MUTIARA ILMU

Selasa, 25 Maret 2025

KHATAMAN KITAB RAMADHANAN: AL-ARBA'IN KARYA KH. HASYIM ASY'ARI DI PESANTREN DARUL AITAM

Oleh: Dr. Muhammad Saeful Kurniawan, MA



Alhamdulillah, saya tadi bisa mengkhatamkan kitab al-Arba'in (40 hadits) karya KH. Hasyim Asy'ari dipondok pesantren puteri Darul Aitam Situbondo dengan durasi dua jaman mulai pukul 15.30-17.30 WIB sekali duduk. Khatmul kutub ini sengaja saya tradisikan ngaji kitab kuning sampai selesai bukan menggunakan preodisisasi yang memakan waktu bulanan bahkan tahunan bahkan sampai terbengkalai tidak khatam khatam.

Well, kitab al-Arba'n tersebut sebisa mungkin dijadikan sebagai kurikulum di pesantren. Usahanya itu kemudian diteruskan oleh murid ideologisnya bernama Hasyim Asy’ari. Dengan semangat yang sama dengan gurunya, Hasyim Asy’ari turut menuliskan 40 hadis yang berjudul Arba’una Hadisan Tata’allaqu bi Mabadi’u Jam’iyyatu Nahdlatu al-Ulama’.

Hasyim Asy’ari lahir pada 14 Februari tahun 1871 M. di Tambakrejo, Jombang. Di masa remajanya ia belajar ilmu agama di pelabagi pesantren hingga pada akhirnya meneruskannya di Makkah. Karena kealimannya di bidang ilmu keagamaan, Hasyim Asy’ari kemudian diberi julukan Hadlaratus Syekh. Hasyim Asy’ari merupakan salah satu pendiri organisasi Islam Nahdatul Ulama.

Hasyim Asy’ari hidup di masa adanya kontestasi otoritas keagamaan di Indonesia pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Pada waktu itu terjadi persaingan gagasan-gagasan yang dibangun dari pelbagai macam penafsiran teks keagamaan yang dimotori oleh kelompok pengikut Wahabisme. Catatan Oman Fathurrahman menunjukkan adanya polarisasi kecenderungan di antara kelompok Islam yang diidentifikasi sebagai bentuk ortodoksi dalam mempraktikkan doktrin dan ritual keagamaan serta meyakininya sebagai yang ‘benar’, dengan kelompok Islam yang didentifikasi sebagai kaum heterodoks yang sering dituduh ‘salah’ hanya karena dianggap tidak sesuai dengan norma-norma yang diyakini oleh kelompok Islam ortodoks.

Fenomena ini tidak lepas dari peran alumni-alumni Timur Tengah dari Indonesia yang sudah sedikit banyak mengikuti aliran wahabisme. Konsekuensinya banyak praktik-praktik keagamaan di Indonesia yang mulai dituduh menyimpang dari al-Qur’an dan hadis, mulai dari tahlilan, ziarah kubur, mauludan, bahkan sampai mengkafikan (takfirisme) mereka yang tetap menjalankan ritual-ritual tersebut.

Peristiwa Komite Hijaz (31 Januari 1926), atas persetujuan Hasyim Asy’ari, merupakan puncak protes ulama-ulama Nusantara kepada raja Ibnu Sa’ud atas fenomena pelarangan kebebasan bermazhab di Makkah, di mana kala itu menjadi pusat kajian Islam, yang menyebabkan umat Islam dunia mula menjauh dari sisi-sisi lokalitasnya.

Hasyim Asy’ari melihat pergeseran di antara pemikiran dan praktik keagamaan Muslim Jawa. Mulailah ia menggagas berdirinya organisasi Nahdlatul Ulama (NU) lengkap dengan argumentasi-argumetasi yang dibangun melalui kitab Risalatu Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah fi. Hadts al-Mauta wa Syuruth as-Sa’ah wa Bayani Mafhum al-Sunnah wa al-Bid’ah dan al-Muqaddimah al-Qanun al-Asasi Li Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’. Selain itu, Hasyim Asy’ari menguatkan argumentasinya itu dengan menuliskan 40 hadis yang disesuaikan dengan visi dan misi NU, yang diberi judul Arba’una Hadisan Tata’allaqu bi Mabadi’u Jam’iyyatu Nahdlatu al-Ulama’.

Kitab hadis Arba’in Hasyim Asy’ari berisi nukilan dari kitab-kitab mu’tabar (otoritatif), baik yang kanonik (kutub al-sittah) maupun non-kanonik (selain enam kitab). Kitab ini terbagi ke dalam 6 bab: 1- dakwah/amar ma’ruf nahi munkar (7 hadis); 2- kepemimpinan (2 hadis); 3- ibadah (4 hadis); 5- keharusan mengikuti sunah Khulafaur Rasyidin (4 hadis); 5- akhlak (19 hadis); dan 6- persatuan (4 hadis).

Keberadaan teks-teks hadis yang ditulisnya merupakan bentuk respon atas kondisi sosial masyarakat saat itu, serta menjadi kontra narasi pemikiran atas wahabisme. Kitab inilah yang kemudian menjadi rujukan atau dalil bagi amaliah-amaliah kelompok NU. Argumentasi tentang bid’ah, khurafat dan takhayyul, ssebagaimana dituduhkan kelompok Wahabi, dijelaskan melalui hadis-hadis yang tertulis di dalamnya.

Salah satu yang menarik dari kitab hadis Arba’in Hasyim Asy’ari adalah menjelaskan pentingnya persatuan sebagai pilar keutuhan bangsa. Beliau menukil hadis riwayat al-Tirmidzi dan Ibnu Majah sebagai berikut:

عن ابن عمر أنّ رسول الله صلى الله عليه وسلم قال إنّ الله لايجمع أمتي أو قال أمة محمد على ضلالة، ويد الله مع الجماعة ومن شذّ شذّ إلى النار (رواه الترمذي). إن أمتي لاتجتمع على ضلالة فإذا رأيتم اختلافا فعليكم بالسواد الأعظم (رواه ابن ماجه).

Dari Ibnu Umar Ra. sesungguhnya Nabi Saw. bersabda: sesungguhnya Allah tidak mengumpulkan umatku atau umat Muhammad dalam kesesatan, dan keputusan Allah berada pada jama’ah, dan barang siapa keluar dari aturan maka ia akan menuju pada neraka. (HR. Al-Tirmidzi). Sesungguhnya umatku tidak dikumpulkan pada kesesatan, apabila kalian melihat perselisihan maka ikutilah golongan mayoritas. (HR. Ibnu Majah).

Hadis itulah yang menjadikan dasar Hasyim Asy’ari untuk mengeluarkan statemen pentingnya membangun persatuan berbangsa dan beragama. Berikut adalah kutipan untuk persatuan kebangsaan:

ومن المعلوم ان الناس لابد لهم من الاجتماع والمخالطة. لأن الفرد الواحد لايمكن أن يستقل بجميع حاجته. فهو مضطر بحكم الضرورة الى الإجتماع الذي يجلب الى أمته الخير ويدفع عنها الشر والضير. فالإتحاد وارتباط القلوب ببعضها، وتضافرها على أمر واحد، واجتماعها على كلمة واحدة من أهم أسباب السعادة, وأقوى دواعي المحبة والمودة، وكم به عمرات البلاد، وسادات العباد، وانتشر العمران، وتقدمت الأوطان، وأسست الممالك، وسهلت المسالك، وكثر التواصل الى غير ذلك من فوائد الإتحاد الذي هو أعظم الفضائل، وأمتن الأسباب والوسائل.

Sebagaimana diketahui, manusia adalah makhluk yang harus hidup bemasyarakat (komunal) dan berinteraksi dengan yang lain. Karena seseorang tidak akan mampu memenuhi segala kebutuhannya sendiri. Suatu keharusan baginya untuk bermasyarakat, berkumpul yang membawa manfaat bagi umatnya dan menolak kemdlaratan serta ancaman darinya. Sebab itu, persatuan, ikatan batin, saling bantu dalam suatu masalah dan kesepakatan bersama merupakan penyebab kebahagiaan dan faktor penting dalam menciptakan persaudaraan dan kasih sayang. Sungguh banyak negara-negara yang menjadi makmur, rakyat banyak yang menjadi pemimpin hebat, pembangunan merata, negeri-negeri menjadi maju, kedaulatan pemerintah ditegakkan, jalan-jalan menjadi mudah, perhubungan menjadi ramai dan masih banyak lagi manfaat dari persatuan yang merupakan keutamaan yang agung serta menjadi sarana yang paling ampuh. 

Artinya, warga nahdhiyyin belum sah dan sempurna rasanya jika belum bisa mengkhatamkan kitab al-Arba'in dan puluhan kitab yang lain karya KH. Hasyim Asy'ari. Tidak sedikit saat ini orang bahkan ulama mengaku ikut organisasi keagamaan NU tapi tidak pernah membaca dan menelaah karya kitab KH. Hasyim Asy'ari sebagai muassis NU. Ironis bukan? Allahu a’lam.


Salam akal sehat, Situbondo, 25 Maret 2025

*Membangun Kepedulian Antar Masjid: Menguatkan Ukhuwah Islamiyah dalam Cahaya Al-Qur’an*



Dalam ajaran Islam, masjid bukan sekadar tempat ibadah, melainkan pusat kehidupan umat. Masjid menjadi tempat bersujud kepada Allah, tempat menuntut ilmu, tempat berbagi, dan tempat menyatukan hati dalam ukhuwah Islamiyah. Namun, di tengah keberagaman masjid yang tersebar di berbagai pelosok, masih ada yang megah dan penuh fasilitas, sementara yang lain sederhana, bahkan kekurangan. *Bukankah sudah seharusnya masjid-masjid saling membantu, saling peduli, dan saling menguatkan?*

*Masjid sebagai Simbol Persatuan Umat*  
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

*"Sesungguhnya orang-orang yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah. Maka mudah-mudahan mereka termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk."* (QS. At-Taubah: 18)

Ayat ini menegaskan bahwa *memakmurkan masjid* adalah kewajiban setiap orang yang beriman. Bukan hanya dalam bentuk ibadah, tetapi juga dalam menjaga, membangun, dan menghidupkan fungsi sosial masjid.

Namun, jika ada masjid yang berdiri kokoh dengan fasilitas lengkap sementara di tempat lain ada masjid yang dindingnya mulai rapuh, atapnya bocor, atau karpetnya sudah lusuh—bukankah ini menjadi tanda bahwa kita masih kurang dalam memakmurkan rumah Allah secara menyeluruh?

*Saling Membantu dan Mengisi Kekurangan*  
Islam mengajarkan umatnya untuk *tidak hidup sendiri-sendiri, tetapi harus saling menguatkan*. Allah SWT berfirman:

*"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan."* (QS. Al-Ma'idah: 2)

Ayat ini menjadi dasar kuat bahwa kita harus bekerja sama dalam hal kebaikan, termasuk dalam hal *membangun dan memakmurkan masjid-masjid Allah*. Masjid yang memiliki kelebihan dapat membantu masjid yang masih membutuhkan, baik dalam hal pembangunan fisik, penyediaan fasilitas ibadah, maupun dalam kegiatan keagamaan dan sosial.

JANGAN RASA MEMILIKI MASJID

Misalnya:  
- *Masjid besar dengan dana berlebih* bisa membantu masjid kecil dengan membangun fasilitas yang lebih layak.

- *Masjid yang memiliki banyak penghafal Al-Qur’an* bisa mengirimkan guru untuk mengajar di masjid lain yang minim pembelajaran agama.

- *Masjid yang memiliki ekonomi kuat* bisa membantu program sosial masjid-masjid yang kurang mampu, seperti menyediakan makanan berbuka bagi fakir miskin atau bantuan pendidikan bagi anak-anak yatim.

Jika setiap masjid saling melengkapi, *tidak akan ada lagi masjid yang terbengkalai, tidak akan ada lagi jamaah yang merasa terabaikan*.  

*Masjid-Masjid di Zaman Rasulullah: Teladan Saling Membantu*

Di zaman Rasulullah ﷺ, masjid bukan hanya tempat shalat, tetapi juga pusat sosial dan dakwah yang saling terhubung. Masjid Nabawi di Madinah sering menjadi tempat berkumpulnya umat Islam dari berbagai daerah, dan Rasulullah selalu memastikan tidak ada masjid yang dibiarkan begitu saja tanpa perhatian.

Ketika ada masjid yang mengalami kesulitan, para sahabat *bergotong royong membangun, mengisi, dan membantu*. Inilah bentuk *ukhuwah Islamiyah* yang sejati—*bukan sekadar bersaudara dalam nama, tetapi juga dalam tindakan nyata*.

*Menghidupkan Kembali Semangat Saling Peduli*

Hari ini, kita perlu kembali menghidupkan semangat itu. Setiap masjid harus memiliki kesadaran bahwa mereka bukan berdiri sendiri, tetapi merupakan bagian dari satu bangunan besar umat Islam. Rasulullah ﷺ bersabda:

*"Perumpamaan kaum mukminin dalam sikap saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi seperti satu tubuh. Jika satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh ikut merasakan sakit dengan tidak bisa tidur dan demam."* (HR. Muslim)

Jika satu masjid kekurangan, maka masjid lain harus merasakan tanggung jawab untuk membantu. Jika ada masjid yang mengalami kendala dalam menjalankan programnya, masjid lain seharusnya menawarkan solusi.

*Aksi Nyata: Bagaimana Masjid Bisa Saling Membantu?*  
Untuk mewujudkan semangat ini, ada beberapa langkah konkret yang bisa dilakukan:

1. *Membentuk Forum Komunikasi Antar Masjid* – Dengan adanya jaringan antar masjid, setiap masjid bisa saling berbagi informasi, kebutuhan, dan bantuan.

2. *Membuat Program "Masjid Bersaudara"* – Setiap masjid besar bisa mengadopsi satu atau dua masjid kecil untuk dibantu dalam pembangunan dan kegiatan keagamaannya.

3. *Menjalin Solidaritas Ekonomi* – Masjid yang memiliki dana lebih bisa membuat program khusus untuk membantu masjid lain yang membutuhkan.

4. *Berbagi Ilmu dan Dakwah* – Mengirimkan ustaz atau guru tahfiz ke masjid-masjid yang kekurangan tenaga pengajar.

5. *Membantu Program Sosial* – Jika satu masjid memiliki program berbagi sembako, bisa melibatkan masjid lain agar manfaatnya lebih luas.  


DANA MASJID ITU ADALAH MILIK MASJID YANG LAIN

AGAR UMAT ISLAM BERSATU SECARA KESELURUHAN 
JANGAN ADA BATAS!! 

Atas satu kata ISLAM

Masjid adalah rumah Allah, dan kita sebagai umat Islam adalah para penjaganya. Tidak ada alasan untuk membiarkan satu masjid dalam keadaan berkekurangan sementara masjid lain memiliki kelimpahan. *Kita harus saling peduli, saling membantu, dan saling mengisi kekurangan*.

Mari jadikan setiap masjid bukan hanya tempat shalat, tetapi juga pusat kepedulian dan persaudaraan. Semoga dengan langkah ini, kita semua menjadi bagian dari orang-orang yang memakmurkan rumah Allah dan mendapat rahmat-Nya. *Aamiin.*

*Kesimpulan: Bersama Kita Kuat, Bersama Kita Makmur*