MUTIARA ILMU

Jumat, 20 September 2024

*"Bukan Tesis? FAKTANYA: Penelitian KH Imaduddin Utsman al Bantani Didukung oleh Ilmu Pengetahuan dan para Ahli dibidangnya"*



https://www.walisongobangkit.com/bukan-tesis-faktanya-penelitian-kh-imaduddin-utsman-al-bantani-didukung-oleh-ilmu-pengetahuan-dan-para-ahli-dibidangnya/

Penelitian KH Imaduddin Utsman al Bantani mengenai nasab Klan Ba'alwi yang mengklaim keturunan Nabi Muhammad SAW telah memicu perdebatan dan diskusi di kalangan akademisi dan masyarakat umum. Meskipun beberapa kalangan meragukan status penelitian ini sebagai tesis, hasil yang dicapai didukung oleh berbagai disiplin ilmu dan para ahli dari dalam dan luar negeri.
Berikut ini adalah rincian dari berbagai landasan ilmiah yang memperkuat kesimpulan KH Imaduddin.
 
*1. Landasan Sejarah*
Sejarah mengenai nasab keturunan Nabi Muhammad SAW telah melalui proses dokumentasi yang panjang, terutama melalui catatan-catan silsilah yang tersusun dalam berbagai teks kuno. Salah satu teori utama yang digunakan KH Imaduddin adalah menelusuri kembali rekam sejarah Klan Ba'alwi yang mengklaim keturunan dari Nabi Muhammad melalui jalur Ahmad bin Isa.
Namun, dalam kajian sejarah, catatan silsilah sering kali memiliki ketidakkonsistenan, terutama ketika dikaitkan dengan politik dan kepentingan sosial. Beberapa ahli sejarah dari luar negeri, seperti William Montgomery Watt, menyebutkan bahwa selama berabad-abad, klaim keturunan dari Nabi Muhammad saw digunakan sebagai alat legitimasi politik dan kepentingan ekonomi.
Kyai Imaduddin dalam penelitiannya merujuk pada kegagalan prinsip 'Syuhroh wal Istifadhoh' (prinsip terkenal dan diterima secara umum), yang sering dipakai oleh Klan Ba'alwi untuk mendukung klaim keturunan mereka. Walaupun Klaim Klan Ba’alwi ini tidak kuat karenaa tidak diimbangi oleh bukti dokumentasi yang valid. Kritik terhadap Klan Ba'alwi datang dari berbagai kalangan yang menekankan bahwa klaim tersebut lebih banyak didasarkan pada narasi lisan yang kurang didukung oleh bukti sejarah.
 
*2. Kajian Filologi*
Filologi berperan penting dalam memverifikasi keaslian teks-teks silsilah kuno. KH Imaduddin bekerja sama dengan ahli filologi seperti Prof. Dr. Manachem Ali untuk menganalisis manuskrip-manuskrip terkait nasab Klan Ba'alwi. Salah satu temuan penting adalah adanya variasi dalam teks-teks silsilah yang ditemukan di berbagai belahan dunia Islam. Misalnya, dalam beberapa manuskrip dari Hadramaut, terdapat perbedaan signifikan mengenai jalur keturunan yang dirujuk oleh Klan Ba'alwi.
Salah satu argumen yang menarik adalah tidak ditemukannya nama Ubaidillah sebagai anah ahmad bin Isa selama 550 tahun dalam catatan silsilah (sedang dalam kitab sejaman lainnya nama putera ahmad bin isa terkonfirmasi muncul beberapa nama) , serta tidak adanya dokumen yang mendukung hijrahnya Ahmad bin Isa ke Hadramaut. Hal ini menunjukkan adanya kekosongan dalam dokumentasi yang seharusnya mendukung klaim keturunan tersebut.
Ahli filologi Indonesia seperti Dr. Oman Fathurrahman dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta juga menekankan bahwa banyak manuskrip silsilah kuno yang tidak memiliki metode penulisan yang baku, sehingga rentan terhadap perubahan dan interpolasi. Pendekatan Imaduddin dalam menguji keaslian manuskrip tersebut mengacu pada kajian kritis, yaitu dengan membandingkan berbagai sumber dan menyelidiki inkonsistensi yang ada.
 
*3. Bukti Genetika*
Salah satu aspek paling signifikan dalam penelitian KH Imaduddin adalah kajian genetika. Melalui tes DNA yang dilakukan terhadap anggota Klan Ba'alwi, Kyai Imaduddin menemukan bahwa haplogroup yang umum ditemukan di kalangan Klan Ba'alwi  adalah haplogroup G, yang berbeda dengan haplogroup J1, yang sering diasosiasikan dengan keturunan langsung Nabi Muhammad SAW.
Dr. Sugeng Sugiarto, seorang ahli genetika dari Indonesia, menyatakan bahwa hasil ini menunjukkan bahwa klaim Klan Ba'alwi sebagai keturunan Nabi Muhammad saw  tidak memiliki dasar genetis yang kuat.
Dukungan dari ilmuwan internasional seperti Dr. Michael Hammer (University of Arizona), Dr. Peter Underhill (Stanford University), dan Dr. Chris Tyler-Smith (The Wellcome Trust Sanger Institute) juga menunjukkan bahwa studi genetika dapat memberikan wawasan yang lebih jelas tentang hubungan biologis di masa lalu.
 
*4. Kajian Perilaku Menyimpang Klan Ba'alwi*
Selain bukti sejarah, filologi, dan genetika, KH Imaduddin juga menyoroti perilaku menyimpang yang dilakukan oleh beberapa anggota Klan Ba'alwi. Sejarawan dan sosiolog Islam, baik dari dalam maupun luar negeri, menyoroti adanya beberapa anggota Ba'alwi yang terlibat dalam skandal politik dan keagamaan di berbagai wilayah, yang berlawanan dengan ajaran dan etika yang diajarkan Nabi Muhammad SAW.
Kyai Imaduddin menunjukkan bahwa beberapa anggota Ba'alwi di masa lalu terlibat dalam persekongkolan politik dengan penguasa yang bertentangan dengan prinsip keadilan dan moralitas yang dianut Islam. Dalam perspektif sosiologi agama, perilaku ini sering dikaitkan dengan penyimpangan dari nilai-nilai asli yang diwariskan oleh leluhur mereka, yang dalam hal ini, diklaim sebagai Nabi Muhammad SAW. Ini menjadi salah satu argumen Kyai Imaduddin bahwa Klan Ba'alwi tidak memiliki kesinambungan moral dan spiritual yang biasanya melekat pada keturunan Nabi.
 
*5. Ketidakberadaan Sanggahan yang Kuat*
Fakta bahwa penelitian KH Imaduddin telah berlangsung hampir tiga tahun tanpa adanya sanggahan yang signifikan menunjukkan kekuatan dari argumen-argumen yang diajukan. Di dalam ranah akademik, biasanya sebuah penelitian akan segera diperdebatkan dan diuji oleh para akademisi lain, terutama jika klaim yang diajukan bersifat kontroversial atau menyentuh isu-isu sensitif seperti nasab. Namun, hingga kini, penelitian Imaduddin belum mendapatkan bantahan kuat yang bisa menggugurkan kesimpulan utamanya.
 
*Kesimpulan*
Penelitian KH Imaduddin Utsman al Bantani memiliki dasar teori yang kuat, tidak hanya dari perspektif sejarah dan filologi, tetapi juga dari sudut pandang genetika modern dan kajian perilaku. Pendekatannya yang komprehensif ini telah memberikan kontribusi signifikan terhadap perdebatan mengenai klaim nasab Klan Ba'alwi. Dan sampai saat ini, ketidakberadaan sanggahan yang substansial semakin memperkuat validitas penelitian ini.

*Referensi*
1. Watt, W. M. (1996). Islamic Philosophy and the Classical Tradition.
2. Ali, M. (2015). Manuscript Studies: Theory and Practice.
3. Fathurrahman, O. (2018). Filologi dan Metodologi Penelitian Teks.
4. Hammer, M. F. (2009). Y-chromosome descent groups and male differential reproductive success: A population genetic perspective.
5. Underhill, P. A. (2015). Y-chromosome descent groups and their social implications.
6. Tyler-Smith, C. (2012). Genetic diversity in the Y chromosome and its implications.
7. Sugiarto, S. (2020). Genetics and Genealogy in the Islamic World.

*POLA GERAKAN YANG MIRIP PKI 1948.**MUNGKINKAH INI POLA TURUNANYA..??*



PKI 1948 menggunakan jargon "Pondok Bobrok, Langgar Bubar, Santri Mati" dalam pergerakanya karena PKI tau bahwa untuk menguasai Indonesia maka harus menghancurkan kekuatan Nahdlatul Ulama (berlaku sampai saat ini). 
Tiga simbol yg disebut didalam jargon mereka adalah merupakan pilar kekuatan Nahdlatul Ulama yaitu pondok, langgar/musholla dan santri. Jika tiga pilar itu lemah maka bisa dipastikan kekuatan nahdlatul ulamapun menjadi lemah. 

Setiap jargon atau propaganda bisa dipastikan mempunyai variasi pola-pola turunan gerakan untuk mencapai tujuan gerakan tersebut. 
Nah dalam hal ini, saat ini muncul jargon "Belajar kepada habib bodoh lebih utama daripada belajar kepada 70 kyai yg alim". 
Jargon ini terus digaungkan oleh mereka tanpa mereka tau darimana sumber jargon tersebut karena jika dikatakan jargon tersebut berasal dari ajaran agama jelas jargon tersebut justru bertentangan dengan ajaran alqur'an dan hadits bahkan kalaupun itu dianggap maqolah dari seorang ulama, ulama jenis apa yg berani mengeluarkan maqolah yg jelas-jelas bertentangan dengan alqur'an dan hadits..?? 

Oleh karenanya, adalah sangat patut diwaspadai bahwa jargon tersebut adalah "turunan" dari jargon "Pondok Bobrok, Langgar Bubar, Santri Mati" Sebagai upaya untuk melemahkan kekuatan Nahdlatul Ulama. 

Perlu diwaspadai bahwa pola jargon "Belajar kepada habib bodoh lebih utama daripada belajar kepada 70 kyai yg alim" bisa mengakibatkan : 1.Orang memilih belajar kepada habib walaupun bodoh dg iming-iming syafa'at, barokah dll termasuk framing berita negatif tentang pesantren daripada belajar di pesantren. Sehingga pondok-pondok menjadi bobrok (Sudah mulai terjadi). 
2. Berdirinya "majlis-majlis berkedok sholawat" yang diakuisisi milik individu/perorangan terbukti memiliki efek yg sangat luar biasa atas "bubarnya jama'ah langgar/musholla". 
Orang lebih memilih mendatangi majlis sholawat dibanding mendatangi majlis ta'lim bahkan orang lebih memilih menghidupkan majlis sholawat dibanding memakmurkan musholla. 
Majlis sholawat ini mayoritas pemiliknya adalah dari kalangan habib. 
3. Jika kedua hal diatas tersebut sudah massive, maka tinggal menunggu kematian para kyai dan santri di pondok-pondok pesantren. 
Jika santri dan kyai dipesantren sudah mati maka kehancuran Nahdlatul Ulama tinggal menunggu waktu, dan jika Nahdlatul Ulama hancur maka hancur pula Indonesia yg kita banggakan.
4. Sejarah membuktikan beberapa pemberontakan komunisme di Indonesia pemimpinya adalah seorang "oknum" Habib. 
- PKI 1965 pemimpinya DN. Aidid dia seorang habib. 
- PERAKU/PGRS pemberontakan PKI di Kalimantan Barat Th. 1967-1969 pemimpinya Ahmad Sofyan Baraqbah yg ditembak mati th. 1974 dia seorang habib. 
Itulah sekelumit gambaran pola gerakan saat ini benang merahnya sangat jelas terlihat bagi orang-orang yang mau berfikir.


#Mari_Berfikir