MUTIARA ILMU

Jumat, 18 April 2025

Thoriqoh syathoriyah, Pilar Utama Pergerakan penyebaran Islam di Nusantara


=================
Nusantara  Adalah fakta, 
thoriqoh syathoriyah telah terbukti dalam sejarah bangsa yang sangat berhasil mendidik umat memiliki jiwa-jiwa merdeka dan sikap berani , hingga dalam perjuangan melawan kebatilan (penjajah)

Pendidikan di Zawiyah Thoriqoh sangat menekankan ketulusan, keikhlasan, silaturrahim dan penghormatan kepada Guru Sebagai Mursyid yang membimbing dalam perjalanan menuju Alloh SWT.

Dalam thoriqoh syathoriyah selalu diwejangkan oleh Mursyid agar para murid selalu menjaga hati dari sifat hasud, dengki, sombong, syirik tersembunyi, dan sifat madzmumah lainnya.

Sebab — menurut Guru Mursyid Yang Mulia— hanya dengan hati yang bersih saja kita bisa menjadi manusia yang seutuhnya. Yaitu manusia yang merdeka dan berdaulat hanya bersandar kepada Alloh SWT sebagai Tuhan Yang Maha SegalaNya.

Menjadi manusia seutuhnya hanya menjadi Hamba Tuhan adalah tujuan utama pendidikan di Zawiyah Thoriqoh syathoriyah.

Berkat didikan Guru Mursyid yang mulia dengan curahan kasih sayang, para murid thoriqoh biasanya memiliki karakter pandangan dan sikap hidup yang sangat mengesankan.

Sikap Tawadhu, penuh cinta kasih, peduli sesama, memandang manusia dan makhluk lainnya dengan cinta merupakan sebagian kecil dari karakter manusia-manusia gemblengan Zawiyah Thoriqoh syathoriyah, 

Namun bukan berarti para murid dari Zawiyah Thoriqoh tidak peka terhadap situasi dan kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Para Guru Mursyid Thoriqoh syathoriyah memiliki Pandangan Dunia yang melebihi zamannya. Seperti yang kita baca dalam sejarah bangsa kita.

Perlawanan dan perjuangan para murid Zawiyah Thoriqoh syathoriyah dan Para santri Pesantren telah membuktikan kepada dunia bahwa mengusir penjajah yang sudah bangkotan “cukup dengan Bambu Runcing saja”.

Kekuatan mental spiritual para santri dalam berjuang lebih hebat daripada persenjataan yang dimiliki oleh para tentara sekutu, Jepang dan Belanda yang sudah modern pada zamannya.

Keyakinan Iman yang ditanam, dipupuk dan di kokohkan oleh Guru Mursyid Thoriqoh syathoriyah kekuatannya dapat mengubah dunia.

Bangsa Indonesia menjadi negara Merdeka adalah fakta daripada kekuatan Keyakinan Iman. Bangsa Indonesia kuat menghadapi berbagai macam onak duri tantangan dan hambatan serta rintangan yang menjebak menuju kehancuran bangsa adalah fakta daripada kekuatan Keyakinan Iman.

Kekuatan keyakinan Iman inilah yang menjadi benteng semesta daripada bangsa Indonesia.

Kita bisa bayangkan seandainya mental spiritual bangsa Indonesia lemah dan rapuh pastilah bangsa Indonesia sudah hancur berkeping. Karena banyak peristiwa sosial yang sangat mudah memicu pertengkaran Hingga berujung pada kehancuran bangsa kita.

Dititik inilah kita dan para pemangku negara harus berterimakasih kepada Guru Mursyid Thoriqoh atas peran dan keikhlasan beliau dalam mendidik Putera-putera bangsa agar Memiliki Keyakinan Iman yang kokoh tanpa mengenal waktu.

Belajar dari sejarah tersebut, TASAWUF & THORIQOH SYATHORIYAH sebagai organisasi Umat islam berTasawuf , meletakkan Thoriqoh sebagai pilar utama pergerakan Organisasi TASAWUF.

Agar pergerakan organisasi TASAWUF &THORIQOH SYATHORIYAH INDONESIA benar-benar berlandasan Iman dan Taqwa hanya kepada Tuhan Yang Maha SegalaNya yaitu Alloh SWT.

Bagi siapa saja yang ingin bergabung di TASAWUF & THORIQOH SYATHORIYAH INDONESIA silahkan Berthoriqoh atau cinta Tasawuf 

Mari Berthoriqoh Tanpa Berthoriqoh jiwa kita belum sempurna dalam berjalan menuju ridlo Allah. 

Silahkan gabung bisa lewat +6285225524457

Kamis, 17 April 2025

PUNCAK PENDIDIKAN ITU ETIKA TINGGI





Oleh: Dr. Muhammad Saeful Kurniawan, MA



Beberapa tahun silam saya melakukan rihlah ilmiah disejumlah perguruan tinggi diluar negeri diantaranya Singapura, Malaysia dan Thailand. Iklim pendidikan disana sangat kondusif terlihat dari etika mahasiswanya yang menjunjung tinggi etika tinggi terhadap tamu yang berkunjung kesana. Tidak hanya itu, kami disambut dengan baik dan disuguhi makanan yang sangat menggoda selera.

Hal itu, tidak berbanding lurus dengan pendidikan dinegeri ini. Pasalnya, saudara saya di Yogyakarta ustadz Nanda, SH., MH., al-Hafidz bercerita pada saya bahwa institusi pendidikan yang beliau kelola puluhan kaki kirim permohonan stadi banding kesalah satu perguruan tinggi Jakarta yang berafiliasi dengan perguruan Islam timur tengah namun tidak pernah digubris paling tidak ada konfirmasi alasan yang rasional. Ini tidak ada. Sungguh ironis sekali, padahal perguruan tinggi Islam.

Well, karena merasa tidak digubris, akhirnya dialihkan pada perguruan tinggi negeri Islam di Jakarta. Memang permohonan studi bandingnya dikabulkan, namun konsumsi mulai dari makanan ringan dan makanan berarti disuruh menyediakan sendiri. Ini perguruan tinggi negeri Islam yang sangat mengerti hadits tentang anjuran menghormati dan menyuguhi tamu. Ternyata pendidikan tinggi tidak berbanding lurus dengan etika tinggi .

Tidak hanya itu, ada salah satu doktor diperguruan tinggi negeri Islam sharing kepada saya bahwa dirinya didzolimi oleh rektornya sendiri dengan dihambat menjadi guru besar atau profesor. Padahal, penilaian orang awam seorang rektor yang bergelar profesor sudah mempunyai etika tinggi. Ternyata tidak. Sekali lagi tidak. Justru mentalitasnya bukan bijak tapi bejat.

Syahdan, tidak berhenti disitu, seorang rektor yang bergelar profesor pernah curhat pada saya bahwa dirinya pernah dilaporkan mahasiswanya sendiri yang berlatar belakang santri pada polisi karena intrik politik kampus namun akhirnya kasus hukumnya dihentikan. Tahu tidak, mahasiswa yang melaporkan rektornya itu adalah anak asuhnya sendiri yang tiap hari tinggal dan makan dirumahnya. Sungguh bejat moralitasnya bukan?

Pendidikan sering dipahami sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Namun, di balik tujuan-tujuan ini, terdapat esensi yang lebih dalam dan fundamental: menjadikan manusia beretika. Dari sudut pandang psikologi, filsafat, dan agama, puncak pendidikan adalah pengembangan karakter yang baik dan etika yang kokoh. 

Dalam perspektif psikologi, pendidikan tidak hanya berfokus pada aspek kognitif tetapi juga pada pengembangan emosional dan sosial. Teori-teori seperti psikologi perkembangan oleh Jean Piaget dan psikologi humanistik oleh Carl Rogers menekankan pentingnya pendidikan dalam membentuk individu yang seimbang secara emosional dan moral. 

Pendidikan yang baik membantu individu untuk memahami dan mengelola emosi mereka, berempati dengan orang lain, serta membuat keputusan yang etis. Pengembangan aspek-aspek ini adalah kunci untuk membangun manusia yang beretika, yang mampu hidup harmonis dalam masyarakat.

Filsafat pendidikan, dari Aristoteles hingga John Dewey, selalu menekankan pentingnya pendidikan dalam membentuk karakter dan moralitas. Aristoteles, misalnya, berpendapat bahwa tujuan akhir dari pendidikan adalah mencapai eudaimonia, atau kebahagiaan sejati, yang hanya dapat dicapai melalui kehidupan yang berbudi pekerti. 

John Dewey, seorang filsuf modern, melihat pendidikan sebagai proses sosial yang harus mendorong individu untuk berpartisipasi aktif dalam masyarakat dan memperjuangkan nilai-nilai moral. Melalui filsafat, kita memahami bahwa pendidikan yang beretika adalah pendidikan yang membekali individu dengan kemampuan untuk berfikir kritis, membuat keputusan berdasarkan nilai-nilai moral, dan bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip etika.

Dalam berbagai tradisi agama, pendidikan selalu dikaitkan dengan pembentukan moral dan etika. Islam, misalnya, menekankan pentingnya adab dan akhlak dalam pendidikan. Al-Quran dan Hadis mengajarkan nilai-nilai seperti kejujuran, keadilan, dan kasih sayang sebagai bagian integral dari proses pendidikan. 

Kristen juga menekankan pentingnya nilai-nilai moral seperti cinta kasih, pengampunan, dan integritas sebagai tujuan utama pendidikan. Hindu dan Budha juga mengajarkan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mencapai pencerahan dan kebajikan, yang hanya dapat dicapai melalui pengembangan moral dan etika.

Dari sudut pandang psikologi, filsafat, dan agama, puncak pendidikan adalah menjadikan manusia beretika. Pendidikan yang sejati bukan hanya tentang mengisi kepala dengan pengetahuan, tetapi juga tentang membentuk hati dan karakter. Dengan memadukan aspek-aspek emosional, moral, dan spiritual, pendidikan dapat menghasilkan individu yang tidak hanya cerdas tetapi juga bijaksana dan beretika, siap untuk menghadapi tantangan hidup dengan integritas dan kemanusiaan.


Salam akal sehat, Bondowoso, 18 April 2025