MUTIARA ILMU

Selasa, 05 Agustus 2025

”Menjaga Marwah NU di Tengah Distorsi Sejarah : Jangan Tergelincir oleh Romantisme Palsu Sejarah”*

*
https://www.walisongobangkit.com/menjaga-marwah-nu-di-tengah-distorsi-sejarah/

Oleh Redaksi walisongobangkit.com
Pada Sabtu, 10 Agustus 2025 mendatang, Masjid Istiqlal Jakarta akan menjadi panggung sebuah acara besar bertajuk “Ikrar Kebangsaan” yang digagas oleh organisasi baru bernama JATMA Aswaja. Di balik semangat kebangsaan yang dikibarkan, ada benang kusut yang layak dipertanyakan—terutama oleh warga Nahdliyyin.
Acara tersebut, yang diinisiatori oleh Habib Luthfi bin Yahya bersama mantan Sekjen PBNU, Helmy Faishal Zaini, dan bukan merupakan agenda resmi dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Kegiatan tersebut tidak ada kaitannya dengan organisasi NU ataupun badan otonomnya seperti JATMAN. Ini adalah fakta yang penting untuk dipahami publik, agar tidak terseret dalam narasi simbolik yang menjebak.

*Ketika Romantisme Mengaburkan Kebenaran*
Salah satu pangkal keprihatinan warga NU terhadap geliat JATMA terletak pada aspek historiografi. Buku berjudul Cahaya dari Nusantara, yang beredar di kalangan simpatisan, menyisipkan klaim bahwa Habib Hasyim bin Yahya—kakek dari Habib Luthfi—adalah salah satu pendiri NU. Padahal, berdasarkan dokumen resmi Statuten Hoofdbestuur Nahdlatoel Oelama tertanggal 31 Januari 1926, nama tersebut tidak tercantum dalam struktur pendiri awal NU.
Menambahkan tokoh ke dalam narasi sejarah tanpa dasar valid bukan sekadar kesalahan teknis. Itu adalah bentuk pembelokan identitas yang bisa mengikis integritas institusi. Sejarah bukan panggung fiksi, dan penulisan sejarah tidak boleh ditunggangi romantisme keturunan atau karisma individual.

*Bahaya Klaim Tak Terverifikasi*
Klaim sejarah memerlukan penopang kuat: dokumen primer, kesaksian sezaman, dan konsensus akademik. Mengandalkan tradisi lisan atau klaim personal, tanpa verifikasi, hanyalah langkah spekulatif yang berpotensi mengacaukan peta intelektual umat.
Sejarawan seperti Prof. Anhar Gonggong dan Dr. Taufik Abdullah mengingatkan kita bahwa sejarah adalah fondasi identitas bangsa. Ketika narasi sejarah dibelokkan, generasi mendatang akan tumbuh dengan identitas yang rapuh dan semu. Apa jadinya jika kebanggaan itu dibangun di atas mitos?

*Tasawuf Bukan Jalur Politik*
Lebih menyakitkan lagi bagi sebagian pengamal thariqah adalah munculnya organisasi baru yang mengatasnamakan thariqah, tapi melenggang tanpa restu dan ruh persatuan dari tubuh JATMAN—organisasi resmi dan sah di bawah NU yang telah mewadahi ribuan salik sejak 1979.
Sebagai jalan ruhani, thariqah tidak pernah membutuhkan sorotan panggung apalagi manuver organisasi tandingan. Munculnya JATMA justru mengancam keheningan spiritual yang selama ini dijaga para mursyid dengan penuh hormat dan kesabaran.
Apa motif di balik pendirian JATMA? Mengapa harus didirikan di luar struktur NU, padahal pendirinya pernah menjabat sebagai Rais ‘Aam JATMAN sendiri? Jika jawaban jujurnya adalah ambisi politik atau retakan relasi, maka umat berhak untuk bersikap kritis.

*Seruan Kritis untuk Warga NU: Menjaga Marwah, Menyelamatkan Sanad*
Kita tidak sedang memperdebatkan semangat kebangsaan, apalagi menafikan jasa sebagian tokoh-tokoh karismatik, termasuk dari kalangan habaib, yang turut serta dalam merawat wajah Islam yang ramah di Nusantara. Namun, kita patut waspada ketika sejarah mulai direkonstruksi demi kepentingan identitas kelompok tertentu, dan jalur spiritual dijadikan instrumen pencitraan politik.
Sebagai warga Nahdlatul Ulama, kita dituntut untuk jernih melihat:
*Apakah kegiatan bertajuk “Doa Bersama Ulama dan Habaib untuk Keselamatan Bangsa” pada 10 Agustus 2025 di Masjid Istiqlal benar-benar mewakili visi NU?*
Jawabannya: *tidak.*
Acara tersebut bukan agenda resmi NU, tidak berada dalam garis koordinasi struktur jam'iyyah, dan tidak mewakili sanad ruhaniyah para muassis NU. Justru, keterlibatan pihak-pihak tertentu yang mengklaim monopoli atas spiritualitas Islam Indonesia dapat mencederai keutuhan sanad keilmuan dan ruhaniyah yang telah dijaga rapi oleh para ulama NU selama lebih dari satu abad.
Karena itu, kami menyerukan kepada seluruh warga NU agar tidak menghadiri acara tersebut. Ini bukan bentuk kebencian atau permusuhan, tetapi bentuk tanggung jawab dalam menjaga marwah organisasi, menjaga akidah dari pengaburan sejarah, dan menjaga sanad dari infiltrasi simbolik.
Mari kita sadari:
Kesetiaan kita bukan pada simbol, bukan pada kelompok, tapi pada kebenaran, sanad, dan warisan para muassis NU.
Keberpihakan kita adalah pada nilai, bukan sekadar acara.
Keteguhan kita adalah menjaga NU tetap menjadi rumah besar ahlussunnah wal jamaah, bukan menjadi alat legitimasi untuk agenda-agenda yang tidak berpijak pada prinsip-prinsip keulamaan.

*Akhir Kata: Waspada dalam Iman, Kritis dalam Cinta*
Warga NU—khususnya para pengamal thariqah—harus lebih berhati-hati. Jangan sampai terhanyut dalam narasi baru yang dibangun bukan atas dasar musyawarah jamaah, melainkan keinginan pribadi. Jangan sampai sejarah yang dibangun oleh keringat dan air mata para ulama pesantren direduksi menjadi silsilah keluarga dan jaringan loyalis.
Cinta pada ulama tidak berarti taklid buta. Justru karena cinta itulah, kita harus menjaga warisan mereka dari distorsi.
Karena cinta yang sejati tidak membutakan—ia justru menuntun kepada kebenaran.

WaAllahu a’lam.

*SKANDAL NASAB HABIB: MENGUNGKAP KEJAHATAN KLAN BA’ALWI TERHADAP BANGSA INDONESIA*



https://www.walisongobangkit.com/skandal-nasab-habib-mengungkap-kejahatan-klan-baalwi-terhadap-bangsa-indonesia/

Benih badai ini mulai ditanam oleh KH Imaduddin Utsman al Bantani pada November 2022 melalui penelitian ilmiahnya yang berjudul “Habib Bukan Cucu Nabi.” Awalnya, temuan ini hanya menjadi perbincangan terbatas, namun badai besar pecah pada 19-20 Maret 2023 ketika Gus Fuad Plered mengalami pertengkaran yang diduga dilakukan oleh kelompok habib dan pendukungnya. Peristiwa ini membuka tabir lebih luas mengenai berbagai penyimpangan yang dilakukan oleh Klan Ba’alwi di Indonesia.

 

Sejak kejadian tersebut viral, semakin banyak kejahatan yang terungkap ke publik. Pemalsuan sejarah, klaim sepihak terhadap tanah dan tokoh nasional, serta manipulasi ajaran Islam untuk kepentingan pribadi menjadi bukti kuat yang tidak bisa diabaikan. Dalam dua tahun terakhir, kesadaran pribumi Nusantara semakin meningkat untuk melawan dominasi berkedok agama ini.

 

*POLA KELICIKAN KLAN BA’ALWI: BUKTI-BUKTI KEJAHATAN TERHADAP BANGSA INDONESIA*

Penulis melakukan penelitian mendalam, mengumpulkan data, dan menemukan pola yang konsisten dalam tindakan Klan Ba’alwi. Berdasarkan fakta yang ditemukan, ada tiga pola utama yang menunjukkan bagaimana mereka beroperasi:

*1. Saat Bangsa Indonesia Menghadapi Ancaman, Klan Ba’alwi Cenderung Diam dan Tetap Menikmati Keuntungan dari Situasi Tersebut.*

Contoh Kasus: Sikap Diam Klan Ba’alwi saat Indonesia Melawan Penjajah

Ketika bangsa Indonesia berjuang melawan penjajahan Belanda, banyak tokoh pribumi yang mengorbankan nyawa dan hartanya demi kemerdekaan. Namun, sejarah mencatat bahwa Klan Ba’alwi justru bersantai dan bahkan menikmati keuntungan ekonomi dari situasi tersebut.

๐Ÿ“Œ Kasus di Batavia:
Pada abad ke-18 dan 19, saat rakyat pribumi menderita di bawah kolonialisme Belanda, beberapa keluarga dari Klan Ba’alwi justru mendapatkan keistimewaan dalam perdagangan, menjadi perantara dagang Belanda, serta mendapatkan perlindungan khusus (Klan ba’alwi  di gaji dengan dijadikan menjadi perwakilan Belanda di setiap daerah dengan sebutan “Kapiten Arab”). Mereka lebih memilih bekerja sama dengan penjajah daripada ikut serta dalam perjuangan rakyat.

Silahkan melihat informasi tersebut di link berikut ini:



๐Ÿ“Œ Kasus Perang Diponegoro (1825-1830):
Dalam Perang Diponegoro, banyak ulama dan santri gugur melawan penjajah. Namun, apakah ada catatan bahwa Klan Ba’alwi juga ikut serta dalam perjuangan ini? Tidak ada. Sebaliknya, mereka justru menjalin hubungan baik dengan pemerintah kolonial dan tidak menunjukkan kepedulian terhadap perjuangan rakyat Nusantara. Justru dari kalangan klan ba’alwi yang bernama Ibrahim ba’abud  berkhianat terhadap perjuangan Pangeran Diponegoro yang menjadikan Pangeran Diponegoro ditangkap Belanda.

Silahkan dilihat informasinya di link berikut:

https://www.walisongobangkit.com/habib-baabud-klan-baalwi-sang-pengkhianat-vs-kyai-babud-karbasan-sang-pejuang-dua-sisi-sejarah-di-balik-perang-diponegoro/

 

๐Ÿ“Œ Geger Cilegon 1888 (Pengkhianatan Habib Usman bin Yahya dalam Peristiwa Geger Cilegon 1888)

Salah satu contoh paling jelas dari Pengkhianatan Klan Ba’alwi terhadap perjuangan bangsa Indonesia adalah peran Habib Usman bin Yahya (Mufti Betawi, 1822-1913) dalam peristiwa Geger Cilegon 1888

Geger Cilegon 1888 adalah pemberontakan petani Banten terhadap penjajahan Belanda yang terjadi pada tanggal 9 Juli 1888. Perlawanan ini dipimpin oleh ulama-ulama pribumi dan pejuang tarekat yang muak dengan kolonial. Namun, alih-alih mendukung perjuangan rakyat, Habib Usman bin Yahya justru mengeluarkan fatwa yang mendukung Belanda dan menentang jihad rakyat Banten!

๐Ÿ“Œ Isi Fatwa Pengkhianatan Habib Usman bin Yahya:
Dalam kitabnya Manhajul Istiqรขmah fรฎd Dรฎn bis Salรขmah , halaman 22, ia menulis:

“Bahwa perbuatan bikin rusuh negeri sebagaimana yang telah jadi di Cilegon Banten dan yang dahulu di Bekasi sekalian itu batil bukannya jihad sebab tiada syarat-syaratnya malahan perbuatan begitu rupa melanggar agama dengan menjatuhkan beberapa banyak darurat pada orang-orang.”

Dampak dari Fatwa Ini:

Fatwa ini dijadikan alasan oleh Belanda untuk menindak keras para pejuang rakyat Banten.
Para ulama tarekat yang memimpin pemberontakan kehilangan dukungan dari sebagian umat yang mempengaruhi fatwa tersebut.
Perjuangan rakyat menjadi lebih sulit karena adanya pengkhianatan dari dalam umat Islam sendiri.
๐Ÿ“Œ Kesimpulan dari Kasus Geger Cilegon 1888:
๐Ÿ‘‰ Klan Ba’alwi menunjukkan keberpihakan kepada penjajah dan tidak memiliki loyalitas terhadap bangsa Indonesia.
๐Ÿ‘‰ Fatwa yang mereka keluarkan lebih menguntungkan kepentingan kolonial daripada kepentingan umat Islam dan rakyat Indonesia.
๐Ÿ‘‰ Mereka bukan bagian dari perjuangan kemerdekaan, namun justru menjadi alat penjajah untuk membangkitkan perlawanan rakyat.

Silahkan dilihat informasinya di link berikut:

https://www.walisongobangkit.com/penghianatan-habib-asal-yaman-klan-baalawiy-habib-utsman-bin-yahya-terhadap-perjuangan-pribumi-melawan-penjajah-belanda/

 

๐Ÿ“Œ Pengkhianatan di Aceh
Pada 13 Oktober 1878, Habib Abdurrahman El Zahir menyerah kepada Belanda dengan bayaran 10.000 gulden/bulan. Ia bahkan membantu Belanda merancang strategi untuk menundukkan Aceh.

Silahkan dilihat informasinya di link berikut:

https://www.walisongobangkit.com/fakta-sejarah-sosok-yang-berjasa-kepada-penjajah-belanda-terkait-perang-aceh-adalah-seorang-habaib/

 

๐Ÿ“Œ Perang Banjar (Martapura)
Tahun 1864, Syarif Hamid Al-Idrus bin Pangeran Syarif Ali Al-Idrus berkhianat dengan membantu Belanda menangkap prajurit Demang Lehman demi ketidakseimbangan jabatan dan hadiah gulden. Akibat pengecualian ini, Demang Lehman digantung Belanda, dan kepalanya dibawa ke Museum Leiden.

Silahkan dilihat informasinya di link berikut:

https://www.walisongobangkit.com/penghianatan-habib-hamid-al-idrus-bin-pangeran-syarif-ali-al-idrus-pada-perjuangan-demang-lehman-melawan-belanda-perang-banjar-martapura/

 

*2. Saat Bukti Kejahatan Mereka Terungkap, Mereka Justru Berusaha Membungkam dan Menyerang Balik Para Pengkritiknya.*

Contoh Kasus: Penganiayaan Gus Fuad Plered (2023)

Salah satu bukti nyata dari pola ini adalah kasus perpecahan terhadap Gus Fuad Plered pada 19-20 Maret 2023 . Gus Fuad adalah salah satu tokoh yang secara terbuka mengkritik status nasab Klan Ba’alwi. Namun, bukannya menjawab dengan ilmiah atau membuktikan klaim mereka dengan bukti, para pendukung Klan Ba’alwi justru memilih jalan kekerasan untuk membungkam kritik.

๐Ÿ“Œ Fakta Kasus:

Gus Fuad mengalami penyampaian setelah menyuarakan penelitian ilmiah yang menyatakan bahwa Klan Ba’alwi bukan keturunan Nabi.
Tidak ada satu pun tokoh Klan Ba’alwi yang mengecam tindakan kekerasan ini, yang menunjukkan sikap mereka dalam menghadapi kritik.
Media-media yang dikuasai mereka berusaha mengalihkan isu dan menutup-nutupi kejadian ini agar publik tidak mengetahui kebenarannya.
Contoh Kasus: Upaya Membungkam KH Imaduddin Utsman al Bantani

Penelitian KH Imaduddin Utsman al Bantani yang membuktikan bahwa nasab Klan Ba’alwi bukan berasal dari Nabi Muhammad SAW mendapatkan banyak serangan dari berbagai pihak. Alih-alih merenungkan dengan argumen ilmiah, Klan Ba’alwi dan pendukungnya mencoba mendiskreditkan penelitian ini dengan cara:
✔ Menyebut penelitian KH Imaduddin sebagai “hoaks” tanpa bukti yang jelas.
✔ Menyerang kredibilitas KH Imaduddin secara pribadi.
✔ Menghindari perdebatan ilmiah dengan alasan yang tidak rasional.

*3. Saat Indonesia Berada dalam Kondisi Krisis, Loyalitas Mereka terhadap Bangsa Patut Dipertanyakan.*

Contoh Kasus: Sikap Klan Ba’alwi dalam Sejarah Kemerdekaan Indonesia

Saat Indonesia memperjuangkan kemerdekaan, banyak ulama pribumi yang ikut serta dalam perang dan jihad melawan penjajah. Namun, apakah ada catatan bahwa Klan Ba’alwi berada di garis depan perjuangan ini? Justru sebaliknya, beberapa tokoh Klan Ba’alwi memilih untuk menjaga hubungan baik dengan kolonial demi kepentingan kelompok mereka sendiri.

๐Ÿ“Œ Kasus Proklamasi 17 Agustus 1945:
Saat para tokoh nasionalis seperti Sukarno, Hatta, dan para pejuang lainnya terancam nyawa untuk memproklamasikan kemerdekaan, tidak ada peran signifikan dari Klan Ba’alwi dalam peristiwa besar ini. Mereka lebih memilih untuk berada di posisi yang aman, tanpa ikut serta dalam perjuangan aktif.

๐Ÿ“Œ Kasus Klaim Palsu terhadap Pahlawan Indonesia:
Beberapa anggota Klan Ba’alwi mencoba menghubungkan diri dengan tokoh-tokoh besar perjuangan Indonesia, seperti Pangeran Diponegoro dan Tuanku Imam Bonjol , dengan klaim nasab yang tidak berdasar. Mereka berusaha membentuk narasi seolah-olah leluhur mereka memiliki peran besar dalam perjuangan bangsa, padahal tidak ada bukti kuat yang mendukung klaim ini.

*Kesimpulan: Klan Ba’alwi Bukan Bagian dari Perjuangan Bangsa Ini*

Dari berbagai contoh kasus di atas, kita dapat menarik kesimpulan yang jelas:

✅ Klan Ba’alwi lebih memilih diam atau berpihak pada pihak yang menguntungkan mereka dalam situasi sulit.
✅ Ketika kritik terhadap mereka muncul, mereka tidak menanggapinya secara ilmiah, namun justru berusaha membungkam dan menyerang balik pengkritiknya.
✅ Loyalitas mereka terhadap bangsa Indonesia patut dipertanyakan karena mereka lebih mengutamakan kepentingan kelompok sendiri.

Fakta-fakta ini harus menjadi perhatian seluruh rakyat Indonesia. Jangan sampai kita tertipu oleh klaim-klaim palsu yang hanya bertujuan untuk mempertahankan kekuasaan segelintir orang dengan mengatasnamakan agama. Sudah saatnya bangsa Indonesia bersatu untuk menjaga kebenaran sejarah dan melindungi identitas nasional dari distorsi yang disengaja.

✊ Saatnya kita bangkit! Saatnya kita mengungkap kebenaran dan menghentikan manipulasi sejarah yang telah berlangsung selama ini!

 

Sebagian pihak mungkin berdalih, “Tidak semua anggota Klan Ba’alwi terlibat dalam kejahatan ini.” Namun, selama dua tahun terakhir, belum ada satu pun dari mereka yang secara terbuka membela Indonesia dari distorsi sejarah yang dilakukan oleh kelompoknya. Jika mereka benar-benar bagian dari bangsa ini, mereka seharusnya ikut menegakkan kebenaran dan menolak segala bentuk manipulasi sejarah.

Sebagai perbandingan, Prof. Peter Carey , seorang sejarawan asal Oxford yang bukan pribumi Indonesia, justru aktif membela sejarah asli bangsa ini. Lalu, di manakah suara para Habib Ba’alwi? Mengapa mereka diam ketika sejarah bangsa ini dipalsukan? Jawabannya jelas: karena mereka bukan bagian dari perjuangan bangsa ini!

Dua tahun adalah waktu yang cukup untuk membuktikan sikap mereka. Faktanya, tidak ada satu pun anggota Klan Ba’alwi yang secara terbuka membela kebenaran sejarah Indonesia. Jika ada, tunjukkan di mana mereka? Sampai saat ini, bukti tersebut tidak pernah ada.

Sudah saatnya pribumi Nusantara menyadari fakta ini: Klan Ba’alwi bukanlah keturunan Nabi Muhammad SAW, melainkan kelompok yang memanfaatkan agama untuk kepentingan politik dan sosial mereka sendiri. Bangsa Indonesia harus bersatu untuk melindungi sejarah dan identitasnya dari segala bentuk manipulasi dan penyesatan.

✊ *Saatnya kita bangkit! Saatnya kita menjaga warisan sejarah Indonesia agar tidak jatuh ke tangan mereka yang ingin mengubah demi kepentingan pribadi!*