Nabi sering menyembunyikan nasabnya demi menghindari riya’ dan kultus.
Yang memamerkan gelar biasanya justru yang tidak punya kualitas moral untuk menanggungnya.
________________________________________
*5. Tidak perlu percaya siapa pun sebelum ada sertifikat Y-DNA*
Ini langkah sederhana yang harus jadi budaya baru:
• Jangan percaya hanya karena seseorang memakai jubah.
• Jangan percaya hanya karena seseorang berbicara lembut.
• Jangan percaya hanya karena nama belakangnya “al-XXXX”.
• Jangan percaya hanya karena ia diundang ceramah.
Percaya itu mengikuti data, bukan mengikuti penampilan.
Jika klaim mereka benar, harusnya mereka tidak takut tes Y-DNA.
Menolak tes berarti menolak bukti.
Dan menolak bukti berarti meragukan klaimnya sendiri.
________________________________________
*6. Keturunan Nabi SAW harusnya memiliki Haplogroup J — selain itu mustahil*
Ini konsensus genetika internasional:
✔ Keturunan Nabi Muhammad SAW secara patrilineal → Haplogroup J (terutama J1 & subclades-nya).
❌ Selain Haplogroup J → bukan keturunan Nabi SAW secara garis laki-laki.
Ini bukan teori.
Ini data.
Lembaga-lembaga genetika Timur Tengah—Yemen Genealogy Center, Saudi Genetic Project, Qatar DNA Project—mengonfirmasi bahwa keturunan Arab Quraisy berada pada Haplogroup J.
Kalau seseorang mengaku keturunan Nabi tapi hasilnya:
• G
• L
• R
• Q
• T
• C
• O
• H
• atau lainnya
maka 99,999% bukan dari garis Nabi.
Tidak perlu debat panjang. Biologi tidak bisa dibohongi.
________________________________________
*Era Baru Kejujuran Nasab*
Zaman berubah.
Indonesia harus bergerak dari klaim ke verifikasi, dari dongeng ke data, dari gelar ke etika.
• Keturunan Nabi bukan identitas politik.
• Bukan dagangan kehormatan.
• Dan bukan alat untuk menakut-nakuti umat.
Jika benar keturunan, buktikan dengan Y-DNA.
Jika belum, diamlah dengan rendah hati.
Dan jika hasilnya bukan… ya terima dengan lapang dada.
Kesalehan tidak ditentukan oleh nasab—tetapi oleh taqwa.
Selebihnya, biarlah data berbicara.

Senin, 24 November 2025

MEMAHAMI MAKNA LINGGA YONI (ALU LUMPANG) ** Jangan berfikir saru dulu** baca dulu

LINGGA YONI ALU LUMPANG : KODE SEMESTA YG KITA KITA LUPAKAN 
Pernah gak kamu mikir…
kenapa di situs-situs Jawa Kuno selalu ada simbol lingga–yoni? 🤔
Apa iya leluhur kita cuma iseng bikin “lambang biologis”?
Atau selama ini kita yg buta baca kode semesta? 🌌
Jujur aja kadang kita heran...
kok generasi sekarang malah malu lihat simbol yg leluhur pakai untuk menggambarkan rahasia terbesar penciptaan.
Padahal kalo kalian  gali lebih dalam…
di balik bentuk yg seperti itu, tersimpan ilmu keseimbangan yg sudah ribuan tahun jadi fondasi peradaban kita. 🔥
(Lingga–Yoni itu BUKAN sekedar simbol kelamin.) 
Lingga Yoni = Lingga  energi tegak, sadar, fokus, “nglurus, ini daya maskulin semesta”
Yoni = energi wadah, melingkupi, menghidupkan, “nguripi”, ini  daya feminin semesta. 🌙

Dua energi ini tidak bicara soal laki-perempuan.
Ini bicara dua daya kosmik yg selalu bekerja dlm semua hal:

ide (lingga) + ruang utk membuatnya tumbuh (yoni)

 keinginan (lingga) + penerimaan (yoni)

cahaya (lingga) + kegelapan yg menerangi  (yoni)
gerak (lingga) + diam (yoni)

Tanpa dua prinsip ini, tdk ada apa pun yg lahir. 🌱
Bahkan kesadaran manusia pun lahir karena kedua daya ini nyawiji.

Makanya leluhur kita menaruh simbol ini di pusat candi, pusat mandala, dan pusat laku spiritual.

Itu bukan pornografi.
Itu peta kosmos. 🌍
Masalahnya… generasi sekarang lebih dulu malu sebelum paham.
Yg bahaya itu bukan simbolnya.
Yg bahaya itu kebodohan kita membaca simbol.

Kita ribut soal bentuk,
padahal leluhur ribuan tahun lalu sibuk membahas energi penciptaan.

Kita sensor bentuknya,
padahal mereka memakainya utk menggambarkan penyatuan cakra kesadaran dgn rahim bumi.

Kita malah menjauh,
padahal mereka mendekat utk memahami asal-usul segala yg hidup. 🌾

Kita  mau tanya sedikit…

Kalo kalia lihat lingga–yoni, apa yg pertama muncul di pikiran anda ?** 🧐

Jujur aja.
Apakah pengetahuan?
Atau pikiran biologis?

Kita  tanya ini bukan buat nge-judge, tapi utk ngajak ngeliat:
selama ini siapa yg mengajari kita malu?
Tradisi leluhur… atau penafsiran modern yg miskin makna? 🌀
Di tanah Jawa, simbol ini adalah pengingat:

Hidup cuma bisa berjalan kalau dua energi itu selaras.** ⚖️
Terlalu lingga → keras, egois, ingin menang sendiri.
★ Terlalu yoni → pasif, tenggelam, kehilangan arah.

Tapi ketika keduanya nyawiji…
🌱 ide tumbuh
🔥 jiwa hidup
💫 kesadaran naik
✨ manusia jadi dewasa batin
Itu kenapa di Jawa disebut “ning jero” — masuk ke keseimbangan diri sendiri.

Lingga–yoni itu bukan masa lalu.
Itu peta supaya kita tdk hilang arah. 🧭

Sebelum Ken tutup, Ken mau ajak km introspeksi:
Apakah kita benar² modern…
atau justru makin jauh dari ilmu yg seharusnya jadi pondasi kita?** 💭
Semakin banyak kita ngomongin ilmu ini dgn jernih,
semakin hidup kembali warisan pengetahuan yg hampir hilang. 🌺
Lingga Yoni gambar Adam dan Hawa
Mugo migunani
Rahayu.

Minggu, 23 November 2025

SILSILAH DAN KEKERABATAN WALI SONGO

RISALAH WALISONGO, CARA MUDAH MEMAHAMI SILSILAH KEKERABATAN WALISONGO 

By Fakhrul Wujud Al Qudusi Al Hasani 



Walisongo Al Hasani
1. Sunan Giri
2. Sunan Gunungjati 1
3. Sunan Kudus 

Walisongo Al Husaini 
4. Sunan Ampel
5. Sunan Bonang
6. Sunan Drajat 
7. Sunan Kalijaga 
8. Sunan Muria 
9. Sunan Gunungjati 2


SILSILAH MULIA SYEKH JUMADIL KUBRO AL HUSAINI
======================

Sayyiduna Rasulullah Saw 
1. Sayyidah Fathimah Az-Zahra 
2. Sy. Husain As Syahid
3. Sy. Ali Zainal Abidin 
4. Sy. Muhammad Al Baqir
5. Sy. Jakfar As Shodiq 
6. Sy. Musa Al Kadzim
7. Sy. Ali Ar Ridho 
8. Sy. Muhammad At Taqi
9. Sy. Ali An Naqi
10. Sy. Muhammad Al Askari Al Ba'aj
11. Sy. Ali Al Akbar 
12. Sy. Muhammad Al Hakim
13. Sy. Muhammad Al Husaini Kholwati
14. Sy. Ahmad Al Balaqi 
15. Sy. Muhammad Sya'ban 
16. Sy. Qosim
17. Sy. Imamuddin 
18. Sy. Syamsuddin Umar Al Bukhori 
19. Sy. Kamaluddin 
20. Sy. Ajall Syamsuddin Umar Al Bukhori 
21. Sy. Nashruddin 
22. Sy. Zainal Husain 
23. Sy. Jamaluddin Al Kabir Syekh Jumadil Kubro, mempunyai Saudara bernama Syekh Jali Jalaluddin Makam Dowo Tuban yang merupakan leluhur Sunan Kalijaga


PUTRA-PUTRI SYEKH JUMADIL KUBRO 
====================
Dari Istri Fathimah binti Abdul Hamid keturunan Rasulullah Saw dari Sayyidah Ruqoiyah berputra
1. Maulana Tajuddin Ahmad Al Kubro
2. Maulana Muhyiddin Muhammad Al Kubro
3. Siti Rakimah
4. Syekh Abu Ahmad Ishaq Imamul Pasai 
5. Syekh Abu Ali Ibrahim Asmoro (Ayah Sunan Ampel)

Dari Istri Fathimah Kawi binti Syekh Jakfar Siddiq Mekkah berputra 
6. Syekh Syamsuddin 
7. Syekh Syamsu Taberis Pangeran Muhammad Kebungsuan 
8. Syekh Arif 
9. Syekh Rosyid
10. Syekh Hasan Ali (Nurul Alam), Kakek Sunan Gunungjati 2
11. Syekh Hasan Besari
12. Syekh Ibrahim As'ari
13. Syekh Abdullah Anshori
14. Siti Zainab, menikah dengan Maulana Ishaq bin Junaid Al Hasani
15. Syekh Abdullah Asy'ari Sunan Bejagung
16. Syekh Mustahal
17. Syekh Kalkum
18. Syekh Subli
19. Syekh Alwi 
20. Syekh Hatim
21. Siti Khatimah 


SILSILAH MULIA SYEKH MAULANA ISHAQ AL HASANI
===============
Sayyiduna Rasulullah Saw 
1. Sayyidah Fathimah Az-Zahro'
2. Sy. Al-Hasan As-Sibthi
3. Sy. Al-Hasan Al-Mutsanna
4. Sy. Abdulloh Al-Kamil Al-Mahdhi
5. Sy. Musa Al-Jun
6. Sy. Abdulloh
7. Sy. Musa
8. Sy. Daud
9. Sy. Muhammad
10. Sy. Yahya Az-Zahid
11. Sy. Abdulloh
12. Sy. Abu Sholeh Musa Janji Daust
*13. Sy. Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani*
14. Sy. Sholeh
15. Sy. Ahmad 
16. Sy. Abdul Aziz
17. Sy. Abdur Rozzaq
18. Sy. Abdul Jabbar
19. Sy. Syu'aib
20. Sy. Abdul Qodir
21. Sy. Junaid
22. Maulana Ishaq (Syarif Ibrahim Malaka).

ANAK-ANAK SYEKH MAULANA ISHAQ
=================
Maulana Ishaq bin Junaid Al Hasani menikah dengan Syarifah Zainab binti Jumadil Kubro berputra 
1. Syekh Ishaq Tamsyi Sutamaharaja (Ayah Sunan Gunungjati 1)
2. Sayyid Ya'qub Pangeran Wali Lanang (Ayah Sunan Giri)
3. Khalifah Husain Sunan Mertayasa (Kakek Sunan Kudus)
4. Syekh Maulana Muhammad Al Maghribi
5. Syekh Maulana Ahmad Al Gharibi 
6. Syekh Waliyul Islam Sunan Pandanaran Imamul Semarang 

5 ORANG BERNAMA MAULANA ISHAQ YANG SERING DIANGGAP SEBAGAI 1 TOKOH YANG SAMA
==================
1. Maulana Ishaq Syarif Ibrahim Malaka Al Hasani
Beliau yang dimaksud adalah Maulana Ishaq bin Junaid Al Hasani yang merupakan Kakek Sunam Giri. Beliau adalah menantu Syekh Jumadil Kubro karena menikah dengan Syarifah Zainab binti Jumadil Kubro. Beliau wafat di Malaka.

2. Maulana Ishaq Lamongan
Beliau yang dimaksud adalah Sayyid Ya'qub Pangeran Wali Lanang bin Maulana Ishaq Syarif Ibrahim Malaka. Beliau adalah ayah Sunan Giri yang pergi ke Blambangan untuk menyembuhkan Ratna Sabodi atau Dewi Sekardadu. Beliau dikejar pasukan Blambangan dan meminjam nama ayahnya yaitu Maulana Ishaq untuk mengelabuhi pasukan Blambangan, beliau wafat di Lamongan.

3. Maulana Ishaq Pasai
Beliau yang dimaksud adalah Syekh Abu Ahmad Ishaq Imamul Pasai bin Jumadil Kubro. Beliau menjadi Imam Pasai sampai akhir wafatnya dan wafat di Pasai

4. Maulana Ishaq Mertua Sunan Kalijaga 
Beliau yang dimaksud adalah Syekh Ishaq Tamsyi Sutamaharaja bin Maulana Ishaq Syarif Ibrahim Malaka. Beliau mempunyai 2 anak yaitu Sayyid Zen Abdul Qodir Sunan Gunungjati 1 dan Syarifah Zainab Dewi Saroh yang menjadi istri Sunan Kalijaga.

5. Maulana Ishaq Leluhur Joko Tingkir 
Beliau yang dimaksud adalah Syekh Ishaq Pangeran Pethak Raden Badjul Putih bin Syamsu Taberis Pangeran Muhammad Kebungsuan bin Jumadil Kubro. Beliau adalah kakek buyut dari Joko Tingkir Sultan Hadiwijaya Pajang.
posting ulang by M. Nurul Huda, S.H.I

BAB I BANGSA NUSANTARA

1. Biografi Nusantara
Nusantara, menurut teori terletak di persimpangan tiga lempeng dunia, yang 
potensial menimbulkan tekanan sangat besar pada lapisan kulit bumi. Akibat 
lapisan kulit bumi Nusantara—pertemuan tiga lempeng dunia—tertekan ke atas, 
hasilnya membentuk hamparan-hamparan luas yang dikenal sebagai Paparan 
Benua Sunda dengan barisan gunung berapi dan pegunungan panjang yang 
pada masa purbakala disebut sebagai Swetadwipa atau Lemuria. Hamparan luas  Paparan Benua Sunda yang awalnya berupa dataran dangkal itu, pada Zaman 
Es ketika permukaan laut turun ratusan meter, terlihat mencuat ke permukaan. 
Oleh karena terletak di persimpangan tiga lempeng dunia, wilayah ini sering 
diguncang gempa bumi hebat dan letusan gunung berapi yang dahsyat.

Pada zaman Glacial Wurm atau Zaman Es akhir, yang berlangsung sekitar 
500.000 tahun silam, es di Kutub Utara dan Kutub Selatan mencair sehingga 
air laut naik dan menimbulkan gelombang setinggi satu mil. Akibat naiknya air 
laut yang menggelombang hingga setinggi satu mil, hamparan Paparan Benua Sunda yang luas itu tenggelam ke dalam laut dan 
hanya dataran tinggi dan puncak-puncak vulkanis yang tersisa. Belakangan, sisa-sisa dataran yang tidak tenggelam tersebut dikenal sebagai Kepulauan 
Nusantara yang terdiri dari Paparan Sunda Besar dan Paparan Sunda Kecil, yang sambung-menyambung hingga Benua Australia. 
Menurut Peta yang dihasilkan Southeast Asia Research Group di London, Kepulauan Nusantara 
dulunya merupakan satu kesatuan dengan Benua Asia. Tetapi, daratannya yang rendah tenggelam ke dasar laut dan hanya gunung￾gunung vulkanik dan daerah dataran tinggi bergunung-gunung yang tersisa menjadi pulau-pulau. Menurut teori Prof. Arysio Nunes dos Santos—fi sikawan nuklir dan ahli geologi asal Brazilia— Kepulauan Nusantara dulu merupakan 
bagian sisa dari Benua Atlantis yang tenggelam akibat peristiwa banjir besar 
yang terjadi pada akhir Zaman Es. Peristiwa itu terekam dalam cerita-cerita 
purba di berbagai belahan dunia tentang terjadinya banjir besar yang melanda 
dunia, yang menenggelamkan seluruh dataran rendah dan menyisakan dataran 
tinggi dan gunung-gunung berapi sebagai pulau-pulau.

Dalam peta geografi modern, Nusantara terletak di persimpangan jalan 
antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifi k, yang dalam jalur perdagangan 
tradisional menghubungkan Teluk Benggala dan Laut Cina. Kepulauan Nusantara membentang dari barat ke timur sejauh 5.000 km, dan dari utara ke selatan sejauh 2.000 km, yang karena luasnya wilayah sampai terbagi dalam tiga wilayah waktu. Wilayah yang luas itu dihuni oleh lebih dari 300 suku dengan subsuku￾subsuku, dengan berbagai varian dan derivat bahasanya. Oleh karena bagian terbesar wilayah Nusantara berupa laut, hubungan ekonomi dan kebudayaan 
penduduknya lebih sering terjalin dari satu pantai ke pantai lain daripada dari 
daerah pedalaman ke daerah pedalaman lain, yang terpisah oleh rintangan 
geografi s bergunung-gunung dan berhutan-hutan. 

Minggu, 16 November 2025

*TRAH WALISONGO HARUS MATI: MENGUAK OPERASI JAHAT KLANDESTIN HABIB BAALWI DI INDONESIA... SANGAT PENTING UNTUK DIBACA SAMPAI TUNTAS...!!!*



*TRAH WALISONGO PEWARIS NEGERI HARUS MATI: Bagi Klan Habib Ba'alwi, Trah Walisongo adalah Kompetitor Yang Harus Dieliminir, Malah Kalau Bisa 'Dimatikan'.*

Untuk membentuk keadaan psiko-sosial otoritas tunggal sosial-keagamaan berdasar nasab satu-satunya cucu Nabi, kompetitor harus dieliminir, kalau bisa 'dimatikan'. Siapa kompetitor itu? Trah Walisongo. Makanya kemudian dapat dipahami mengapa dan apa maksudnya dari perilaku Klan Habib Baalwi yang terlihat mati-matian ‘membunuh’ keberadaan Trah Walisongo di tengah masyarakat.

*Bagaimana Klan Habib Baalwi 'Membunuh' Keberadaan Trah Walisongo?*

*Pertama.* Walisongo dipropagandakan sebagai habib (padahal bukan) yaitu jalur Ubaid bin Ahmad bin Isa. Baik melalui kerja tulisan, lisan, dan arkeologi;

*Kedua.* Keturunan Walisongo digembar-gemborkan terputus karena bukan jalur laki-laki. Kalau pun ada, dari jalur Ibu, kalau jalur Ibu terputus. Aturan ‘garis lurus laki’ ini juga alat mengeliminir kompetitor.

*Ketiga.* Jika ada yang mengaku sebagai Trah Walisongo, ia diintimidasi, diteror dan dipersekusi: dipukuli, ditampar, ditendang, bahkan diinjak kepalanya. Ini untuk menciptakan ketakutan pada Trah Walisongo agar status atau identitas itu tidak muncul di tengah masyarakat. Di sisi lain, juga me-maintain keadaan persepsi di masyarakat bahwa satu-satunya cucu Nabi adalah Klan Habib Baalwi;

*Keempat.* Menciptakan persepsi di tengah masyarakat siapa saja yang mengaku Trah Walisongo—karena Walisongo adalah Habib—maka dia harus melewati verifikasi lembaga Rabithah Alawiyah (Alwiyah)/RA; karena RA lembaga yang memverifikasi habib. Jika tidak diakui RA maka dia bukan keturunan Walisongo. Di permukaan publik diciptakan persepsi dan keyakinan seperti itu, sementara ada mekanisme gelap di belakang layar yang tak diketahui publik Trah Walisongo ditolak, dinyatakan, terputus oleh (sistem) RA. Inilah posisi dan fungsi RA dipropagandakan ke masyarakat sebagai satu-satunya lembaga validasi nasab dzurriyah Rasul yaitu menjadi otoritas tunggal kenasaban dzurriyah Nabi guna mentiadakan kompetitor.

*Kelima.* Menciptakan struktur gelar keturunan Nabi yang tertinggi adalah habib. Sayyid-Syarif di bawah habib. Untuk diakui sebagai sayyid-syarif harus memperoleh pengakuan dari RA. Sedangkan sudah disetting keturunan Walisongo dinyatakan terputus dan tertolak oleh RA. Maka jadilah Sayyid-Syarif hanya dari jalur Klan Habib Baalwi. Dengan demikian gelar tertinggi dzurriyah Nabi yaitu habib hanya bisa dikenakan oleh Klan Habib Baalwi saja.

Melalui propaganda dan skema di atas masyarakat dibikin berpersepsi dan berkeyakinan bahwa satu-satunya cucu Nabi yang valid di Indonesia bahkan di Seluruh Dunia adalah Klan Habib Baalwi; tidak ada selain mereka.

*Penggunaan Senjata Satu-Satunya Cucu Nabi*

Dengan senjata dan jubah ‘Habib = [satu-satunya] Cucu Nabi’ Klan Habib Baalwi menundukkan psikologis dan mental pribumi melalui penyebaran doktrin-doktrin wajibnya cinta dan taat pada habib; jika tidak cinta dan percaya kepada habib  serta tidak taat kepada habib; maka kualat, dapat adzab, kafir, murtad, mati su’ul khotimah dan tidak mendapat syafaat Nabi. Model doktrinnya: Habib = Ahlul bait = Cucu Nabi = Rasulullah = Allah ; Habib = Allah.

Manusia awam mana yang tidak takluk dan tunduk jika dihadapkan dengan ancaman dan tekanan melawan Rasulullah dan Allah sedangkan yang mengeluarkan ancaman dan tekanan itu adalah ‘cucu Nabi’ itu sendiri? Yang berilmu saja goblok mendadak apalagi mereka yang awam.

Dengan mengenakan jubah cucu Nabi itu mereka dapat mengelimir hambatan dan penentangan ketika masyarakat menyaksikan kejahatan-kejahatan mereka. Hampir dapat dikatakan tidak ada interupsi yang berarti dari masyarakat karena masyarakat takut dan mengalami konflik batin. Maka melenggang lancarlah pem-Baalwisasi-an sejarah leluhur pribumi, pahlawan, sejarah NU-Muhammadiyah-Bangsa Indonesia, sejarah kemerdekaan, mengubah identitas dan silsilah makam-makam leluhur pribumi Nusantara, thariqoh yang tertinggi adalah thariqoh alawiyah, sanad thariqoh semuanya berpangkal pada thariqoh alawiyah, penyebaran doktrin sesat dan khurafat, dawir, persekusi, politisasi agama,  pengkonversian otoritas cucu Nabi ke berbagai bidang lain dan berbagai kategori data lainnya.

Salah satu yang paling menyakitkan dan melukai hati penulis secara mendalam adalah ke-Islam-an dan ilmu yang kami—pribumi—dapatkan katanya dari Klan Habib Baalwi  (sebagai Cucu Nabi) dan kita ditagih-tagih balas budi kepada mereka atas nama Cucu Nabi. Jadi, ‘Islam’ (dalam tanda kutip) ini agama yang nagih-nagih jasa dan ilmu ya? Manusia-manusia penerima kebaikan, keluhuran dan ilmu dari ‘Islam’ wajib jadi budak Klan Habib Baalwi? Jadi, orang diajak-ajak masuk Islam, setelah masuk Islam wajib menjadi budak Klan Habib Baalwi karena kalau tidak akan dikutuk Rasulullah dan Allah?

Begitu?

Meniru model penagihan Pak Taufik Assegaf dan Habib-habib lainnya: sejak kapan Syaikh Nawawi Al Bantani, Mbah Kholil Bangkalan, Mbah As’ad Samsul Arifin, Mbah Wahhab, dan Mbah-Mbah NU lainnya mengajarkan Islam untuk kemudian menagih-nagih lalu memperbudak?

Sejak kapan?

Coba yang jelas… biar kami—pribumi—yang bukan ‘Cyucyu Nabi’ ini mengerti sejatinya NU ini konsep implementasi Islamnya bagaimana. Ndak perlu sembunyi-sembunyi. Ayo yang jelas-jelas aja. Jangan ada tipu-menipu di antara kita.

*MARI SEBARKAN TULISAN INI KE SEMUA GROUP KITA, AGAR SEMUA SADAR DENGAN OPERASI JAHAT KLANDESTIN KLAN HABIB BAALWI INI...!!!*

Selasa, 30 September 2025

Refleksi 30 September 2025. Mengenang kejahatan PKI di Indonesia


*INILAH SEJARAH YANG TIDAK BOLEH DILUPAKAN OLEH KITA SEMUA*

*Tgl 31 Oktober 1948 :*
Muso dieksekusi di Desa Niten Kecamatan Sumorejo Kabupaten Ponorogo. Sedang MH. Lukman dan Nyoto pergi ke Pengasingan di Republik Rakyat China (RRC).

*Akhir November 1948 :*
Seluruh Pimpinan PKI Muso berhasil dibunuh atau ditangkap, dan Seluruh Daerah yang semula dikuasai PKI berhasil direbut, antara lain : 
1. Ponorogo, 
2. Magetan, 
3. Pacitan, 
4. Purwodadi, 
5. Cepu, 
6. Blora, 
7. Pati, 
8. Kudus, dan lainnya.

*Tgl 19 Desember 1948*
Agresi Militer Belanda kedua ke Yogyakarta.

*Tahun 1949 :* 
PKI tetap Tidak Dilarang, sehingga tahun 1949 dilakukan Rekontruksi PKI dan tetap tumbuh berkembang hingga tahun 1965.

*Awal Januari 1950 :*
Pemerintah RI dengan disaksikan puluhan ribu masyarakat yang datang dari berbagai daerah seperti Magetan, Madiun, Ngawi, Ponorogo dan Trenggalek, melakukan Pembongkaran 7 (Tujuh) Sumur Neraka PKI dan mengidentifikasi Para Korban. Di Sumur Neraka Soco I ditemukan 108 Kerangka Mayat yg 68 dikenali dan 40 tidak dikenali, sedang di Sumur Neraka Soco II ditemukan 21 Kerangka Mayat yang semuanya berhasil diidentifikasi. Para Korban berasal dari berbagai Kalangan Ulama dan Umara serta Tokoh Masyarakat.

*Tahun 1950 :* 
PKI memulai kembali kegiatan penerbitan Harian Rakyat dan Bintang Merah.

*Tgl 6 Agustus 1951 :*
Gerombolan Eteh dari PKI menyerbu Asrama Brimob di Tanjung Priok dan merampas semua Senjata Api yang ada.

*Tahun 1951 :*
Dipa Nusantara Aidit memimpin PKI sebagai Partai Nasionalis yang sepenuhnya mendukung Presiden Soekarno sehingga disukai Soekarno, lalu Lukman dan Nyoto pun kembali dari pengasingan untuk membantu DN Aidit membangun kembali PKI.

*Tahun 1955 :* 
PKI ikut Pemilu Pertama di Indonesia dan berhasil masuk empat Besar setelah MASYUMI, PNI dan NU.

*Tgl 8-11 September 1957 :* 
Kongres Alim Ulama Seluruh Indonesia di Palembang–Sumatera Selatan Mengharamkan Ideologi Komunis dan mendesak Presiden Soekarno untuk mengeluarkan Dekrit Pelarangan PKI dan semua Mantel organisasinya, tapi ditolak oleh Soekarno.

*Tahun 1958 :*
Kedekatan Soekarno dengan PKI mendorong Kelompok Anti PKI di Sumatera dan Sulawesi melakukan koreksi hingga melakukan Pemberontakan terhadap Soekarno. Saat itu MASYUMI dituduh terlibat, karena Masyumi merupakan MUSUH BESAR PKI.

*Tgl 15 Februari 1958 :*
Para pemberontak di Sumatera dan Sulawesi Mendeklarasikan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), namun Pemberontakan ini berhasil dikalahkan dan dipadamkan.

*Tanggal 11 Juli 1958 :*
DN Aidit dan Rewang mewakili PKI ikut Kongres Partai Persatuan Sosialis Jerman di Berlin.

*Bulan Agustus 1959 :*
TNI berusaha menggagalkan Kongres PKI, namun Kongres tersebut tetap berjalan karena ditangani sendiri oleh Presiden Soekarno.

*Tahun 1960 :* 
Soekarno meluncurkan Slogan NASAKOM (Nasional, Agama dan Komunis) yang didukung penuh oleh PNI, NU dan PKI. Dengan demikian PKI kembali terlembagakan sebagai bagian dari Pemerintahan RI.

*Tgl 17 Agustus 1960 :*
Atas desakan dan tekanan PKI terbit Keputusan Presiden RI No.200 Th.1960 tertanggal 17 Agustus 1960 tentang "PEMBUBARAN MASYUMI (Majelis Syura Muslimin Indonesia)" dengan dalih tuduhan keterlibatan Masyumi dalam Pemberotakan PRRI, padahal hanya karena ANTI NASAKOM.

*Medio Tahun 1960 :* Departemen Luar Negeri AS melaporkan bahwa PKI semakin kuat dengan keanggotaan mencapai 2 Juta orang.

*Bulan Maret 1962 :* 
PKI resmi masuk dalam Pemerintahan Soekarno, DN Aidit dan Nyoto diangkat oleh Soekarno sebagai Menteri Penasehat.

*Bulan April 1962 :*
Kongres PKI.

*Tahun 1963 :*
PKI Memprovokasi Presiden Soekarno untuk Konfrontasi dengan Malaysia, dan mengusulkan dibentuknya Angkatan Kelima yang terdiri dari BURUH dan TANI untuk dipersenjatai dengan dalih ”Mempersenjatai Rakyat untuk Bela Negara” melawan Malaysia.

*Tgl 10 Juli 1963 :* 
Atas desakan dan tekanan PKI terbit Keputusan Presiden RI No.139 th.1963 tertanggal 10 Juli 1963 tentang PEMBUBARAN GPII (Gerakan Pemuda Islam Indonesia), lagi-lagi hanya karena ANTI NASAKOM.

*Tahun 1963 :* 
Atas desakan dan tekanan PKI terjadi penangkapan Tokoh-Tokoh Masyumi dan GPII serta Ulama Anti PKI, antara lain : 
1. KH. Buya Hamka, 
2. KH. Yunan Helmi Nasution, 
3. KH. Isa Anshari,
4. KH. Mukhtar Ghazali, 
5. KH. EZ. Muttaqien, 
6. KH. Soleh Iskandar, 
7. KH. Ghazali Sahlan dan
8. KH. Dalari Umar.

*Bulan Desember 1964 :*
Chaerul Saleh Pimpinan Partai MURBA (Musyawarah Rakyat Banyak) yang didirikan oleh mantan Pimpinan PKI, Tan Malaka, menyatakan bahwa PKI sedang menyiapkan KUDETA.

*Tgl 6 Januari 1965 :*
Atas Desakan dan Tekanan PKI terbit Surat Keputusan Presiden RI No.1/KOTI/1965 tertanggal 6 Januari 1965 tentang PEMBEKUAN PARTAI MURBA, dengan dalih telah Memfitnah PKI.

*Tgl 13 Januari 1965 :* 
Dua Sayap PKI yaitu PR (Pemuda Rakyat) dan BTI (Barisan Tani Indonesia) Menyerang dan Menyiksa Peserta Training PII (Pelajar Islam Indonesia) di Desa Kanigoro Kecamatan Kras Kabupaten Kediri, sekaligus melecehkan Pelajar Wanitanya, dan juga merampas sejumlah Mushaf Al-Qur’an dan merobek serta menginjak-injaknya.

*Awal Tahun 1965 :*
PKI dengan 3 Juta Anggota menjadi Partai Komunis terkuat di luar Uni Soviet dan RRT. PKI memiliki banyak Ormas, antara lain : SOBSI (Serikat Organisasi Buruh Seluruh Indonesia), Pemuda Rakjat, Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia) BTI (Barisan Tani Indonesia), LEKRA (Lembaga Kebudayaan Rakjat) dan HSI (Himpunan Sardjana Indonesia).

*Tgl 14 Mei 1965 :* 
Tiga Sayap Organisasi PKI yaitu PR, BTI dan GERWANI merebut Perkebunan Negara di Bandar Betsi, Pematang Siantar, Sumatera Utara, dgn Menangkap dan Menyiksa serta Membunuh Pelda Soedjono penjaga PPN (Perusahaan Perkebunan Negara) Karet IX Bandar Betsi.

*Bulan Juli 1965 :* 
PKI menggelar Pelatihan Militer untuk 2000 anggota'y di Pangkalan Udara Halim dengan dalih ”Mempersenjatai Rakyat untuk Bela Negara”.

*Tgl 21 September 1965*:
Atas desakan dan tekanan PKI terbit Keputusan Presiden RI No.291 th.1965 tertanggal 21 September 1965 tentang PEMBUBARAN PARTAI MURBA, karena sangat memusuhi PKI.

*Tgl 30 September 1965 Pagi :* 
Ormas PKI Pemuda Rakyat dan Gerwani menggelar Demo Besar di Jakarta.

*Tgl 30 September 1965 Malam :* 
Terjadi Gerakan G30S/PKI atau disebut  GESTAPU (Gerakan September Tiga Puluh) : PKI Menculik dan Membunuh 6 (enam) Jenderal Senior TNI AD di Jakarta dan membuang mayatnya ke dalam sumur di LUBANG BUAYA Halim, mereka adalah : 
1. Jenderal Ahmad Yani,
2. Letjen R.Suprapto, 
3. Letjen MT.Haryono, 
4. Letjen S.Parman, 
5. Mayjen Panjaitan dan
6. Mayjen Sutoyo Siswomiharjo. 
PKI juga menculik dan membunuh Kapten Pierre Tendean karena dikira Jenderal Abdul Haris Nasution. PKI pun membunuh Aiptu Karel Satsuitubun seorang Ajun Inspektur Polisi yang sedang bertugas menjaga Rumah Kediaman Wakil PM Dr. J. Leimena yang bersebelahan dengan Rumah Jenderal AH. Nasution. 
PKI juga menembak Putri Bungsu Jenderal AH. Nasution yang baru berusia 5 (lima) tahun, *Ade Irma Suryani Nasution*, yang berusaha menjadi Perisai Ayahandanya dari tembakan PKI, kemudian ia terluka tembak dan akhirnya wafat pada tanggal 6 Oktober 1965.
G30S/PKI dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung yang membentuk tiga kelompok gugus tugas penculikan, yaitu : 
1. Pasukan Pasopati dipimpin Lettu Dul Arief, dan
2. Pasukan Pringgondani dipimpin Mayor Udara Sujono, serta 
3. Pasukan Bima Sakti dipimpin Kapten Suradi.
Selain Letkol Untung dan kawan-kawan, PKI didukung oleh sejumlah Perwira ABRI (TNI/Polri) dari berbagai Angkatan, antara lain :
*Angkatan Darat :*
1. Mayjen TNI Pranoto Reksosamudro, 
2. Brigjen TNI Soepardjo dan
3. Kolonel Infantri A. Latief.
*Angkatan Laut :*
1. Mayor KKO Pramuko Sudarno, 
2. Letkol Laut Ranu Sunardi dan 
3. Komodor Laut Soenardi.
*Angkatan Udara :*
1. Men/Pangau Laksda Udara Omar Dhani, 
2. Letkol Udara Heru Atmodjo dan 
3. Mayor Udara Sujono.
*Kepolisian :* 
1. Brigjen Pol. Soetarto,
2. Kombes Pol. Imam Supoyo dan 
3. AKBP Anwas Tanuamidjaja.

*Tgl 1 Oktober 1965 :*
PKI di Yogyakarta juga Membunuh :
1. Brigjen Katamso Darmokusumo dan 
2. Kolonel Sugiono. 
Lalu di Jakarta PKI mengumumkan terbentuknya DEWAN REVOLUSI baru yang telah mengambil Alih Kekuasaan.

*Tgl 2 Oktober 1965 :*
Letjen TNI Soeharto mengambil alih Kepemimpinan TNI dan menyatakan Kudeta PKI gagal dan mengirim TNI AD menyerbu dan merebut Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma dari PKI.

*Tgl 6 Oktober 1965 :*
Soekarno menggelar Pertemuan Kabinet dan Menteri PKI ikut hadir serta berusaha Melegalkan G30S, tapi ditolak, bahkan Terbit Resolusi Kecaman terhadap G30S, lalu usai rapat Nyoto pun langsung ditangkap.

*Tgl 13 Oktober 1965 :*
Ormas Anshor NU gelar Aksi unjuk rasa Anti PKI di Seluruh Jawa.

*Tgl 18 Oktober 1965 :*
PKI menyamar sebagai Anshor Desa Karangasem (kini Desa Yosomulyo) Kecamatan Gambiran, lalu mengundang Anshor Kecamatan Muncar untuk Pengajian. Saat Pemuda Anshor Muncar datang, mereka disambut oleh Gerwani yang menyamar sebagai Fatayat NU, lalu mereka diracuni, setelah Keracunan mereka di Bantai oleh PKI dan Jenazahnya dibuang ke Lubang Buaya di Dusun Cemetuk Desa/Kecamatan Cluring Kabupaten Banyuwangi. Sebanyak 62 (enam puluh dua) orang Pemuda Anshor yang dibantai, dan ada beberapa pemuda yang selamat dan melarikan diri, sehingga menjadi Saksi Mata peristiwa. Peristiwa Tragis itu disebut Tragedi Cemetuk, dan kini oleh masyarakat secara swadaya dibangun Monumen Pancasila Jaya.

*Tgl 19 Oktober 1965 :* Anshor NU dan PKI mulai bentrok di berbagai daerah di Jawa.

*Tgl 11 November 1965 :* 
PNI dan PKI bentrok di Bali.
Tgl 22 November 1965 : DN Aidit ditangkap dan diadili serta di Hukum Mati.

*Bulan Desember 1965 :*
Aceh dinyatakan telah bersih dari PKI.

*Tgl 11 Maret 1966 :*
Terbit Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) dari Presiden Soekarno yang memberi wewenang penuh kepada Letjen TNI Soeharto untuk mengambil langkah Pengamanan Negara RI.

*Tgl 12 Maret 1966 :*
Soeharto melarang secara resmi PKI. 

*Bulan April 1966 :*
Soeharto melarang Serikat Buruh Pro PKI yaitu SOBSI.

*Tgl 13 Februari 1966 :*
Bung Karno masih tetap membela PKI, bahkan secara terbuka di dalam pidatonya di muka Front Nasional di Senayan mengatakan : 
*”Di Indonesia ini tidak ada partai yang Pengorbanannya terhadap Nusa dan Bangsa sebesar Partai Komunis Indonesia…”*

*Tgl 5 Juli 1966 :* 
Terbit TAP MPRS No.XXV Tahun 1966 yang ditanda-tangani Ketua MPRS–RI Jenderal TNI AH. Nasution tentang Pembubaran PKI dan Pelarangan penyebaran Paham Komunisme, Marxisme dan Leninisme.

*Bulan Desember 1966 :*
Sudisman mencoba menggantikan Aidit dan Nyoto untuk membangun kembali PKI, tapi ditangkap dan dijatuhi Hukuman Mati pada tahun 1967.

*Tahun 1967 :*
Sejumlah Kader PKI seperti Rewang, Oloan Hutapea dan Ruslan Widjajasastra, bersembunyi di wilayah terpencil di Blitar Selatan bersama Kaum Tani PKI.

*Bulan Maret 1968 :*
Kaum Tani PKI di Blitar Selatan menyerang para Pemimpin dan Kader NU, sehingga 60 (enam puluh) Orang NU tewas dibunuh.

*Pertengahan 1968 :*
TNI menyerang Blitar Selatan dan menghancurkan persembunyian terakhir PKI.

*Dari tahun 1968 s/d 1998*
Sepanjang Orde Baru secara resmi PKI dan seluruh mantel organisasiya dilarang di Seluruh Indonesia dgn dasar TAP MPRS No.XXV Tahun 1966. Dari tahun 1998 s/d 2015

*Pasca Reformasi 1998*
Pimpinan dan Anggota PKI yang dibebaskan dari Penjara, beserta keluarga dan simpatisanya yang masih mengusung IDEOLOGI KOMUNIS, justru menjadi pihak paling diuntungkan, hingga kini mereka meraja-lela melakukan aneka gerakan pemutar balikkan Fakta Sejarah dan memposisikan PKI sebagai PAHLAWAN Pejuang Kemerdekaan RI. Sejarah Kekejaman PKI yang sangat panjang, dan jangan biarkan mereka menambah lagi daftar kekejamannya di negeri tercinta ini.

Semoga Tuhan YME senantiasa melindungi kita semua. Aamiin.... 

*BAGIKAN SEJARAH INI.* 
*JADIKAN PELAJARAN*
*BUAT GENERASI YANG AKAN DATANG*


🇲🇨🇲🇨🇲🇨🇲🇨🇮🇩

Selasa, 23 September 2025

Apa Kata Imam Ali bin Abi Thalib as -'alaihissalaam- Tentang Baginda Nabi Muhammad saw -shallAllaahu 'alaihi wa Aalihi wa sallam-?

*Khazanah Al-Qur’an*

*
Alhamdulillah dalam bulan maulid ini kita terus berusaha untuk lebih mengenal Baginda Nabi Muhammad saw.

Sebelumnya kita telah mengkaji bagaimana mengenal Rasulullah melalui ayat Al-Qur’an, melalui sabda beliau sendiri dan melalui orang-orang terdekatnya. Kita juga telah mendengar kisah-kisah kemuliaan akhlak beliau kepada orang-orang di sekitarnya.

Dan kali ini kita kembali akan bertanya kepada Imam Ali bin Abi Tholib sebagai pintu kota ilmu Rasul untuk mengenal lebih dalam keagungan Baginda Nabi saw. Saat ditanya tentang Rasulullah saw, Imam Ali pernah mengungkapkan pernyataan yang begitu singkat tapi memiliki makna yang amat luas. Beliau berkata,

الخاتِمِ لِمَا سَبَقَ والفاتِحِ لِمَا غَلَقَ نَاصِرِ الحَقِّ بَالحَقَّ

“(Rasulullah saw) adalah penutup dari yang terdahulu, pembuka segala yang tertutup dan penolong kebenaran dengan (cara) yang benar”

  Kita akan bahas 3 poin ini satu persatu :

1. Penutup dari yang terdahulu.

Poin yang pertama ini memiliki 3 arti,

Arti pertama, Rasulullah saw adalah Nabi terakhir. Dengannya risalah Allah telah ditutup dan ditangan beliau lah agama ini disempurnakan.

Arti kedua, beliau telah mencapai puncak kesempurnaan dan kedekatan dengan Allah swt. Tidak ada seorang pun yang bisa menandingi kedudukannya. Seakan-akan kedudukan ini telah tertutup bagi selainnya.

Arti ketiga, kelak di Padang Mahsyar para nabi akan memberikan laporan kepada Allah swt. Dan semua laporan itu tidak akan diterima sebelum disetujui dan mendapatkan “stempel” dari Nabi Muhammad saw.

2. Pembuka segala yang tertutup.

Poin kedua ini juga memiliki beberapa arti,

Arti pertama, Rasulullah saw adalah pembuka pintu kebesaran yang belum pernah dibuka oleh Nabi sebelumnya. Beliau memiliki seluruh mukjizat para nabi dan membawa mukjizat lain yang tak pernah dimiliki oleh siapapun.

Arti kedua, kunci dari segala sesuatu yang tertutup adalah Rasulullah saw. Ketika kita terjepit, panggil nama beliau dan mintalah tolong. Biasakan untuk bertawasul kepada beliau dalam setiap doa kita. Bukankah doa seorang hamba tidak akan diterima jika tidak didahului dengan solawat kepadanya?

Bahkan Adam pun diperintahkan oleh Allah untuk bertawasul kepada Baginda Nabi jika ingin meminta sesuatu dari-Nya. Segala sesuatu akan terbuka dengan nama Muhammad saw.

Apa sih yang akan kita cari? Mencari ampunan Allah? Pintunya adalah Baginda Nabi saw :

وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذ ظَّلَمُواْ أَنفُسَهُمْ جَآؤُوكَ فَاسْتَغْفَرُواْ اللّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُواْ اللّهَ تَوَّاباً رَّحِيماً

“Dan sungguh, sekiranya mereka setelah menzalimi dirinya (berbuat dosa) datang kepadamu (Muhammad), lalu memohon ampunan kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampunan untuk mereka, niscaya mereka mendapati Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.” (QS.An-Nisa’:64)

 

Mencari Cinta Allah? Tidak ada pintu lain selain beliau :

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللّهُ

Katakanlah (Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah Mencintaimu..” (QS.Ali Imran:31)

 

Mencari kemuliaan diri? Hanya bisa diperoleh dengan mendekati beliau :

وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ

“Padahal kemuliaan itu hanyalah milik Allah, Rasul-Nya dan bagi orang-orang Mukmin.” (QS.Al-Munafiqun:8)

 

Mencari Keridhoan-Nya? Keridhoan Allah hanya bisa diperoleh dari satu pintu yaitu pintu Nabi Muhammad saw. Buktinya, solat yang disebut sebagai ibadah paling pribadi antara hamba dengan tuhannya tidak akan diterima tanpa bersolawat kepada Muhammad dan keluarganya? Bukankah kita selalu bersolawat di akhir tasyahud kita?

Semua pintu yang tertutup akan terbuka dengan nama beliau. Sebesar apapun masalah yang kita hadapi, jangan pernah berkecil hati ! Karena kita memiliki kunci dari semua masalah. Nama beliau bukan hanya menjadi kunci kemudahan di akhirat saja, segala yang tertutup dari masalah-masalah duniawi pun dapat terbuka dengan memohon melalui beliau Sallallahu alaihi wa alihi wa sallam.

3. Pembela kebenaran dengan (cara) yang benar.

Sampailah kita pada poin terakhir yang disampaikan oleh Imam Ali bin Abi Tholib. Bahwa Rasulullah saw adalah pembela kebenaran, mungkin kita semua sudah tau. Tapi coba perhatikan kalimat terakhirnya, pembela kebenaran dengan (cara) yang benar.

Nah, ini yang harus kita cermati dalam-dalam. Rasul tidak hanya membela kebenaran tapi melakukan semua usaha itu dengan cara-cara yang baik dan benar. Sungguh miris melihat orang-orang yang teriak sebagai para pembela kebenaran, pembela agama Allah tapi menggunakan cara-cara yang batil. Membela agama suci tapi menggunakan cara-cara syaitoni.

Jika ingin meneladani Rasulullah, bela kebenaran ! Tapi tetap dengan cara yang baik dan benar sesuai dengan ajaran Al-Qur’an. Karena kebenaran itu indah, maka memperjuangkannya pun harus dengan cara yang indah.

Semoga kajian-kajian tentang Rasulullah saw ini dapat menambah keyakinan dan kecintaan kita kepada beliau. Dan semoga semua informasi yang kita dapatkan tidak hanya menjadi sekedar informasi tapi dapat merubah kehidupan kita menjadi lebih baik.

Rabu, 17 September 2025

KITAB MINHAJUNNASSABIN, NU DAN SANTRI BERMASYRAB QUBURIYAH



Standar santri yang menimba ilmu dari Lembaga bermasyrab quburiyah seperti beberapa Lembaga Pendidikan di Yaman,  akan sulit mengungkap hal ndakik tentang skandal pemalsuan nasab seperti dalam kitab Minhajunnassabin, apalagi yang telah berjalan ratusan tahun seperti nasab Ba’alwi. Ia membutuhkan ilmu pesantren Nusantara yang fiqhiy, logis, mendalam, konprehensif, detail, dan  penuh keberkahan. 

Jika ia mau menggunakan ilmunya yang dulu pernah  ia pelajari di pesantren Nusantara, mungkin ia bisa untuk menelusuri dan merangkai puzzle-puzle sejarah yang ditemukan sepotong-sepotong dalam berbagai macam sumber lalu mengurut historiografinya sedemikian rupa. tetapi jika standar  ilmu masyrab quburiyah yang dikedepankan, yang setiap hari hanya membulak-balik kitab kumpulan doa ma’tsurah siang malam karya gurunya,  ia akan terbentur doktrin jumud yang telah menghujam dalam jiwa tanpa terasa. 

Doktrin jumud itu seperti ucapan masyrab quburiyah bahwa Syekh Khalil Ibrahim telah mensahihkan, Syekh Mahdi Roja’I telah menerima, Syekh Ibrahim bin Mansur, pemaslu nasab itu,  telah mengakui, dan narasi lain  yang semacamnya. Padahal ia tidak tahu landasan apa yang dijadikan dalil oleh mereka; Ia tidak faham alasan-alasan ilmiyah apa yang melatarbelakangi pendapatnya.  Berbeda dengan perkataan kiai-kiai  Nusantara ketika mengajarkan kitab-kitab mukhtashar  dalam ilmu fiqih kepada santri junior: Imam Syafi’I berkata, Imam Nawawi mengucapkan, Imam Ibnu Hajar menyatakan dst, para kiai-kiai itu mengetahui dalil-dalil Al-Quran dan Hadits yang menjadi landasan hujjah para imam itu dari kitab-kitab muthowwalat (kitab-kitab besar). 

 Cara kita mengetahui apakah Syekh Khalil Ibrahim mempunyai dalil Ketika mensahihkan nasab Ba’alwi adalah dengan mencari kitabnya yang menjelaskan tentang itu. Jika Syekh Khalil Ibrahim belum mempunyai kitab yang membahas nasab Baalwi, maka para santri quburiyah bisa memintanya membuat kitab pembelaan terhadap nasab Ba’alwi itu. Nanti kita akan lihat, dalil apa yang dimilikinya Ketika ia mengatakan bahwa nasab Ba’alwi sahih. Jika ia mensahihkan tanpa dalil, atau dalilnya hanya syuhrah wal istifadlah, maka kita tolak. Karena para ulama fiqih tidak menerima syuhrah istifadlah yang bertentangan dengan dalil dan bukti yang kuat.

Jika Syikh Khalil Ibrahim tidak mampu membuat kitab sanggahan terhadap kitab saya, santri masyrab quburiyah bisa memintanya untuk bersedia berdiskusi dengan saya tentang nasab Ba’alwi, sekalian didatangkan juga Syekh Ibrahim bin Mansur, sang pemlasu nasab itu, dan Syekh Mahdi Arroja’i. ketiganya boleh sekaligus berbaris membela nasab Ba’alwi yang batil itu lalu kita lihat dalil apa yang bisa mereka ungkapkan.

Sekali lagi, hal ndakik seperti itu, tidak bisa diselesaikan oleh standar pelajaran masyrab  sufiyah quburiyah, tapi oleh standar  ilmu Nusantara yang agung dan barokah. Terkadang santri yang kemudian belajar di luar negeri merasa ia pintar  dari pelajaran yang ia terima di luar negeri, padahal ketika ia berangkat memang sudah berbekal ilmu dari kiai-kiainya  di Nusantara. Kalau kita ingin mengetahui apakah Pendidikan luar negeri itu berkwalitas, maka kita kirim anak yang belum pernah belajar di pesantren Nusantara ke luar negeri lalu  setelah beberapa tahun kita bandingkan dengan santri yang belajar di pesantren Nusantara yang belajar dalam jangka waktu yang sama.  Kita lihat siapa di antara keduanya yang lebih menguasai ilmu nahwu, Sharaf, fikih dlsb.

Standar ilmu Islam Nusantara yang luhur, pondasinya ditancapkan dengan kokoh oleh Walisongo dan dilanjutkan dengan bertanggung jawab oleh generasi selanjutnya seperti Syekh Abdul Rauf Singkil, Syekh Abdul Qahhar Al-Bantani, Syekh Abdul Samad Al-Falimbani, Syekh Arsyad Al-Banjari,  Sayyidu ‘ulama Hijaz Syekh Nawawi Al-Bantani, Syaikh Khalil al-Bankalani, Syaikh Mafudz At-Turmusi, Syaikh Hasyim Asy’ari dll. Standar ilmu Nusantara selanjutnya berpusat di pondok-pondok pesantren di seluruh peloksok Nusantara.

Ia kemudian secara lumintu mewarnai perjalanan peradaban Islam Nusantara  dan berhasil membentuk karakter muslim Nusantara yang toleran, cinta tanah air: lebih mencintai tanah kelahirannya dibanding tempat di mana ia belajar sementara; Menjunjung tinggi kesataraan: tidak merasa tinggi juga tidak merasa ditakdirkan sebagai manusia rendah dari yang lain: tidak rela diperbudak disuruh mencuci pakaian teman hanya karena teman itu mengaku sebagai cucu Nabi, padahal palsu: ketika mendapat perlakuan yang menyakitkan hati ia berani melawan dan mengatakan semua orang berhak diperlakukan dengan hormat, seraya berkata  “Jika kau tak menghormatiku, aku tidak akan menghormatimu, jika kau menyakitiku, aku akan membalas sesuai perbuatanmu”. Bukan seperti santri bermental budak, ketika ia mendapatkan perlakuan yang menyakitkan, ia  malah berkata “Dia siapa, aku siapa. Dia cucu Nabi aku hanya orang hina”. Sungguh malang nasib manusia yang bermental demikian, padahal Allah telah memuliakan seluruh manusia sama di hadapan-Nya.

 Santri Islam Nusantara memadukan antara fikih dan tasawwuf dengan seimbang;  memahami tafsir bil ma’qul dan bil ma’tsur secara simultan;  menjadikan hadits, ijma dan qiyas sebagai pegangan;  kearifan local sebagai identitas kemuliaan; suka berziarah tetapi tidak menjadi quburiyah;   menaburkan bunga di atas makam, tetapi tidak menghiasnya bagaikan kue ulang tahunan;  Beradab dan berakhlak tetapi tetap menjaga hargadiri kemanusiaan;  percaya kepada keramat tetapi mencampakan cerita khurafat;  Bermarhaba untuk menterjemahkan cinta kepada Nabi yang mulia,  tetapi tidak memelototkan mata, mengesankan bahwa ia sedang melihat sang dicinta, dengan gaya dan acting dusta.

 Itulah karakter agung santri pesantren Islam Nusantara.

Pesantren Islam Nusantara, telah berhasil mencetak ulama-ulama rabbaniyah, yang memiliki ilmu secara syumuliyah, dari ilmu dasar, menengah sampai ilmu yang dimiliki oleh para imam mujtahid saja. Ulama-ulama di PBNU banyak yang telah mencapai tingkatan itu, tetapi anehnya, karena ada beberapa influencer masyrab quburiyah yang ada di sana, PBNU kadang bisa-bisanya mengundang tokoh luar negeri yang hanya bisa menulis kitab kumpulan do’a do’a ma’tsurat.  Lalu ia berceramah dengan Bahasa Arab, di dampingi seorang penterjemah, nampak keren bagi orang awam, padahal isinya hanya kutipan kitab-kitab tasawuf yang biasa dipelajari di pesantren Nusantara kelas Ibtidaiyah.  Tidak ada pemikiran-pemikiran baru yang progresif yang dapat merangsang dan menantang logika. Tidak selevel dengan pemikiran-pemikiran keislaman yang telah dicapai ulama-ulama NU baik yang masih ada maupun yang telah tiada yang  telah menjadi khazanah intelektual Nahdlatul Ulama selama ini. 

KH. Hasyim Asy’ari telah bicara tentang  Mizanut Tamyiz Bisyawahidil Ahkam (neraca pembeda dalil-dalil hukum); K.H. Ahmad Shiddiq Jember sudah bicara tentang Al-Insaniyah (nilai-nilai kemanusiaan); KH. Sahal mahfudz sudah bicara tentang Fikih Sosial; Gusdur sudah bicara tentang Mahaliiyatul Islam (Pribumisasi Islam); KH. Maruf Amin sudah bicara tentang Al-Fikrah Al-Nahdliyyah (pemikiran ke-NU-an); K.H. Said Aqil Siraj sudah bicara tentang Peradaban Islam Nusantara; K.H. Afifuddin Muhajir sudah bicara tentang Fiqih Tata Negara; KH. Muqsit Gazali sudah bicara tentang Istinbath Maqasidi dst. Lalu influencer masyrab quburiyah yang menempel di PBNU mengundang penceramah dari luar negeri yang hanya bicara tentang zuhud dan wara yang telah dipelajari di bangku pesantren kelas  ibtidaiyah.

 Jika zuhud dan wara ukurannya adalah ibaroh, makai ibaroh-ibaroh  Imam Gazali dalam Ihya yang dipelajari para santri Nusantara lebih indah; Jika zuhud dan wara ukurannya adalah amal, maka amal  kiai-kiai kita di pesantren banyak yang lebih pantas dijadikan suri tauladan dalam zuhud dan wara.  Kecuali jika ukurannya adalah medsos, maka tentu kiai-kiai kita akan kalah. Kiai-kiai kita  umumnya tidak mempunyai akun medsos pribadi baik Facebook, Youtube atau yang lainnya; karakter kiai-kiai kita itu mirip dengan karakter para wali Allah yang kita baca dalam kitab-kitab tasawuf,  mereka lebih memilih khumul (tidak popular) daripada dzuhur (popular), lebih memilih Allah daripada makhluk. Berbeda dengan wali-wali  masyrab quburiyah, ia lihai bermain medsos, banyak memiliki akun pribadi,  kegiatan ke-‘wali’an-nya setiap hari diupload dalam akun pribadinya itu; berbicara tinggi tentang zuhud dan wara, tentang keikhlasan dan tawakal, tetapi  aktifnya ia di medsos sudah menjadi jawaban akan pertanyaan tentang apakah sesuai antara kata-kata dan perbuatan.

Kembali kepada Kitab Minhajunnassabin. Jika santri masyrab quburiyah, juga tokoh NUGL dari Malang, masih berminat membela nasab Ba’alwi maka silahkan membuat bantahan kitab Minhajunnassabin dengan menulis kitab juga. Jika tidak mampu berbahasa Arab, cukup dijawab dengan Bahasa Indonesia hal-hal sebagai berikut: pertama, apakah ada   kitab nasab sebelum abad ke-9 H. yang menyebut Ahmad al-Abah mempunyai anak bernama Ubed. Datangkan kitabnya juz berapa halaman berapa.  Kedua, apakah ada kitab sejarah sebelum abad ke -9 H. yang menyebut nama Faqih Muqoddam. Datangkan kitabnya juz berapa halaman berapa. Ketiga, Baalwi sekarang yang ada di Tarim benarkah ia Baalwi yang disebut dalam kitab Al-Suluk dan tunjukan dalil bahwa Jadid mempunyai adik bernama Alwi. Datangkan kitabnya juz berapa halaman berapa. Keempat, bawakan hasil tes DNA Ba’alwi yang berhaplogroup J1.
    
Jika tidak bisa menjawab tiga pertanyaan itu dan tidak bisa membawa hasil tes DNA mereka,  lalu berdasar apa anda masih mempercayai mereka sebagai cucu Nabi Muhammad SAW? Apakah anda tidak takut menjadi bagian orang yang menyakiti Ahllibaet Nabi dengan memasukan orang yang bukan keturunan Ahlibaet menjadi bagian dari keturunan Ahlibaet?  Jika anda menjawab berdasar husnuzon, maka saya katakan jangan menambah rasa malu dalam diri anda seperti dulu anda husnuzon tidak memakai sendal di negeri khurafat hanya untuk menghormati makam wali yang bisa mi’raj ke langit padahal makam itu tidak ada orangnya.

Penulis: Imaduddin Utsman Al-Bantani

Rabu, 20 Agustus 2025

92 MARGA BAALAWI TERBUKTI BUKAN KETURUNAN KANJENG NABI MUHAMMAD SAW




Di Bawah ini Nama-nama 92 Marga  Ba Alwi Yang Terbukti Bukan Keturunan Nabi Muhammad Saw. berdasarkan fatwa Mufti Negara Yaman Syekh Syamsuddin Syarafuddin 

1. Mauladdawilah
2. Muqeybel
3. Maulakhailah
4. Bin Sahil Khailah
5. Bin Yahya
6. Bahsin Al-Mahar
7. Ba'bud Khurbashan
8. Al-Mahjub
9. Al-Hinduan
10. Assegaf
11. As-Shafi Assegaf
12. Alaydrus
13. Al-Bayti
14. Ba'agil
15. Bahsin
16. Al-Musawa
17. Al-Fakher
18. Al-Mahjub
19. Bin Quthban
20. Al-Munawwar
21. Al-Musyayyach
22. Al-Wahath
23. Banahsan
24. Bin Shahab
25. Al-Hadi
26. Al-Masyhur
27. Az-Zahir
28. Bin Agil
29. Al-Atthas
30. Bin Syaich Abu Bakar
31. Al-Muhdhor
32. Al-Hiyed
33. Al-Khamur
34. Al-Hamid
35. Abu Futaym
36. Al-Haddar
37. Bin Jindan
38. Al-Masileh
39. Barroum
40. Al-Junaid Al-Akhdhor
41. As-Syilli
42. Babereyk
43. Kherid
44. Baraqbah
45. Ba'bud Dibjan
46. Al-Manfar
47. Bin Hamid Manfar
48. Marzaq
49. Al-Masyhur Marzaq
50. Mudhir
51. Al-Mutohhar
52. Abu Numai
53. Abu Numai As-Syathiri
54. Al-Madihij
55. Fad'aq
56. Al-Habsyi
57. Asshatiry
58. Basyaiban
59. Jamalullail
60. Bin Sahil
61. Bahasan
62. Al-Qadri
63. Baharun
64. As-Sirri
65. Al-Junaid
66. Bilfaqih
67. Al-Baidh
68. Balghaits
69. Al-Jufri
70. As-Shafi Al-Jufri
71. Al-Bahar
72. Al-Kaaf
73. Ba'umar
74. Al-Baar
75. Ba'ali
76. Al-Khaidah
77. Al-Hamel
78. Khaneyman
79. Al-Haddad
80. Bafaraj
81. Basakutah
82. Basurrah
83. Al-Hudayli
84. Al-Auhaj
85. Al-Bayti Auhaj
86. Aidid
87. Bafaqih
88. Bahasyim
89. An-Nadhir
90. Bin Smith
91. Bin Thahir
92. Ba'bud Maghfun

Demikian 92 marga Ba Alwi yang terbukti bukan keturunan Nabi Muhammad Saw. barang siapa yang mendukung mereka dalam mengaku keturunan Nabi maka ia telah berbuat zalim dan merendahkan nasab Nabi Muhammad Saw. yang mulia. 

Wajib bagi seluruh kaum muslimin  yang bertemu dengan salah satu di antara mereka yang masih mengaku ngaku sebagai keturunan Nabi, untuk menasihatinya agar segera bertaubat untuk tidak mengaku lagi sebagai keturunan Nabi Muhammad Saw.

❁ بارك الله فيكم أجمعين والله أعلمُ بالـصـواب ❁

Mufti kerajaan Yaman , memberikan Fatwa ...

H. MUTAHAR, PENCIPTA LAGU KEBANGSAAN, BUKAN HABIB BA‘ALAWI YAMAN


Oleh : Mohammad Yasin al Btanangiy al Liqo'iy

Dalam sejarah bangsa, nama Husein Mutahar atau lebih dikenal dengan singkatan H. Mutahar, tercatat sebagai salah satu tokoh besar. Ia bukan hanya penyelamat Bendera Pusaka, tetapi juga komponis yang melahirkan lagu-lagu monumental seperti Syukur dan Hari Merdeka yang sampai kini dinyanyikan setiap upacara. Namun di balik ketokohannya, muncul narasi yang menyebutnya sebagai seorang habib keturunan Ba‘alawi Hadhramaut, Yaman.

Narasi itu berseliweran di internet, bahkan ditulis dalam berbagai artikel populer. Nama lengkap yang sering dikutip adalah: Sayyid Muhammad Husein bin Salim bin Ahmad bin Salim bin Ahmad al-Mutahar. Sekilas terdengar meyakinkan, seolah-olah ada garis nasab yang jelas menuju Ba Alawiy.

Namun, jika ditelusuri secara serius, narasi ini ternyata rapuh. Sumber tertua yang mempopulerkan klaim tersebut adalah situs Kabar Makkah, terbit Agustus 2020. Artikel itu menyebut H. Mutahar sebagai habib, bahkan menuliskan silsilahnya. Sayangnya, tidak ada bukti data, dokumen, atau manuskrip nasab yang disertakan. Tidak ada rujukan pada kitab nasab klasik, tidak ada arsip Rabithah Alawiyah, tidak pula dokumen keluarga yang bisa diverifikasi.

Di sinilah letak persoalannya. Sebab dalam tradisi Ba Alawiy, nasab itu sesuatu yang sangat dijaga, terdokumentasi dalam kitab-kitab nasab yang jelas, seperti al-Shajarah al-Alawiyyah. Setiap marga atau keluarga besar biasanya tercatat: al-Haddad, al-Saqqaf, al-Jufri, al-Attas, al-Syihab, dan seterusnya. Nama “al-Mutahar” tidak ditemukan dalam rumpun Ba Alawiy yang terdokumentasi.

Dengan demikian, menyebut H. Mutahar sebagai habib keturunan Ba‘alawi Yaman tidak punya dasar ilmiah yang kuat. Lebih tepat bila beliau dikenang sebagai keturunan Jawa, putra Semarang, yang tumbuh dalam tradisi kebangsaan Indonesia. Ia adalah sosok yang mengabdikan hidupnya untuk bangsa, bukan sekadar mengandalkan klaim keturunan.

BIODATA SINGKAT HUSEIN MUTAHAR:

Nama: Husein Mutahar Lahir: 5 Agustus 1916 di Semarang, Jawa Tengah 

Meninggal: 9 Juni 2004 di Jakarta 
Profesi: Komponis, tokoh musik 
Karya terkenal: Hari Merdeka, Syukur, Dirgahayu Indonesia, Himne Pramuka, Himne Universitas Indonesia

Husein Mutahar turunan pribumi asli Ayahnya bernama Raden mas Ario mutahar lahir di Semarang Jawa Tengah 

Beliau masih keturunan bangsawan kesultanan Demak ibunya bernama Raden Ajeng Siti Aminah beliau lahir di Demak beliau masih keturunan Bangsawan Kesultanan Demak
-------------------
Referensi : 
1. Buku Biografi Tokoh-Tokoh Nasional Indonesia karya Badan Pembinaan Sejarah Nasional, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, cetakan tahun 1986, halaman 245-247. 
2. Buku Sejarah Nasional Indonesia karya Sartono Kartodirdjo, cetakan tahun 1991, halaman 567-568. 
3. Buku Tokoh-Tokoh Nasional Indonesia karya Ismail Sunny, cetakan tahun 1994, halaman 234-236. 
4. Buku Ensiklopedi Tokoh Indonesia karya Ramadhan KH, cetakan tahun 2006, halaman 567-569. 
5. Buku Husein Mutahar Pengabdi Bangsa karya Taufiq Abdullah, cetakan tahun 2011, halaman 1-10.

Ironisnya, klaim “habib” yang ditempelkan ke namanya justru berpotensi mengaburkan esensi ketokohan beliau. H. Mutahar tidak pernah dikenal karena gelar nasab, melainkan karena karya. Ia adalah contoh nyata bahwa nasionalisme Indonesia dibangun bukan di atas status darah keturunan, melainkan di atas pengorbanan dan pengabdian nyata.

Maka sudah semestinya kita berhati-hati dalam menerima narasi sejarah. Klaim yang tidak disertai bukti hanya akan mereduksi nilai perjuangan tokoh itu sendiri. H. Mutahar adalah milik bangsa, bukan milik satu garis nasab. Ia adalah putra Indonesia yang kebesarannya lahir dari kerja nyata, bukan dari marga.

Senin, 18 Agustus 2025

BANTAHAN SEJARAH TERHADAP KISAH HABIB UTSMAN BIN YAHYA & RAPAT AKBAR SAREKAT ISLAM 1913

🛑 *
https://www.walisongobangkit.com/bantahan-sejarah-terhadap-kisah-habib-utsman-bin-yahya-rapat-akbar-sarekat-islam-1913/

Narasi yang beredar mengklaim bahwa pada tahun 1913, HOS Tjokroaminoto datang ke Batavia untuk meminta restu Mufti Batavia (Habib Utsman bin Yahya), dan setelah itu sang mufti bukan hanya merestui, tetapi hadir langsung di Solo dan memberikan sambutan di depan puluhan ribu massa Sarekat Islam.
👉 *Kisah ini tidak sesuai dengan fakta sejarah.*
Berikut poin-poin bantahannya:
________________________________________
❶ *Habib Utsman bin Yahya wafat pada tahun 1913 dalam keadaan sakit*
Habib Utsman lahir tahun 1822 dan meninggal dunia pada 1 Safar 1332 H / 1913 M (Huub de Jonge – Arab Communities in Indonesia 1800–1940, 2012).
Dalam beberapa bulan sebelum wafat, Dia tercatat sakit keras dan nyaris tidak pernah keluar dari kediamannya di Pekojan.
🟰 Artinya, mustahil secara fisik Dia bepergian jauh dari Batavia ke Solo untuk hadir dalam Rapat Akbar Sarekat Islam.
________________________________________
❷ *Jabatannya sebagai Mufti berada di bawah struktur pemerintah kolonial*
Habib Utsman bin Yahya secara resmi diangkat sebagai Mufti Pemerintah Hindia Belanda sejak 1871 dan bertugas memberikan fatwa untuk kepentingan otoritas kolonial (Koloniaal Verslag 1872 dan 1893).
Sementara itu pada tahun 1913, Sarekat Islam dianggap gerakan yang mencurigakan dan anti-pemerintah (Ricklefs – A History of Modern Indonesia since c.1200, 2001).
🟰 Sangat tidak logis bila seorang pejabat agama pemerintah kolonial secara terbuka hadir dan memberi dukungan pada organisasi yang diawasi ketat oleh pemerintahnya sendiri.
________________________________________
❸ *Sarekat Islam memang mengalami kesulitan izin, tetapi tidak pernah mengundang “Mufti Batavia” untuk mengatasinya*
Dalam catatan HOS Tjokroaminoto sendiri (Himpunan Pidato Tjokroaminoto, 1931), dijelaskan bahwa rapat akbar SI Solo 1913 akhirnya mendapat izin karena desakan masyarakat dan tekanan dari pengurus cabang.
Tidak ada keterangan bahwa Tjokro pergi ke Batavia untuk meminta “restu Mufti” atau bahwa Habib Utsman ikut turun tangan.
________________________________________
❹ *Narasi tersebut kontradiktif (30 orang vs 30 ribu orang)*
Kisah yang beredar menyebut:
“Lebih kurang 30 orang menghadiri acara tersebut… 30 ribu masyarakat yang hadir…”
Ini jelas kontradiktif dan menunjukkan narasi tersebut disusun secara dramatis–bukan berdasarkan dokumen faktual rapat Sarekat Islam (lihat: Arsip De Locomotief, 29 Maret 1913).
________________________________________
❺ *Tidak ditemukan dalam koran Hindia Belanda laporan kehadiran Habib Utsman*
Media kolonial seperti Bataviaasch Nieuwsblad, Het Nieuws van den Dag dan De Expres justru secara lengkap melaporkan rapat besar Sarekat Islam Solo 1913, termasuk daftar tokoh yang hadir.
🟥 *Nama Habib Utsman BIN YAHYA tidak tercatat sama sekali* di daftar pembicara maupun tamu undangan.
________________________________________
✅ *KESIMPULAN*
• Habib Utsman bin Yahya sudah sangat tua dan dalam keadaan sakit berat pada tahun 1913 (tahun wafat),
• Ia merupakan Mufti resmi Hindia Belanda, sehingga posisinya tidak mungkin menghadiri rapat Sarekat Islam yang saat itu sedang diawasi kolonial,
• Catatan sejarah Sarekat Islam tidak mencatat adanya kedatangan atau sambutan Mufti Batavia,
• Narasi tersebut mengandung kontradiksi internal dan tidak didukung sumber primer.
👉 Dengan demikian, *kisah tersebut dapat dikategorikan sebagai manipulasi sejarah yang bertujuan membangun citra palsu bahwa tokoh klan Ba’alwi ikut berperan dalam kebangkitan nasional.*