MUTIARA ILMU

Rabu, 11 Desember 2024

TERAPI AIR HUJAN

DAKWAH BERBASIS KITAB KUNING: 



Oleh: Dr. Muhammad Saeful Kurniawan, MA



Kemarin rumah saya di Prajekan kedatangan tamu rombongan dari dusun Salak Kembang Tlogosari Bondowoso. Rombongan itu dipimpin langsung oleh KH. Abdul Rasyid pendiri dan pengasuh institusi pendidikan al-Rasydiy dusun Salak desa Kembang Tlogosari Bondowoso.

Kedatangan mereka disamping silaturahim juga mau melakukan terapi kesehatan berbasis kenabian. Sebagai orang akademisi dan santri, tentu instrumen dakwah kali saya harus menggunakan kitab kuning dengan judul kitabnya "Khazinatul Asrari" karya Syaikh Abu Hayyillah al-Marzuqiy pasalnya jamaahnya adalah seorang tokoh agama alumni pesantren ternama dijawa timur yaitu pesantren Guluk guluk Sumenep Madura dan pesantren Sidogiri Pasuruan yang sudah barang tentu sudah banyak menguasai kitab kuning.

Pada momentum itu, saya membacakan sebuah hadits nabi Muhammad Saw tentang kedahsyatan air hujan yang dibacakan ayat suci al-Qur'an kepada jamaah pengajian itu.

KESEHATAN menjadi salah satu yang dibicarakan/difirmankan dalam al-Quran. Artinya, Islam menyeru umatnya untuk menjaga kesehatan. Mengapa demikian? Karena, berdasarkan pernyataan Kanjeng Nabi Ibrahim As, inni syaqim (Q.S. al-Shaffat [37]: 89, manusia berpotensi mengalami sakit, baik sakit yang bersifat ruhani maupun jasmani.

Tentunya, dalam konteks hakikat, Allah-lah yang mandegani itu semua. Pada Q.S. al-Syu’ara [26] ayat 80 yang berbunyi Fa’idza Maridhtu Fa Huwa Yasyfiin (Jika aku sakit, Tuhan yang menyembuhkan), jelas bahwa sakit dan kesembuhan adalah hak prerogatif Allah. Akan tetapi, manusia dengan bekal ilmu pengetahuannya, harus tetap berusaha, tidak hanya berpangku tangan untuk menjaga kesehatan.

Allah tidak menciptakan suatu hal menjadi sia-sia. Semua ada hikmahnya. Termasuk air hujan. Maulana Syekh Syihabuddin Ahmad bin Salamah al-Hufi al-Qulyubi al-Misri dalam kitabnya berjudul Risalah Jam’ul Fawaid menerangkan bahwa, Kanjeng Nabi Muhammad Saw bercerita kepada para sahabatnya yang langsung bersumber dari Malaikat Jibril. Kanjeng Nabi Muhammad Saw menjelaskan mengenai manfaat air hujan.

Redaksi utuhnya demikian: “Diriwayatkan dari Kanjeng Nabi Muhammad Saw, beliau bersabda, bahwa Kanjeng Nabi Muhammad Saw diajari oleh Malaikat Jibril tentang obat yang tidak membutuhkan obat dan tabib lainnya.”

Sahabat Abu Bakar, Sahabat Umar, Sahabat Utsman bertanya: “Apakah itu obatnya, Ya Rasul? Kami sangat membutuhkan obat tersebut.”

Kemudian Kanjeng Nabi Muhammad Saw bersabda: “Ambillah sesuatu dari air hujan. Lalu, bacakan air hujan tersebut surat al-Fatihah 70 kali, surat al-Ikhlas 70 kali, surat an-Nas 70 kali, ayat kursi 70 kali. Setelah itu, minumlah air hujan tersebut di waktu pagi dan sore hari selama tujuh hari berturut-turut. ”

Kanjeng Nabi Muhammad Saw berkata lagi: “Demi Allah yang telah mengutusku menjadi Nabi. Jibril menyampaikannya kepadaku bahwa, “Barangsiapa yang meminum air tersebut, Allah menghilangkan dari jasadnya setiap penyakit. Kemudian, Allah akan menjaga orang yang meminumnya dari segala sakit dan penyakit.

Tidak hanya itu, barangsiapa yang meminumkan air tersebut kepada istrinya, kemudian bersenggama, bi idznillah, istrinya bisa hamil. Mata yang sakit bisa disembuhkan dengan air hujan tersebut. Air hujan itu pula mampu mengusir pengaruh sihir, menghilangkan riak, menyembuhkan penyakit yang ada di dada, menyembuhkan sakit gigi, mengatasi gangguan pencernaan, kehausan dan susah buang air kecil.

Khasiat air hujan yang telah dibubuhi doa, bisa meminimalisir ketergantungan terhadap bekam. Dan tentunya, atas kehendak Allah, masih banyak lagi manfaat yang bisa diambil dari metode pengobatan tersebut.

Demikian manfaat air hujan yang terdapat dalam kitab Risalah Jam’ul Fawaid. Tentunya, ikhtiar tersebut harus didasari dengan keyakinan bahwa sakit dan kesembuhan datangnya dari Allah.

Hal tersebut juga menunjukkan bahwa, tidak ada kesia-siaan atas apa yang telah diciptakan Allah di muka bumi. Semua memiliki manfaat, tergantung pada kemauan manusia untuk mencari kekuatan atau rahasia dibalik ciptaan-Nya.

Setelah kajian secara teoritis selesai, baru melangkah opsi kedua yaitu dakwah berbasis implimentatif menggunakan metode pola makan yang dianjurkan nabi Muhammad Saw diantaranya, madu asli, pisang, kurma ajwa, susu kambing dan bahan baku lainya.

Semua bahan diatas, kemudian dijadikan juz segar. Biqadarillah, saat juz minuman kesukaan nabi itu disodorkan pada ibu yang sakit, tiba tiba ia menolak keras dan langsung reaksi muntah muntah.

Artinya, apabila seseorang terditeksi ada jin di perutnya, maka secara otomatis yang bersangkutan akan mual dan muntah muntah sebagai reaksi penolakan terhadap minuman sehat ala Baginda nabi Muhammad Saw. 

Namun demikian, saya memaksa meminumnya sehingga yang bersangkutan muntah muntah banyak sekali sebagai indikasi jinnya sudah keluar dari sarangnya. Semoga sehat dan bermanfaat untuk semuanya. Amin.

Wallahu A’lam. Semoga bermanfaat.

Salam sehat, Prajekan, 11 Desember 2024

Senin, 09 Desember 2024

Shalahuddin Al-Ayyubi dan Perang Melawan Dinasti Ubaidillah al-Mahdi: Mengungkap Jejak Sejarah Klan Ba'alwi


https://www.walisongobangkit.com/shalahuddin-al-ayyubi-dan-perang-melawan-dinasti-ubaidillah-al-mahdi-mengungkap-jejak-sejarah-klan-baalwi/

Sejarah Islam dipenuhi pelajaran berharga tentang bagaimana umat melawan penyimpangan dalam akidah dan klaim palsu atas nama keturunan Nabi Muhammad SAW. Salah satu peristiwa penting adalah perjuangan Shalahuddin Al-Ayyubi melawan Dinasti Fatimiyah, yang dipimpin oleh Ubaidillah al-Mahdi, tokoh Syiah yang mengklaim keturunan Rasulullah. Bukti-bukti sejarah menunjukkan bahwa klaim tersebut tidak hanya palsu tetapi juga memiliki jejak keterkaitan dengan asal-usul Yahudi. Artikel ini akan membahas peran Shalahuddin Al-Ayyubi dalam menumpas Dinasti Fatimiyah atas dorongan ulama besar, Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani, serta indikasi keterkaitan klaim klan Ba'alwi dengan jejak Dinasti Ubaidillah.

*Klan Ubaidillah al-Mahdi: Klaim Palsu dan Asal-usul Yahudi*
Dinasti Fatimiyah didirikan oleh Ubaidillah al-Mahdi pada abad ke-10 M. Ia mengklaim sebagai keturunan Rasulullah SAW, tetapi para ulama Ahlussunah wal Jamaah pada masa itu sepakat bahwa klaim tersebut palsu. Dalam istilah Arab, keadaan ini disebut Ikhtilafun Katsirun Jiddan (terdapat banyak perbedaan yang sangat mencurigakan) terkait nasabnya. Penelitian menunjukkan bahwa Ubaidillah sebenarnya adalah keturunan Yahudi.

Strategi Ubaidillah al-Mahdi melibatkan manipulasi emosi umat Islam dengan menanamkan kecintaan buta kepada Ahlul Bait. Gelar seperti "Al-Habib," yang pertama kali digunakan oleh ayahnya, Ahmad al-Habib, juga diduga berasal dari propaganda mereka. Strategi ini berhasil menipu umat Islam selama hampir dua abad(200 tahun), termasuk di wilayah Mesir.

*Shalahuddin Al-Ayyubi: Mengembalikan Kejayaan Islam*
Shalahuddin Al-Ayyubi dikenal sebagai sosok pembebas Al-Quds dari Pasukan Salib. Namun, sebelum itu, ia terlebih dahulu menumpas Dinasti Fatimiyah di Mesir atas arahan para ulama, termasuk Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani. Dinasti Fatimiyah merupakan sekutu kuat Pasukan Salib, sehingga menghancurkan mereka adalah langkah strategis untuk mengamankan dunia Islam.

Shalahuddin tidak hanya berhasil merebut Mesir, tetapi juga mengakhiri pengaruh Dinasti Fatimiyah yang dianggap merusak akidah umat Islam. Kemenangan ini menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah Islam dan simbol keberhasilan menjaga kemurnian ajaran Rasulullah SAW.

*Indikasi Keterkaitan dengan Klan Ba'alwi*
Jejak Dinasti Fatimiyah di masa lalu memiliki kemiripan pola dengan klaim nasab oleh klan Ba'alwi di masa kini. Istilah seperti "Al-Habib" mulai populer di Nusantara pada abad ke-19 M, ketika imigran dari Yaman mulai masuk ke wilayah ini. Menurut peneliti, istilah ini digunakan untuk memperkuat legitimasi sosial mereka sebagai "Dzuriyat Rasulullah," meskipun tidak ada bukti historis yang kuat.

Sebaliknya, Walisongo, yang sebagian besar adalah keturunan Syaikh Abdul Qadir Jailani, justru dikenal sebagai pelopor ajaran Islam murni di Nusantara. Fakta bahwa klan Ba'alwi sering kali berseberangan dengan warisan ajaran Walisongo dapat menjadi indikasi kuat adanya jejak pola pemikiran Dinasti Fatimiyah dalam klaim mereka.

*Dampak di Nusantara: Pelajaran untuk Umat*
Sejarah mencatat bagaimana taktik serupa digunakan di Aceh, di mana gelar "Sayyid" dan "Habib" digunakan oleh pengkhianat seperti Habib Abdurrahman bin Muhammad Az-Zahir untuk melemahkan perjuangan rakyat Aceh melawan penjajahan Belanda. Fatwa-fatwa mereka menyebabkan kemunduran semangat jihad di Aceh, yang sebelumnya menjadi benteng Islam terkuat di Nusantara.
Data lain jejak panjang penghianatan Klan ba’alwi terhadap perjuangan umat Islam dan bangsa Indonesia:
1. *Pengkhianatan Pangeran Diponegoro* : Habib Ibrahim Ba’abud bersekongkol dengan Belanda, yang menyebabkan penangkapan Pangeran Diponegoro.
2. *Geger Cilegon 1888* : Habib Usman bin Yahya bekerja sama dengan kolonial, yang berakhir pada kegagalan perlawanan para ulama dan banyak ulama beserta penduduk yang menjadi korban hukum gantung oleh kolonial Belanda.
3. *Demang Lehman* : Pejuang dari Martapura ini dihukum gantung karena penghianatan Habib Hamid Al-Aidrus.
4. Perkuat Pernyataan Hendropriyono, Sejarawan UGM Sebut Sultan Hamid II *(Habib Abdul Hamid Alkadrie)*  Khianati RI, selengkapnya tulisan di link website berikut :  https://www.walisongobangkit.com/perkuat-pernyataan-hendropriyono-sejarawan-ugm-sebut-sultan-hamid-ii-khianati-ri/

Fenomena serupa dapat ditemukan dalam klaim nasab oleh beberapa kelompok di Indonesia yang lebih mengutamakan status keturunan daripada kontribusi nyata dalam keilmuan dan akhlak.

*Penutup*
Pelajaran dari perjuangan Shalahuddin Al-Ayyubi dan sejarah Dinasti Fatimiyah adalah pentingnya berpikir kritis dan berlandaskan ilmu dalam mencintai Ahlul Bait Rasulullah SAW. Masyarakat Islam, khususnya di Indonesia, harus waspada terhadap klaim-klaim yang tidak berdasarkan fakta dan lebih mengutamakan akhlak mulia serta keilmuan daripada sekadar gelar keturunan.

Semoga umat Islam mampu menjaga kemurnian ajaran Rasulullah SAW dan tidak terjebak dalam klaim tanpa bukti yang hanya memperlemah persatuan umat. 

Wallahu a’lam bish-shawab.