MUTIARA ILMU

Selasa, 08 April 2025

TIDAK PERCAYA HABIB YAMAN KLAN BA’ALWI SEBAGAI DZURIAT NABI MUHAMMAD S.A.W. ADALAH ATAS DASAR IJTIHAD DAN SUDAH SESUAI SYARIAT AGAMA ISLAM*

*
 https://www.walisongobangkit.com/tidak-percaya-habib-yaman-klan-baalwi-sebagai-dzuriat-nabi-muhammad-s-a-w-adalah-atas-dasar-ijtihad-dan-sudah-sesuai-syariat-agama-islam/

 Tidak akan dihukum Neraka,
 Tidak akan Kualat
 Tidak akan Su-ul Khotimah
 
Berikut dalil Ijtihad:
Hadits Riwayat Al-Bukhari dan Muslim:
Rasulullah SAW bersabda:
“إِذَا حَكَمَ الْحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ وَاحِدٌ”
Artinya:
“Apabila seorang hakim (atau orang yang berijtihad) berijtihad, kemudian ijtihadnya benar, maka ia mendapatkan dua pahala. Jika ia berijtihad kemudian salah, maka ia mendapatkan satu pahala.” (HR. Al-Bukhari no. 7352 dan Muslim no. 1716)
Hadits ini memberikan pemahaman bahwa setiap usaha ijtihad yang dilakukan dengan niat yang baik dan kesungguhan, walaupun hasilnya tidak tepat atau salah, tetap mendapatkan pahala karena upaya tersebut dianggap sebagai bagian dari pengabdian dan usaha mencari kebenaran dalam kerangka syariat Islam.
Oleh karena itu, menolak klaim dzuriyat dengan landasan ijtihad yang didasarkan pada bukti sejarah dan ilmu pengetahuan, jika ternyata hasilnya tidak sesuai, tetap mendapatkan satu pahala karena niatnya adalah untuk mencari kebenaran dan melindungi umat dari kesalahan yang lebih besar.
 
*Dan berikut penjelasannya:*
Tidak mempercayai klaim nasab para Habib dari klan Ba’alwi sebagai dzuriyat Nabi Muhammad SAW dapat dipahami sebagai bagian dari ijtihad, yaitu upaya sungguh-sungguh dalam mencari kebenaran melalui berbagai disiplin ilmu yang sahih dan terpercaya. Ijtihad ini memiliki landasan kuat dalam syariat Islam yang menekankan pentingnya menggunakan akal, dalil, dan bukti-bukti ilmiah dalam mencapai kesimpulan yang benar. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai bagaimana hal ini dapat dianggap sebagai bagian dari ijtihad:
 Landasan Ilmu Sejarah (Historiografi)
Dalam kajian nasab, ilmu sejarah memegang peranan penting. Salah satu prinsip utama dalam ilmu sejarah adalah menggunakan sumber-sumber yang sezaman dengan peristiwa yang dikaji. Dalam kasus klan Ba’alwi, tidak ada catatan sejarah yang kredibel atau kitab-kitab sezaman dari abad ke-4 hingga ke-9 H yang menyebutkan nasab mereka sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW. Nama-nama seperti Ubaidillah bin Ahmad bin Isa, yang diklaim sebagai leluhur, tidak pernah tercatat dalam sumber-sumber otoritatif sezaman. Oleh karena itu, mempertanyakan keabsahan nasab tersebut berdasarkan analisis sejarah yang sahih merupakan bagian dari ijtihad yang didukung oleh ilmu pengetahuan.
 Landasan Ilmu Genetika
Ilmu genetika modern telah memungkinkan kita untuk memverifikasi klaim nasab secara ilmiah. Dalam konteks klan Ba’alwi, hasil uji DNA menunjukkan bahwa mereka memiliki haplogroup G, sedangkan keturunan Nabi Muhammad SAW, berdasarkan berbagai penelitian ilmiah, memiliki haplogroup J1. Perbedaan haplogroup ini menjadi bukti yang kuat bahwa secara genetik, klan Ba’alwi bukanlah dzuriyat Nabi Muhammad SAW. Penggunaan ilmu genetika sebagai metode pembuktian ini merupakan bagian dari ijtihad ilmiah yang mendasarkan kesimpulan pada bukti empiris yang valid.
 Landasan Ilmu Musthalah Nasab
Ilmu Musthalah Nasab mengajarkan pentingnya ketepatan dalam mencatat dan memverifikasi nasab. Dalam hal ini, klaim nasab harus memiliki dasar yang kuat, baik melalui catatan sejarah yang otentik maupun bukti ilmiah yang mendukung. Ketika klaim nasab tidak dapat dibuktikan dengan dalil-dalil yang sahih, maka mempertanyakannya adalah tindakan yang sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu Musthalah Nasab. Menggunakan metode ini untuk memverifikasi atau menolak klaim nasab adalah bagian dari ijtihad yang mengacu pada prinsip kehati-hatian dalam menegaskan hubungan keturunan.
 Landasan Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh
Dalam fiqh dan ushul fiqh, terdapat konsep iqtida’ al-dalil (menuntut adanya dalil atau bukti) dalam setiap keputusan hukum atau keyakinan. Mengingat klaim dzuriyat adalah hal yang sangat penting dalam Islam, yang melibatkan hak-hak tertentu dan status kehormatan, maka sudah semestinya klaim tersebut didasarkan pada bukti yang kuat. Ketika klaim tersebut tidak memiliki dalil yang sahih, seperti tidak adanya bukti sejarah yang valid atau perbedaan dalam hasil uji genetik, maka meragukan klaim tersebut dan tidak mempercayainya adalah bagian dari ijtihad yang sah dalam Islam.
 Menghindari Kebodohan (Tafaqquh fi al-Din)
Islam sangat menekankan pentingnya belajar dan berusaha mencari kebenaran berdasarkan ilmu. Allah memerintahkan umat-Nya untuk menggunakan akal dan ilmu dalam memahami dunia dan agama. Jika seseorang mengetahui bahwa klaim nasab tidak memiliki bukti yang kuat, tetapi tetap mempercayainya tanpa dasar ilmiah, hal ini dapat menyebabkan taklid buta dan kebodohan. Ijtihad dalam menolak klaim dzuriyat yang tidak terbukti adalah cara untuk menghindari kebodohan dan menjaga umat dari kepercayaan yang keliru.
 Landasan Ilmu Manthiq (Logika)
Dalam ilmu logika, klaim harus diuji dengan bukti yang logis dan rasional. Ketika klaim tidak dapat diverifikasi dengan cara yang ilmiah dan logis, maka menurut logika dasar, klaim tersebut layak untuk ditolak. Menolak klaim dzuriyat yang tidak memiliki dasar sejarah atau genetik yang kuat adalah bentuk penerapan logika yang benar. Ini adalah salah satu bentuk ijtihad yang berdasarkan prinsip-prinsip logis yang dapat diterima.
 Tanggung Jawab Moral dan Etika Ilmiah
Sebagai seorang Muslim, kita memiliki tanggung jawab moral untuk menyebarkan kebenaran dan menghindari kebohongan. Mengakui kebenaran bahwa klaim dzuriyat klan Ba’alwi tidak memiliki dasar yang kuat, baik dari segi sejarah maupun genetika, adalah bagian dari tanggung jawab moral tersebut. Tindakan ini didasarkan pada ijtihad yang tidak hanya menggunakan alat ilmiah, tetapi juga moralitas Islam untuk meluruskan keyakinan yang salah di tengah umat.
Dengan demikian, ijtihad yang menolak klaim dzuriyat klan Ba’alwi didasarkan pada berbagai disiplin ilmu, termasuk sejarah, genetika, fiqh, dan logika. Ini adalah upaya untuk mencari kebenaran dan menjaga umat dari keyakinan yang keliru. Dalam Islam, menolak sesuatu yang tidak memiliki dasar yang sahih dan valid adalah bagian dari upaya untuk menjaga keilmuan, moralitas, dan kejujuran dalam agama.

*Menyingkap Fakta Sejarah dan Genetika: Sanggahan Ilmiah atas Klaim Klan Ba'alwi dalam Penyebaran Islam dan Nasab Keturunan Nabi di Nusantara*



https://www.walisongobangkit.com/menyingkap-fakta-sejarah-dan-genetika-sanggahan-ilmiah-atas-klaim-klan-baalwi-dalam-penyebaran-islam-dan-nasab-keturunan-nabi-di-nusantara/

________________________________________
*Pendahuluan*
Klaim yang sering digaungkan oleh kelompok Ba'alwi bahwa mereka adalah penyebar awal Islam di Nusantara sejak abad ke-13 dan merupakan keturunan langsung Nabi Muhammad SAW perlu dikaji secara kritis dengan pendekatan interdisipliner: sejarah, filologi, dan genetika. Artikel ini merupakan sanggahan ilmiah terhadap narasi yang menyebut bahwa kedatangan orang Hadramaut (khususnya Klan Ba'alwi) sejak abad ke-13 bertujuan menyebarkan Islam, serta bahwa mereka adalah keturunan sah dari Nabi Muhammad SAW.
*1. Fakta Historis Kedatangan Ba'alwi ke Nusantara*
Penelitian dari KH Imaduddin Utsman al-Bantani dan Jajat Burhanuddin menunjukkan bahwa gelombang besar kedatangan orang-orang Hadramaut ke Nusantara terjadi pada abad ke-19, bukan abad ke-13. Kedatangan ini dipicu oleh:
• *Krisis internal di Hadramaut:* Perang saudara antara Al-Quwaiti dan Al-Khatiri, serta kemiskinan ekstrem yang membuat 20–30% penduduk Hadramaut bermigrasi ke negara-negara sekitar Lautan Hindia.
• *Kebijakan kolonial Belanda:* Terbukanya wilayah Jawa dan kepulauan lain terhadap pasar internasional menjadikan Nusantara sebagai destinasi migrasi pekerja Hadramaut.
Sebagian besar dari mereka bekerja sebagai buruh kebun, karyawan pabrik, kurir, bahkan menjadi pegawai pemerintah kolonial. Klaim bahwa mereka datang sebagai da’i atau penyebar Islam sejak abad ke-13 tidak memiliki dasar dokumen sejarah yang kuat.
*2. Pengkhianatan Tokoh-Tokoh Ba'alwi terhadap Perjuangan Rakyat Indonesia*
Beberapa tokoh dari kalangan Ba'alwi justru tercatat dalam sejarah sebagai kolaborator kolonial:
• *Utsman bin Yahya:* Diangkat oleh Belanda sebagai mufti Batavia, ia mengeluarkan fatwa yang menyatakan haram hukumnya memberontak terhadap Belanda. Fatwa ini dimuat dalam kitab Manhaj al-Istiqamat fi al-Din bi al-Salamat (1889).
• *Habib Abdurrahman Az Zahir:* Di Aceh, dia berkhianat terhadap rakyat Aceh yang sedang berjihad melawan Belanda dan memilih menyerah demi pensiun dari pemerintah kolonial Belanda.
• *Doa untuk Ratu Belanda:* Utsman bin Yahya pernah memimpin doa di Masjid Pekojan Jakarta untuk Ratu Wilhelmina pada 2 September 1898, memujinya sebagai "ratu yang baik".
Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa sebagian tokoh Ba'alwi bukan hanya tidak terlibat dalam perjuangan kemerdekaan, tetapi bahkan melawan kepentingan umat dan bangsa Indonesia.
*3. Keterlibatan Ba'alwi dalam PKI*
Setelah kemerdekaan, beberapa tokoh bermarga Ba'alwi juga tercatat aktif dalam Partai Komunis Indonesia (PKI):
• *D.N. Aidit:* Ketua PKI, dieksekusi pada 1965. Anaknya, Ilham Aidit, mengonfirmasi garis Ba'alwi dalam keluarganya.
• *Ahmad Sofyan Baroqbah dan Fahrul Baraqbah:* Keduanya merupakan anggota PKI yang aktif dan dieksekusi atas keterlibatan mereka.
Keterlibatan tokoh-tokoh bermarga Ba'alwi dalam organisasi anti-Islam dan anti-Pancasila ini menjadi catatan sejarah yang penting untuk dikaji ulang dalam narasi keturunan "habib" yang dianggap sakral.
*4. Kritik terhadap Klaim Nasab Ba'alwi*
Ba'alwi mengklaim bahwa mereka merupakan keturunan Nabi SAW melalui jalur: ‘Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin ‘Isa al-Muhajir. Namun, klaim ini:
• *Tidak tercatat dalam literatur nasab primer* dari abad-abad yang berdekatan dengan masa hidup Ubaidillah.
• *Bertentangan dengan data genetika modern*, yang menunjukkan bahwa banyak Ba'alwi membawa haplogroup G, sementara keturunan Nabi SAW yang sah secara ilmiah terbukti membawa haplogroup J1.
• *Dikonstruksi melalui literatur sekunder* yang muncul berabad-abad setelah tokoh yang diklaim sebagai leluhur hidup, seperti kitab karya Ali al-Sakran dari abad ke-9 H yang tidak menyertakan sanad atau sumber kuat.
*5. Distorsi Sejarah: Pemalsuan Nasab dan Pemakzulan Tokoh Lokal*
Nama "Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa" yang menjadi poros nasab klan Ba’alwi *tidak pernah ditemukan dalam kitab-kitab nasab klasik yang mu’tabar*, seperti karya Ibn Hazm, al-Sam'ani, atau Ibn al-Kalbi. Nama "Ubaidillah" sebagai anak Ahmad bin Isa baru muncul dalam kitab karya Ali al-Sakran yang hidup pada abad ke-9 H, menulis tentang tokoh abad ke-4 H tanpa sanad yang jelas.
Selain itu, telah ditemukan banyak bukti pemalsuan sejarah lokal oleh Ba’alwi:
• *KRT Sumadiningrat* (tokoh keraton) dijadikan "bin Yahya" dalam rekayasa nasab.
• *Mbah Malik*, keturunan Pangeran Diponegoro, diubah menjadi "bin Yahya" secara sepihak.
• *Imam Bonjol* diklaim sebagai bagian dari Ba’alwi, padahal tidak ada satu pun bukti otentik dari sejarah Minangkabau yang menyebut demikian.
Sejarah Indonesia dan NU mengalami distorsi besar akibat klaim-klaim tidak berdasar ini.

*6. Kesimpulan*
Narasi bahwa Ba'alwi datang ke Nusantara sejak abad ke-13 sebagai penyebar Islam adalah tidak akurat secara historis. Gelombang besar kedatangan mereka terjadi pada abad ke-19, dipicu oleh kemiskinan dan konflik di Hadramaut, serta peluang kerja di Hindia Belanda. Beberapa tokoh Ba'alwi bahkan bersekutu dengan kolonial Belanda, mengkhianati perjuangan rakyat, dan terlibat dalam gerakan komunis.
Selain itu, klaim nasab mereka sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW tidak terkonfirmasi dalam kitab-kitab nasab yang diakui para ahli, dan bertentangan dengan temuan genetika modern. Oleh karena itu, masyarakat perlu lebih kritis dan ilmiah dalam menerima klaim-klaim nasab, terlebih ketika klaim tersebut digunakan untuk memperoleh keistimewaan sosial atau politik.
Fakta-fakta sejarah ini menyingkap sisi kelam yang selama ini disembunyikan oleh propaganda spiritual keturunan. Mereka bukan pewaris Nabi Muhammad SAW, baik secara nasab, akhlak, maupun peran sejarah. Justru banyak dari mereka menjadi alat kolonial, merusak perjuangan kemerdekaan, bahkan terlibat dalam komunisme yang anti-Tuhan.
Tulisan ini bukan untuk menyerang individu, melainkan untuk meluruskan sejarah yang telah lama dikaburkan. Saatnya umat Islam Indonesia membuka mata dengan akal, hati nurani, dan ilmu pengetahuan, agar tidak terjebak dalam kultus palsu yang menyesatkan.

*Daftar Pustaka*
1. KH Imaduddin Utsman al-Bantani, Penelusuran Nasab Ba’alwi (naskah tesis)
2. Jajat Burhanuddin, "Diaspora Hadrami di Indonesia," Studia Islamika, Vol. V No.1, 1999
3. Van den Berg, Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara, INIS, 1989
4. Utsman bin Yahya, Manhaj al-Istiqamat fi al-Din bi al-Salamat, Maktabah al-Madaniyah, Jakarta
5. M. Adil Abdullah, "Tgk Imuem Lueng Bata Ultimatum Habib Abdurrahman Az Zahir," Serambi News
6. Tirto.id: "Sayid Komunis yang Diburu Tentara Baret Merah"
7. Republika: "Simpang Siur Kabar DN Aidit Keturunan Rasulullah"
8. Rumah123.com: "Silsilah Habib Rizieq Shihab"
________________________________________