MUTIARA ILMU

Sabtu, 16 November 2019

Ketika Ra Lilur dan Gus Dur bertemu

* Ketika Ra Lilur dan Gus Dur bertemu

Pada awal tahun 2002, setelah lengser dari tahta kepresidenan, Gus Dur pergi ke Bangkalan untuk sowan kepada Ra Lilur. Uniknya ketika duduk bersama, keduanya memakai bahasa daerahnya masing-masing. Ra Lilur memakai bahasa Madura khas sedangkan Gusdur memakai bahasa Jawa. Meski begitu beliau berdua terlihat saling memahami dan "nyambung" satu sama lain. Kala itu Gusdur curhat pada Ra Lilur bahwa ia baru saja dikhianati oleh kawan politiknya. Ra Lilur menjawab :

" Iyeh be'eng jiyah lok engak dek Mbah Kholil.. Lok toman nyelase dek Mbah Kholil.. "

(Iya.. Itu karena anda lupa ke Mbah Kholil, tidak pernah berziarah ke Mbah Kholil)

Di akhir pertemuan Ra Lilur memberi uang, minyak tawon dan sebuah wiridan untuk GusDur.

Sekitar tahun 2008, Gusdur sowan lagi kepada Ra Lilur, kala itu beliau ditemani pak Ahmadi -cagub Jatim waktu itu-. Pada pertemuan itu Ra Lilur malah berdoa dengan bahasa yang tidak bisa dipahami oleh tamu-tamunya. Ketika ditanyakan kepada Yenny Wahid, mbak Yenny menjawab :

" kata bapak itu adalah bahasa Ibrani.. ".

* Karomah dan Keajaiban Ra Lilur

Ini mungkin adalah sisi yang paling menonjol dari Ra Lilur. Beliau adalah sosok yang unik, misterius dan sulit ditebak. Banyak keajaiban yang pernah diriwayatkan tentang beliau, mulai dari Mobil yang beliau tumpangi bisa berjalan hanya dengan diisi dua botol sprite, kebiasaan beliau tidur dan bertapa di tengah lautan, kefasihan beliau dalam berbahasa Mandarin, hingga kemampuan beliau memberi suatu isyarat tentang apa yang akan terjadi di masa depan.

Pada tahun 1995, menjelang kelahiran Muhammad Ismail Al-Ascholy (En). Ra Lilur tiba-tiba saja mengirim surat berbahasa arab kepada abah En Kh. Mas Ali Ridho yang intinya meminta beliau untuk menulis terjemah Alfiah. Ketika baru seperempat jalan menjalankan tugas dari Ra Lilur, Mas Ali Ridho berangkat Umroh. beliau lantas menanyakan kepada seorang ulama di Mekkah tentang "arti" perintah Ra Lilur itu. Ulama itu menjawab bahwa itu adalah pertanda bahwa Mas Ali Ridho akan mempunyai putra setelah 8 tahun tidak mempunyai keturunan. Benar saja, tak lama setelah itu Ny.Muthmainnah hamil. Akan tetapi berita gembira ini disimpan rapat-rapat oleh keluarga. Waktu itu Hanya Kh. Abdullah Schal, Ny. Sumtin, dan ummi Mas Ali Ridho yang tahu. Meski begitu, pada bulan ke 4 kehamilan Ny. Mut, Ra Lilur tiba-tiba mengirim air kemasan ke Demangan melalui H. Husni dengan pesan :

" berikan air ini ke kak La (Kh. Abdullah Schal). Minumkanlah kepada putrinya yang hamil itu, minumkan juga pada si bayi jika ia sudah lahir ".

Tentunya Kh. Mas Ali Ridho kaget dan bertanya-tanya bagaimana bisa Ra Lilur tahu berita yang sangat dirahasiakan itu ?

Menurut saya, perintah Ra Lilur kepada Kh. Ali Ridho itu bukan hanya isyarat beliau akan mendapatkan seorang putra. Lebih dari itu Ra Lilur sudah memberikan "kode" bahwa kelak putranya itu akan menjadi seorang penulis hebat. Sekarang terbukti sudah, Sang Putra Muhammad Ismail Al-Ascholy berhasil menjadi seorang penulis produktif yang mempunyai karangan puluhan nadhom dan kitab berbahasa Arab pada usia yang masih sangat muda.

* Kepergian Sang Waliyyullah..

" Sebelum beliau wafat apakah beliau pernah mengeluh sakit ? " tanya saya kepada Hj. Mus, khodim yang menyaksikan detik-detik meninggalnya Ra Lilur..

" tidak.. Pada malam itu bahkan beliau masih sempat bercanda bersama kami.. Beliau meminta kami untuk membaca sholawat. Minimal 100 x "

Di malam itu Ra Lilur memang tiba-tiba berkata kepada Hj.mus dan keluarganya yang ada di Musholla :

" ayo turun semua.. Sekarang malam terakhir.. Sebagai manusia perbanyaklah membaca sholawat.."

Beliau lalu tidur-tiduran disamping musholla sambil memandang khodimnya dengan senyuman yang begitu indah. Sang khodim tentu heran melihat "gelagat" aneh Ra Lilur itu.

Beliau lalu mengganti pakaiannya , padahal beliau sangat jarang mengganti pakaian di malam hari. Beliau kemudian berkata kepada sang khodim :

" saya mau tidur ya.. Saya jangan ditinggal.. Jangan kemana-mana.."

" Tumben panjenengan minta saya untuk tetap disini yai ? Biasanya njenengan kan meminta saya untuk keluar ketika mau tidur ? " tanya khodimnya.

Ra Lilur diam tak menjawab. beliau lalu rebahan, menselonjorkan kedua kakinya, bersedekap, menarik nafas dua kali lalu menghembuskannya. Hembusan nafas yang ternyata adalah yang terakhir dari Sang Waliyyullah.

Malam itu, sekitar pukul 22:00, Selasa 24 Rajab 1439 H. tidak ada yang menyangka bahwa Ra Lilur wafat. Beliau akhirnya benar-benar "tidur" dan meninggalkan dunia untuk selama-selamanya. setelah sepanjang hidupnya beliau telah berjuang untuk menjauhi dan meninggalkan gemerlap dunia dengan hati, prilaku dan fikirannya.

Sebuah akhir yang tidak "mengejutkan" untuk sosok seperti beliau. Akhir yang Begitu indah tanpa rasa sakit seakan beliau memang benar-benar berpamitan untuk tidur dan beristirahat sejenak.

Setahun setelah kepergianmu.. Mudah-mudahan kami masih bisa meniti jejak-jejak luhur yang kau tinggalkan untuk kami disini..kami Hanya berharap, dengan cinta yang setetes ini, pendosa seperti kami kelak masih bisa dipertemukan dan dikumpulkan bersama golongan-mu para kekasih Allah disana.

Sekali lagi, 
Allah Yarhamak Ya Siidi.. Wa Yuqoddis Sirrak..

Diteruskan oleh;
Moch Rokib Gusro

Jumat, 15 November 2019

BABAD TANAH JAWA,Syekh Subakir

BABAD TANAH JAWA,Syekh Subakir

أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله 

Syekh Subakir, Babad Tanah Jawa Syekh Subakir, sangat berjasa dalam menumbali tanah Jawa, ”Dalam legenda yang beredar di Pulau Jawa dikisahkan, Sudah beberapa kali utusan dari Negeri Arab, untuk menyebarkan Agama Islam di tanah Jawa khususnya, dan Indonesia pada umumnya tapi telah gagal secara makro. Disebabkan orang-orang Jawa pada waktu itu masih kokoh memegang kepercayaan lama. Dengan tokoh-tokoh gaibnya masih sangat menguasai bumi dan laut di sekitar P Jawa. Para ulama yang dikirim untuk menyebarkan Agama Islam mendapat halangan yang sangat berat, meskipun berkembang tetapi hanya dalam lingkungan yang kecil, tidak bisa berkembang secara luas. Secara makro dapat dikatakan gagal. Maka diutuslah Syekh Subakir untuk menyebarkan agama Islam dengan membawa batu hitam yang dipasang oleh Syekh Subakir di seantero Nusantara, untuk tanah Jawa diletakkan di tengah-tengahnya yaitu di gunung Tidar . Efek dari kekuatan gaib suci yang dimunculkan oleh batu hitam menimbulkan gejolak, mengamuklah para mahluk : Jin, setan dan mahluk halus lainnya. Syekh Subakir lah yang mampu meredam amukan dari mereka. Akan tetapi mereka sesumbar dengan berkata: “ Walaupun kamu sudah mampu meredam amukan kami, kamu dapat mengembangkan agama Islam di tanah Jawa, tetapi Kodratullah tetap masih berlaku atas ku, ingat itu wahai Syeh Subakir.” “Apa itu?” kata Syekh Subakir. Kata Jin, “Aku masih dibolehkan untuk menggoda manusia, termasuk orang-orang Islam yang imannya masih lemah”. Syekh Subakir berasal dari Iran ( dalam riwayat lain Syekh Subakir berasal dari Rum). Syekh Subakir diutus ke Tanah Jawa bersama-sama dengan Wali Songo Periode Pertama, yang diutus oleh Sultan Muhammad I dari Istambul, Turkey, untuk berdakwah di pulau Jawa pada tahun 1404, Syekh Subakir berasal dari Iran ( dalam riwayat lain Syekh Subakir berasal dari Rum, Baghdad). Syekh Subakir diutus ke Tanah Jawa bersama-sama dengan Wali Songo Periode Pertama, yang diutus oleh Sultan Muhammad I dari Istambul, Turkey, untuk berdakwah di pulau Jawa pada tahun 1404, mereka diantaranya: 

1.Maulana Malik Ibrahim, berasal dari Turki, ahli mengatur negara. 
2.Maulana Ishaq, berasal dari Samarkand, Rusia Selatan, ahli pengobatan. 
3.Maulana Ahmad Jumadil Kubro, dari Mesir. 
4.Maulana Muhammad Al Maghrobi, berasal dari Maroko. 
5.Maulana Malik Isro’il, dari Turki, ahli mengatur negara. 
6.Maulana Muhammad Ali Akbar, dari Persia (Iran), ahli pengobatan. 
7.Maulana Hasanudin, dari Palestina. 
8.Maulana Aliyudin, dari Palestina. 
9.Syekh Subakir, dari Iran, Ahli menumbali daerah yang angker yang dihuni jin jahat. 

Dalam legenda yang beredar di Pulau Jawa dikisahkan, bahwa sudah beberapa kali utusan dari Arab didatangkan untuk menyebarkan Agama Islam di tanah Jawa khususnya, dan Indonesia pada umumnya, tapi selalu gagal secara makro. Kegagalan itu disebabkan karena orang-orang Jawa pada waktu itu masih kokoh memegang kepercayaan lama. Masyarakat masih senang menyembah barang-barang bertuah dan ruh-ruh yang diyakininya dapat membimbing, memberi ilham dan menolong mereka. Dengan tokoh-tokoh gaibnya, para tokoh masyarakat masih sangat menguasai bumi dan laut di sekitar Pulau Jawa. Para ulama yang dikirim untuk menyebarkan Agama Islam mendapat halangan yang sangat berat. Meskipun berkembang, tetapi hanya dalam lingkungan yang kecil, tidak bisa berkembang secara luas. Artinya, secara makro dapat dikatakan gagal. Karena itu, maka diutuslah Syeh Subakir yang dikenal memang sakti mandraguna. Beliau diutus secara khusus menangani masalah-masalah yang terkait magic dan spiritual yang dinilai telah menjadi penghalang diterimanya Islam oleh masyarakat yang masih demen ilmu-ilmu mistik. Untuk menyebarkan agama Islam, menurut cerita yang berkembang, Syekh Subakir membawa batu hitam yang dipasang di seantero Nusantara, untuk tanah Jawa diletakkan di tengah-tengahnya yaitu di gunung Tidar . Efek dari kekuatan gaib suci yang dimunculkan oleh batu hitam menimbulkan gejolak, mengamuklah para mahluk: Jin, setan dan mahluk halus lainnya. Syeh Subakir lah yang mampu meredam amukan dari mereka. Akan tetapi mereka sesumbar dengan berkata: “Ya Syekh, walaupun kamu sudah mampu meredam amukan kami dan kamu dapat mengembangkan agama Islam di tanah Jawa, tetapi Kodratullah tetap masih berlaku atas ku, ingat itu wahai Syeh Subakir.” “Apa itu?” kata Syeh Subakir. Kata Jin, “Aku masih dibolehkan untuk menggoda manusia, termasuk orang-orang Islam yang imannya masih lemah”. Tidak salah bila kemudian, gunung Tidar dikenal dengan Paku Tanah Jawa. Gunung Tidar tak terpisahkan dengan pendidikan militer. Gunung yang dalam legenda dikenal sebagai "Pakunya tanah Jawa" itu terletak di tengah Kota Magelang. Berada pada ketinggian 503 meter dari permukaan laut, Gunung Tidar memiliki sejarah dalam perjuangan bangsa. Di Lembah Tidar itulah Akademi Militer sebagai kawah candradimuka yang mencetak perwira pejuang Sapta Marga berdiri pada 11 November 1957. Di puncak Gunung Tidar ada lapangan yang cukup luas. Di tengah lapangan tersebut terdapat sebuah Tugu dengan simbol huruf Sa (dibaca seperti pada kata Solok) dalam tulisan Jawa pada tiga sisinya. Menurut penuturan juru kunci, itu bermakna Sapa Salah Seleh (Siapa Salah Ketahuan Salahnya). Tugu inilah yang dipercaya sebagian orang sebagai Pakunya Tanah Jawa, yang membuat tanah Jawa tetap tenang dan aman. Gunung Tidar tidak hanya terkenal sebagai ikon atau identitas Kota Magelang. Bagi sebagian orang yang memang nglakoni lelaku spiritual , Gunung Tidar merupakan salah satu obyek yang menjadi tempat tujuan mereka untuk mendekatkan diri kepada Gusti Allah. Dahulu, Gunung Tidar terkenal akan ke-angker-annya dan menjadi rumah bagi para Jin dan Makhluk Halus. Jalmo Moro Jalmo Mati, setiap orang yang datang ke Gunung Tidar bisa dipastikan kalau tidak mati ya modar (dan mungkin hal ini yang menjadi asal usul nama Tidar). Berdasarkan penuturan Juru Kunci Gunung Tidar, di Gunung Tidar terdapat 2 buah makam yaitu Makam Kyai Sepanjang dan Makam Sang Hyang Ismoyo (atau yang lebih dikenal sebagai Kyai Semar). Sedangkan tempat yang selama ini dikenal sebagai Makam Syekh Subakir sebenarnya hanyalah petilasan beliau. Jadi, beliau dikenal sebagai wali Allah yang menaklukkan Jin dan Makhluk Halus di Gunung Tidar sehingga para makhluk halus tersebut ‘mengungsi’ ke Pantai Selatan, tempat Nyai Roro Kidul. Setelah berhasil menaklukkan Jin dan Makhluk Halus, Syekh Subakir kembali ke tanah asalnya di Rom (Baghdad). Di petilasan Syekh Subakir ini tersedia mushola kecil dan pendopo. Petilasan Syekh Subakir sebelumnya ditandai dengan adanya kijing yang terbuat dari kayu. Setelah dipugar, kijing tersebut diletakkan di pendopo dan diganti dengan batu fosil yang berasal dari Tulung Agung serta dikelilingi pagar tembok yang berbentuk lingkaran dan tanpa atap. Pada tahap berikutnya, kedudukan Syekh Subakir, Sang Babad Tanah Jawa sebagai salah satu Wali Songo, digantikan oleh Sunan Kalijaga yang banyak disebut-sebut pimpinan para wali di Tanah Jawa karena kekeramatannya yang begitu melegenda. ADA satu kisah menarik dalam petilan “Babad Tanah Jawa”. Meskipun kisah ini merupakan petilan. Namun intisari yang tertanam di dalamnya, ternyata tetap masih aktual di saat ini sekali pun. Ketika itu, datanglah para ulama dari “Sebrang Lautan” (Mesir) ke Tanah Jawa. Tujuan para ulama utusan Sultan Mesir itu adalah untuk menyebarkan agama Islam, yang menurut laporan masih banyak penduduk Jawa yang kafir. Para ulama itu dipimpin seorang Syeh yang bernama Syech Subakir Sebelum Syech Subakir datang, telah beberapa kali ulama pendahulunya menginjakan kakinya di Tanah Jawa. Namun, setiap kali mereka datang, selalu gagal menyebarkan agama Islam. Mengapa? Pertanyaan itulah yang berada di benak Syech Subakir. Dan tidak berapa lama setelah sampai ke Tanah Jawa, Syech asal Persia (Iran) itu berhasil mendapatkan jawaban dari pertanyaannya tersebut. Ternyata, seluruh Tanah Jawa dari ujung Timur sampai ke Barat di jaga oleh bangsa jin yang dipimpin Sabdo Palon. Kegagalan para ulama sebelumnya adalah karena ulah mereka, para jin kafir yang tidak mau masuk Islam dan menentang Islam berkembang di Tanah Jawa. Untungnya, Syech Subakir menguasai ilmu tentang makhluk halus, sehingga dia dan para ulama yang dipimpinnya berhasil mengetahui keberadaan para jin tersebut. Dalam wujud kasarnya, para mahluk halus itu ada yang berujud ombak yang besar yang mampu menenggelamkan kapal berikut penumpangnya. Juga angin puting beliung, dan sebagainya yang mampu memporak- porandakan apa saja yang ada dihadapannya, termasuk menjelma menjadi hewan buas, harimau, ular dan sebangsanya. Perubahan bentuk dan ujud itulah yang selama ini diduga mencelakakan para ulama yang bermaksud menyebarkan Islam di Tanah Jawa. Maka kemudian terjadilah pertempuran yang dasyat antara para jin pimpinan Sabdo Palon dengan pasukan ulama pimpinan Syech Subakir. Konon, pertempuran itu terjadi selama berhasi- hari, tanpa ketahuan siapa yang bakal memenangkannya. Karena melihat situasi yang tidak menguntungkan, maka Sabdo Palon mengajukan usulan gencatan senjata. Syech Subakir yang melihat itu sebuah peluang, menerima ajakan Sabdo Palon. Maka terjadilah kesepakatan antara keduanya. Isi kesepakatan antara lain, Sabdo Palon memberi kesempatan kepada Syech Subakir beserta para ulama untuk menyebarkan Islam di Tanah Jawa, tetapi tidak boleh dengan cara paksaan atau memaksa. Kemudian Sabdo Palon juga memberi kesempatan kepada orang Islam untuk berkuasa di Tanah Jawa—Raja-raja Islam—namun dengan catatan. Para Raja Islam itu silahkan berkuasa, namun jangan sampai meninggalkan adapt istiadat dan budaya yang ada. Silahkan kembangkan ajaran Islam sesuai dengan kitab yang dakuinya, tetapi biarlah adapt dan budaya berkembang sedemikian rupa. Dan yang terpenting, jadi pemimpin janganlah terlalu lurus, namun juga jangan terlampau bengkok. Hal ini sempat dipertanyakan Syech Subakir kepada Sabdo Palon, mengapa seorang pemimpin tidak boleh benar-benar lurus. Dijawab Sabdo Palon, karena pemimpin itu menjadi pimpinan semua orang. Dan orang tidak semuanya lurus, pasti banyak pula yang bengkok. Lha, orang yang bengkok-bengkok itu akan ikut siapa, bila pemimpinnya lurus? Legenda Gunung Tidar Magelang Keberadaan daerah Magelang terbungkus oleh berbagai legenda. Salah satu dongeng yang hidup dikalangan rakyat mengisahkan --sebagaimana dikisahkan M. Bambang Pranowo (2002)-- bahwa pada zaman dahulu kala, ketika Pulau Jawa baru saja diciptakan oleh Sang Maha Pencipta dalam bentuk tanah yang terapung-apung di lautan luas; tanah tersebut senantiasa bergerak kesana kemari. Seorang dewa kemudian diutus turun dari kahyangan untuk memaku tanah tersebut agar berhenti bergerak. Kepala dari paku yang digunakan untuk memaku Pulau Jawa tersebut akhirnya menjadi sebuah gunung yang kemudian dikenal sebagai Gunung Tidar. Gunung yang terletak di pinggir selatan kota Magelang yang kebetulan berada tepat dibagian tengah Pulau Jawa tersebut memang berbentuk kepala paku; karena itu gunung Tidar dikenal luas sebagai “pakuning tanah jawa”. Dongeng lain yang tentunya diciptakan setelah masuknya Islam mengisahkan bahwa pada zaman dahulu daerah ini merupakan kerajaan jin yang diperintah oleh dua raksasa. Syekh Subakir, seorang penyebar agama Islam, datang ke daerah ini untuk berdakwah. Tidak rela atas kedatangan Syekh tersebut terjadilah perkelahian antara raja Jin melawan sang Syekh. Ternyata Raja Jin dapat dikalahkan oleh Syekh Subakir. Raja Jin dan istrinya kemudian melarikan diri ke Laut Selatan bergabung dengan Nyai Rara Kidul yang merajai laut Selatan. Sebelum lari Raja Jin bersumpah akan kembali ke Gunung Tidar kecuali rakyat didaerah ini rela menjadi pengikut Syekh Subakir. Legenda ini sangat melekat bagi masyarakat tradisional Jawa, tidak sekedar di Magelang, tapi juga ke daerah-daerah lain di Jawa, bahkan sampai di Lampung dan mancanegara (Suriname). Hal ini karena telah disebutkan dalam jangka Joyoboyo dan mengalir secara tutur tinular menjadi kepercayaan masyarakat. Apalagi pemerintah kota Magelang menjadikan Tidar sebagai simbol atau maskot daerah dengan menempatkan gunung Tidar yang dilambangkan dengan gambar paku di dalam logo pemerintahan. Di samping itu nama-nama tempat begitu banyak menggunakan nama Tidar, seperti nama Rumah Sakit Umum Daerah, nama perguruan tinggi, nama terminal dll. Yang semuanya menguatkan gunung Tidar menjadi legenda abadi.