MUTIARA ILMU

Kamis, 12 Juni 2025

𝐊𝐲𝐚𝐢 𝐀𝐠𝐞𝐧𝐠 𝐒𝐞𝐧𝐭𝐨𝐧𝐠, 𝐊𝐲𝐚𝐢 𝐀𝐠𝐞𝐧𝐠 𝐆𝐢𝐫𝐢𝐧𝐠 𝐈𝐕, 𝐝𝐚𝐧 𝐏𝐚𝐫𝐚 𝐏𝐞𝐦𝐛𝐞𝐬𝐚𝐫 𝐌𝐚𝐧𝐜𝐚𝐧𝐞𝐠𝐚𝐫𝐚 𝐝𝐢 𝐏𝐚𝐬𝐚𝐫𝐞𝐚𝐧 𝐁𝐮𝐤𝐢𝐭 𝐆𝐢𝐫𝐢𝐥𝐨𝐲𝐨



Pemakaman ini disebut Kagungan Dalem Pasarean Giriloyo. Data-data tentang siapa saja yang dimakamkan di pemakaman ini tercatat di dalam dokumen resmi Kraton Yogyakarta. Para pembaca dipersilakan mengecek dokumen resmi tersebut yang ditulis oleh KRT Mandayakusuma. Judulnya 𝐶𝑒𝑛𝑔𝑘𝑜𝑟𝑜𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐺𝑎𝑚𝑏𝑎𝑟 𝑆𝑎𝑟𝑡𝑎 𝑃𝑟𝑎𝑡𝑒𝑙𝑎𝑛 𝐼𝑛𝑔𝑘𝑎𝑛𝑔 𝑆𝑎𝑚𝑖 𝑆𝑒𝑚𝑎𝑟𝑒 𝐼𝑛𝑔 𝐾𝑎𝑔𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛𝑑𝑎𝑙𝑒𝑚 𝑃𝑎𝑠𝑎𝑟𝑒𝑦𝑎𝑛 𝐼𝑚𝑎𝑔𝑖𝑟𝑖, 𝐺𝑖𝑟𝑖𝑙𝑎𝑦𝑎, 𝑆𝑎𝑟𝑡𝑎 𝐵𝑎𝑛𝑦𝑢𝑠𝑢𝑚𝑢𝑟𝑢𝑝 𝐼𝑛𝑔 𝑁𝑔𝑎𝑦𝑜𝑔𝑦𝑎𝑘𝑎𝑟𝑡𝑎 𝐻𝑎𝑑𝑖𝑛𝑖𝑛𝑔𝑟𝑎𝑡 𝑈𝑔𝑖 𝑃𝑎𝑠𝑎𝑟𝑒𝑦𝑎𝑛 𝑇𝑒𝑔𝑎𝑙-𝐴𝑟𝑢𝑚 𝐼𝑛𝑔 𝑇𝑒𝑔𝑎𝑙. Buku ini diterbitkan oleh Kawedanan Hageng Sriwandawa Bagian Puralaya Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat pada 1950.

Dalam keterangan Babad Diponegoro Manado, pemakaman Bukit Giriloyo ini dikatakan sebagai perwujudan dari syarat yang diamanahkan oleh mufti Mazhab Syafii di Mekah kepada Sultan Agung Hanyakrakusuma, yaitu membangun dua makam. Maka pada 1631/32, Sultan Agung membangun makam di Bukit Giriloyo. Satu makam lagi yang dibangun adalah makam Pajimatan, Imogiri.

Jasad pertama yang dimakamkan di sini adalah jasad paman Sultan Agung, Panembahan Juminah, yang merupakan salah-satu Dewan Walisongo di zaman itu. Selain itu, ada makam orang penting lain, yaitu ibu Sultan Agung, Ratu Mas Hadi binti Pangeran Benowo. Bersama dengan para putra-putri kerajaan, jasad mereka dimakamkan di sisi barat pemakaman. Bukit Giriloyo bagian timur kemudian diperuntukkan bagi para bupati dan pembesar mancanegara (pemimpin dan orang-orang daerah pesisiran) Jawa yang terlibat di dalam tatanan Kerajaan Mataram Islam (Van Mook, 1926: 9-10).

Salah-satu pembesar mancanegara yang dimakamkan di sini adalah Sultan Cirebon V/Panembahan Giriloyo/Syekh Abdul Karim. Ia diambil menantu oleh Sunan Amangkurat I. Ia meninggal pada sekira 1666. Selain Sultan Cirebon V, ada banyak pembesar mancanegara lain yang dimakamkan di sini. Jumlah mereka lebih dari sekira lima orang.

Hanya saja, yang masih dapat disaksikan dan masih utuh saat ini hanya lima makam. Kelima makam itu terletak tepat di sisi utara makam Sultan Cirebon V. Jika dilihat bentuk kijing-nisannya, lima makam itu menunjukkan paugeran makam tahun 1500-1600-an. Begitu pula bentuk kijing-makam Sultan Cirebon V. Bedanya, makam sang sultan ini dimuliakan dengan bentuk, rupa, dan ragam hias sedemikian megah. Maklum! Makam seorang raja harus dibedakan dengan makam orang biasa!

Selain para pembesar mancanegara itu, di bukit ini juga dimakamkan dua orang yang mengawal perjalanan Mataram Islam, yaitu Kyai Ageng Giring IV dan Kyai Ageng Sentong. Gambar makam kedua tokoh ini saya unggah di sini. Saya menjepretnya pada 5 Mei 2023. Siapakah keduanya?

Kyai Ageng Giring IV merupakan anak Kyai Ageng Giring III, sosok yang memastikan dan menjadi “penghubung” turunnya “wahyu” Mataram Islam melalui Kyai Ageng Pamanahan di awal abad ke-16. Ketika Kerajaan Mataram Islam berdiri, sang anak, yaitu Kyai Ageng Giring IV, ikut terlibat di dalam tatanan Mataram Islam untuk “menjaga” keberlangsungan hubungan antara Mataram Islam dengan sanad genealogi-ilmu-amal Sunan Kalijaga melalui jalur Giring. Dalam bahasa kasepuhan, Kyai Ageng Giring IV ini nanti yang memastikan agar “wahyu” terus berjalan hingga sampai pada sosok raja keturunan ketujuh Kyai Ageng Pamanahan.

Sedangkan Kyai Ageng Sentong merupakan tokoh yang melalui garis genealogi-sanadnyalah “wahyu keturunan ketujuh terterapkan (applied)”. Siapakah sang keturunan ketujuh itu? Ia adalah raja Mataram Islam yang genealoginya dari jalur Kyai Ageng Giring, yaitu RM Drajad/Pangeran Puger. Kelak ia akan jumeneng menjadi Sunan Pakubowono I di Kartasura pada 1704. Dalam versi legendanya, cerita tentang Kyai Ageng Sentong dalam konteks “wahyu keturunan ketujuh” ini ditulis oleh Van Mook di artikelnya, Kuta Gedhe (1926). 
Wallahu a’lam.


*𝐌. 𝐘𝐚𝐬𝐞𝐫 𝐀𝐫𝐚𝐟𝐚𝐭, 𝑝𝑒𝑛𝑒𝑙𝑖𝑡𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑎𝑚-𝑚𝑎𝑘𝑎𝑚 𝑡𝑢𝑎

Rabu, 04 Juni 2025

NASAB BA'ALAWI

✅ *Para pakar seperti Dr. Michael Hammer, Dr. Sugeng Sugiarto, dan Prof. Manachem Ali, serta banyak ilmuwan lainnya, telah menunjukkan bahwa:*

1️⃣ *Nasab Ba’alwi tidak bisa dibuktikan secara genetik sebagai keturunan Nabi SAW.*
🔬 Dr. Michael Hammer – University of Arizona
Peneliti haplogroup J1-P58, menyatakan bahwa keturunan Nabi SAW dari jalur Fatimah-Husain biasanya membawa haplogroup J1-L859. Namun, tes DNA publik dari individu Ba’alwi menunjukkan keberagaman haplogroup yang bukan J1, seperti J2, L, R1a, R1b, dan bahkan E1b1b, yang menandakan tidak berasal dari satu garis paternal yang sama.
🔬 Dr. Yahya Albanna (Ahli Genetika, Lebanon)
Menyatakan bahwa konsistensi haplogroup di antara keturunan Nabi SAW seharusnya solid dan identik (J1-L859). Jika seseorang mengklaim nasab namun haplogroup-nya berbeda, maka secara biologis ia bukan bagian dari garis Nabi.
🔬 Dr. Karl Skorecki – Rambam Medical Center, Israel
Peneliti asal Kanada-Israel yang menunjukkan bahwa garis keturunan paternal dapat diverifikasi secara akurat melalui Y-DNA, dan setiap klaim nasab agama harus tunduk pada uji ilmiah agar tidak menyesatkan publik.
🔬 Dr. Spencer Wells – National Geographic Genographic Project
Beliau memimpin proyek DNA global yang membuktikan pentingnya Y-DNA lineage dalam melacak garis keturunan. Klaim keturunan Nabi termasuk yang diteliti, dan tidak semua klaim itu valid secara genetik.
🔬 Dr. Hussein Mohammad al-Ali – Peneliti asal Yaman
Dalam simposium nasab di Qatar (2018), menyatakan bahwa sebagian besar klaim nasab Sayyid di Hadramaut tidak memiliki bukti kuat baik secara tertulis maupun genetik, bahkan banyak yang berasal dari silsilah fiktif hasil rekonstruksi.
________________________________________
2️⃣ *Sumber-sumber tulisan mereka tidak berbasis manuskrip primer.*
📚 Prof. Dr. Manachem Ali – Filolog, Universitas Airlangga
Mengungkap bahwa silsilah Ba’alwi baru mulai populer ditulis pada abad ke-9 H, dan tidak ditemukan dalam naskah-naskah sejarah otoritatif abad ke-4 hingga ke-8 H.
Kitab yang dijadikan rujukan seperti al-Masyra’ ar-Rawi dan Syaraf al-Anam tidak menyebut sumber primer serta penuh interpolasi.
📚 Dr. Robert G. Hoyland – Sejarawan Islam Awal, University of Oxford
Dalam bukunya Seeing Islam as Others Saw It, Hoyland menegaskan bahwa kebanyakan silsilah Islam awal ditulis jauh setelah kejadian dan tidak bisa dijadikan dasar genealogi tanpa bukti material.
📚 Dr. Wilferd Madelung – Sejarawan Islam (Oxford)
Dalam The Succession to Muhammad, beliau menyatakan bahwa penulisan nasab sering kali diwarnai kepentingan politik dan sektarian, apalagi bila tidak didukung catatan primer.
📚 Dr. G.H.A. Juynboll – Otoritas Hadis dan Nasab Awal
Dalam Muslim Tradition: Studies in Chronology, Provenance and Authorship of Early Hadith, Juynboll menunjukkan bahwa banyak isnad dan nasab dalam sejarah Islam awal adalah hasil fabrikasi, dan validitasnya sangat perlu diuji filologis dan historis.
________________________________________
3️⃣ *Ada inkonsistensi sejarah dan klaim-klaim yang tidak didukung bukti.*
📘 Prof. Dr. Anhar Gonggong – Sejarawan Indonesia
Beliau mengkritisi banyak klaim Ba’alwi atas tokoh-tokoh nasional (seperti Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, KRT Sumadiningrat) sebagai upaya rekayasa sejarah yang tidak berdasarkan dokumen otentik atau bukti historis yang sah.
📘 Prof. Dr. Bernard Lewis – Sejarawan Islam (Princeton)
Mengatakan dalam The Arabs in History bahwa nasab dalam dunia Islam sering kali direkayasa untuk status sosial atau politik, dan sangat sulit dipercaya jika tidak diverifikasi dengan bukti dokumenter yang sah.
📘 Dr. Jonathan A.C. Brown – Georgetown University
Dalam Hadith: Muhammad’s Legacy in the Medieval and Modern World, Brown mengkritik praktik fabrikasi nasab dalam sejarah Islam, terutama oleh kelompok elit untuk kepentingan otoritas keagamaan.
📘 Dr. Fred M. Donner – University of Chicago
Dalam Narratives of Islamic Origins, Donner menunjukkan bahwa banyak riwayat dalam sejarah Islam awal, termasuk nasab, disusun secara retrospektif dan politis, bukan berdasarkan fakta sejarah kontemporer.
________________________________________
📌 *KESIMPULAN AKHIR*
Berdasarkan referensi lintas disiplin ini:
• 🧬 Ilmu genetika telah membuktikan bahwa mayoritas Ba’alwi tidak memiliki haplogroup J1, haplogroup yang terverifikasi sebagai milik keturunan Nabi SAW.
• 📜 Ilmu filologi menunjukkan bahwa sumber-sumber silsilah mereka baru ditulis ratusan tahun setelah masa yang diklaim dan tanpa rujukan primer.
• 📖 Ilmu sejarah menemukan banyak klaim tokoh dan wilayah oleh Ba’alwi tidak didukung bukti otentik, bahkan cenderung manipulatif.
Maka, nasab Ba’alwi sebagai keturunan Nabi SAW tidak valid secara ilmiah, sejarah, maupun genetik.