MUTIARA ILMU

Rabu, 20 Agustus 2025

H. MUTAHAR, PENCIPTA LAGU KEBANGSAAN, BUKAN HABIB BA‘ALAWI YAMAN


Oleh : Mohammad Yasin al Btanangiy al Liqo'iy

Dalam sejarah bangsa, nama Husein Mutahar atau lebih dikenal dengan singkatan H. Mutahar, tercatat sebagai salah satu tokoh besar. Ia bukan hanya penyelamat Bendera Pusaka, tetapi juga komponis yang melahirkan lagu-lagu monumental seperti Syukur dan Hari Merdeka yang sampai kini dinyanyikan setiap upacara. Namun di balik ketokohannya, muncul narasi yang menyebutnya sebagai seorang habib keturunan Ba‘alawi Hadhramaut, Yaman.

Narasi itu berseliweran di internet, bahkan ditulis dalam berbagai artikel populer. Nama lengkap yang sering dikutip adalah: Sayyid Muhammad Husein bin Salim bin Ahmad bin Salim bin Ahmad al-Mutahar. Sekilas terdengar meyakinkan, seolah-olah ada garis nasab yang jelas menuju Ba Alawiy.

Namun, jika ditelusuri secara serius, narasi ini ternyata rapuh. Sumber tertua yang mempopulerkan klaim tersebut adalah situs Kabar Makkah, terbit Agustus 2020. Artikel itu menyebut H. Mutahar sebagai habib, bahkan menuliskan silsilahnya. Sayangnya, tidak ada bukti data, dokumen, atau manuskrip nasab yang disertakan. Tidak ada rujukan pada kitab nasab klasik, tidak ada arsip Rabithah Alawiyah, tidak pula dokumen keluarga yang bisa diverifikasi.

Di sinilah letak persoalannya. Sebab dalam tradisi Ba Alawiy, nasab itu sesuatu yang sangat dijaga, terdokumentasi dalam kitab-kitab nasab yang jelas, seperti al-Shajarah al-Alawiyyah. Setiap marga atau keluarga besar biasanya tercatat: al-Haddad, al-Saqqaf, al-Jufri, al-Attas, al-Syihab, dan seterusnya. Nama “al-Mutahar” tidak ditemukan dalam rumpun Ba Alawiy yang terdokumentasi.

Dengan demikian, menyebut H. Mutahar sebagai habib keturunan Ba‘alawi Yaman tidak punya dasar ilmiah yang kuat. Lebih tepat bila beliau dikenang sebagai keturunan Jawa, putra Semarang, yang tumbuh dalam tradisi kebangsaan Indonesia. Ia adalah sosok yang mengabdikan hidupnya untuk bangsa, bukan sekadar mengandalkan klaim keturunan.

BIODATA SINGKAT HUSEIN MUTAHAR:

Nama: Husein Mutahar Lahir: 5 Agustus 1916 di Semarang, Jawa Tengah 

Meninggal: 9 Juni 2004 di Jakarta 
Profesi: Komponis, tokoh musik 
Karya terkenal: Hari Merdeka, Syukur, Dirgahayu Indonesia, Himne Pramuka, Himne Universitas Indonesia

Husein Mutahar turunan pribumi asli Ayahnya bernama Raden mas Ario mutahar lahir di Semarang Jawa Tengah 

Beliau masih keturunan bangsawan kesultanan Demak ibunya bernama Raden Ajeng Siti Aminah beliau lahir di Demak beliau masih keturunan Bangsawan Kesultanan Demak
-------------------
Referensi : 
1. Buku Biografi Tokoh-Tokoh Nasional Indonesia karya Badan Pembinaan Sejarah Nasional, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, cetakan tahun 1986, halaman 245-247. 
2. Buku Sejarah Nasional Indonesia karya Sartono Kartodirdjo, cetakan tahun 1991, halaman 567-568. 
3. Buku Tokoh-Tokoh Nasional Indonesia karya Ismail Sunny, cetakan tahun 1994, halaman 234-236. 
4. Buku Ensiklopedi Tokoh Indonesia karya Ramadhan KH, cetakan tahun 2006, halaman 567-569. 
5. Buku Husein Mutahar Pengabdi Bangsa karya Taufiq Abdullah, cetakan tahun 2011, halaman 1-10.

Ironisnya, klaim “habib” yang ditempelkan ke namanya justru berpotensi mengaburkan esensi ketokohan beliau. H. Mutahar tidak pernah dikenal karena gelar nasab, melainkan karena karya. Ia adalah contoh nyata bahwa nasionalisme Indonesia dibangun bukan di atas status darah keturunan, melainkan di atas pengorbanan dan pengabdian nyata.

Maka sudah semestinya kita berhati-hati dalam menerima narasi sejarah. Klaim yang tidak disertai bukti hanya akan mereduksi nilai perjuangan tokoh itu sendiri. H. Mutahar adalah milik bangsa, bukan milik satu garis nasab. Ia adalah putra Indonesia yang kebesarannya lahir dari kerja nyata, bukan dari marga.

Senin, 18 Agustus 2025

BANTAHAN SEJARAH TERHADAP KISAH HABIB UTSMAN BIN YAHYA & RAPAT AKBAR SAREKAT ISLAM 1913

🛑 *
https://www.walisongobangkit.com/bantahan-sejarah-terhadap-kisah-habib-utsman-bin-yahya-rapat-akbar-sarekat-islam-1913/

Narasi yang beredar mengklaim bahwa pada tahun 1913, HOS Tjokroaminoto datang ke Batavia untuk meminta restu Mufti Batavia (Habib Utsman bin Yahya), dan setelah itu sang mufti bukan hanya merestui, tetapi hadir langsung di Solo dan memberikan sambutan di depan puluhan ribu massa Sarekat Islam.
👉 *Kisah ini tidak sesuai dengan fakta sejarah.*
Berikut poin-poin bantahannya:
________________________________________
❶ *Habib Utsman bin Yahya wafat pada tahun 1913 dalam keadaan sakit*
Habib Utsman lahir tahun 1822 dan meninggal dunia pada 1 Safar 1332 H / 1913 M (Huub de Jonge – Arab Communities in Indonesia 1800–1940, 2012).
Dalam beberapa bulan sebelum wafat, Dia tercatat sakit keras dan nyaris tidak pernah keluar dari kediamannya di Pekojan.
🟰 Artinya, mustahil secara fisik Dia bepergian jauh dari Batavia ke Solo untuk hadir dalam Rapat Akbar Sarekat Islam.
________________________________________
❷ *Jabatannya sebagai Mufti berada di bawah struktur pemerintah kolonial*
Habib Utsman bin Yahya secara resmi diangkat sebagai Mufti Pemerintah Hindia Belanda sejak 1871 dan bertugas memberikan fatwa untuk kepentingan otoritas kolonial (Koloniaal Verslag 1872 dan 1893).
Sementara itu pada tahun 1913, Sarekat Islam dianggap gerakan yang mencurigakan dan anti-pemerintah (Ricklefs – A History of Modern Indonesia since c.1200, 2001).
🟰 Sangat tidak logis bila seorang pejabat agama pemerintah kolonial secara terbuka hadir dan memberi dukungan pada organisasi yang diawasi ketat oleh pemerintahnya sendiri.
________________________________________
❸ *Sarekat Islam memang mengalami kesulitan izin, tetapi tidak pernah mengundang “Mufti Batavia” untuk mengatasinya*
Dalam catatan HOS Tjokroaminoto sendiri (Himpunan Pidato Tjokroaminoto, 1931), dijelaskan bahwa rapat akbar SI Solo 1913 akhirnya mendapat izin karena desakan masyarakat dan tekanan dari pengurus cabang.
Tidak ada keterangan bahwa Tjokro pergi ke Batavia untuk meminta “restu Mufti” atau bahwa Habib Utsman ikut turun tangan.
________________________________________
❹ *Narasi tersebut kontradiktif (30 orang vs 30 ribu orang)*
Kisah yang beredar menyebut:
“Lebih kurang 30 orang menghadiri acara tersebut… 30 ribu masyarakat yang hadir…”
Ini jelas kontradiktif dan menunjukkan narasi tersebut disusun secara dramatis–bukan berdasarkan dokumen faktual rapat Sarekat Islam (lihat: Arsip De Locomotief, 29 Maret 1913).
________________________________________
❺ *Tidak ditemukan dalam koran Hindia Belanda laporan kehadiran Habib Utsman*
Media kolonial seperti Bataviaasch Nieuwsblad, Het Nieuws van den Dag dan De Expres justru secara lengkap melaporkan rapat besar Sarekat Islam Solo 1913, termasuk daftar tokoh yang hadir.
🟥 *Nama Habib Utsman BIN YAHYA tidak tercatat sama sekali* di daftar pembicara maupun tamu undangan.
________________________________________
✅ *KESIMPULAN*
• Habib Utsman bin Yahya sudah sangat tua dan dalam keadaan sakit berat pada tahun 1913 (tahun wafat),
• Ia merupakan Mufti resmi Hindia Belanda, sehingga posisinya tidak mungkin menghadiri rapat Sarekat Islam yang saat itu sedang diawasi kolonial,
• Catatan sejarah Sarekat Islam tidak mencatat adanya kedatangan atau sambutan Mufti Batavia,
• Narasi tersebut mengandung kontradiksi internal dan tidak didukung sumber primer.
👉 Dengan demikian, *kisah tersebut dapat dikategorikan sebagai manipulasi sejarah yang bertujuan membangun citra palsu bahwa tokoh klan Ba’alwi ikut berperan dalam kebangkitan nasional.*