MUTIARA ILMU

Rabu, 16 Oktober 2024

Membongkar Tipu Muslihat Klan Ba'alawi: Kebenaran di Balik Klaim Nasab Palsu

*""""""*

https://www.walisongobangkit.com/membongkar-tipu-muslihat-klan-baalwi-menelusuri-nasab-sejati-cucu-nabi-muhammad-saw/

Nasab merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam Islam, terutama ketika mencakup keturunan Rasulullah SAW. Di antara kelompok yang mengklaim sebagai keturunan Nabi adalah Klan Ba’alwi. Namun, ketika nasab mereka diuji dengan standar otoritas ilmiah yang benar, klaim ini tidak terbukti. Kenyataannya, tidak ada satu pun dari tujuh Naqobah dunia yang mengakui atau mengesahkan ( mengisbat ) nasab Klan Ba’alwi sebagai cucu Nabi Muhammad SAW, baik dari jalur Sayyidina Hasan maupun Sayyidina Husain.

*Fakta Otoritas Naqobah dalam Verifikasi Nasab*
Pasca berakhirnya Kesultanan Turki tahun 1924, di negara-negara merdeka pecahan Kesultanan Turki saadah yang telah diisbat nasabnya melanjutkan pencatatan mandiri serta membentuk Naqobah tersendiri di negara masing-masing menjadi 7 Naqobah .
Tujuh Naqobah dunia ini memiliki kewenangan penuh untuk memverifikasi dan mengesahkan nasab seseorang yang mengklaim dirinya sebagai cucu Nabi Muhammad SAW. Mereka adalah institusi yang dipercaya untuk menelusuri garis keturunan melalui metode ilmiah yang melibatkan catatan sejarah, sahih (keterkenalan keluarga di masyarakat), dan istifadhoh (pengakuan oleh komunitas yang lebih luas). Tujuh Naqobah ini, baik di Arab Saudi, Maroko, Turki, Suriah, Irak, Yordania, maupun Lebanon, bertindak sebagai otoritas tertinggi dalam hal keabsahan nasab keturunan Nabi.
Namun, setelah ditelusuri, *tidak ada satupun dari tujuh Naqobah tersebut, sejak pertama kali dibentuk hingga saat ini, yang mengakui nasab Klan Ba’alwi sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW* . Ini adalah bukti nyata bahwa klaim mereka tidak didasarkan pada bukti sahih dan hanya berfungsi sebagai upaya penyesatan umat. Pengakuan dari Lembaga Naqobah sangat penting untuk memastikan bahwa klaim-klaim nasab tidak hanya diakui secara sepihak oleh keluarga atau kelompok tertentu, tetapi juga oleh otoritas yang berwenang.
Berikut adalah tujuh Naqobah dunia yang diakui:
1. *Arab Saudi* – Lajnah Ansab , dipimpin oleh Syarif Syakir bin Haza' Al Abdali Al Hasani
2. *Turki*– Elesraf Elhasimiyun-Tukiye Cumhuriyeti Nakibul Esraf , dipimpin oleh Sayyid Munir Asyuwaiqi Al Husaini
3. *Maroko* – Saadah Al Asyraf Al Adarisah Al Mamlakah Al Maghribiyah , dipimpin oleh Asy-Syarif Abdurrazaq bin Hamid Al Idrisi Al Hasani
4. *Suriah* – Naqobah Assadah Al Asyraf Suriah , dipimpin oleh Sayyid Shadi Shattouf Al-Sayadi Al Husaini
5. *Irak* – Sindikat Bangsawan Irak (Naqobatul Asyraf Al 'Iraqi) , dipimpin oleh As-Sayyid As-Syarif Ahmad An-Nu'aimi Ar-Rifa'i Al Husaini
6. *Yordania* – Naqobah Yordania , dipimpin oleh Syarif Abdul Karim Al Haritsi Al Hasani
7. *Lebanon* – Saadah Al Asyraf Hasimiyun , dipimpin oleh Sayyid Jamil Al Husaini
Dalam proses verifikasi nasab yang dilakukan oleh tujuh Naqobah ini, *Klan Ba’alwi tidak pernah diakui sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW* . Ini membuktikan bahwa klaim mereka sepenuhnya tidak memiliki dasar ilmiah maupun historis yang valid.

*Tipu Muslihat Klan Ba’alwi: Memalsukan Nasab untuk Menipu Umat*
Penipuan nasab oleh Klan Ba’alwi adalah upaya sistematis untuk memalsukan sejarah dan identitas. Tanpa pengakuan dari otoritas resmi seperti Naqobah , klaim mereka tidak dapat dipercaya. Pemalsuan ini tidak hanya menyengsarakan umat, tetapi juga mengancam keutuhan sejarah Islam. Ketika sebuah kelompok mengklaim keturunan dari Nabi tanpa bukti yang sah, mereka menodai martabat keluarga Rasulullah SAW dan mengguncang umat dalam kegelapan.
Klan Ba’alwi, sejak awal, tidak pernah berhasil mengajukan bukti sahih ke tujuh Naqobah ini untuk mengesahkan nasab mereka. Padahal, verifikasi nasab merupakan langkah penting untuk menjaga keaslian garis keturunan Rasulullah SAW. Sebagai umat Islam, kita diwajibkan untuk selalu mencari kebenaran dan menolak segala bentuk kegelapan, terutama yang menyangkut hal-hal penting seperti nasab Nabi.
*Dalil-Dalil dari Al-Qur'an dan Hadis: Pentingnya Kejujuran dalam Nasab*
Islam mengajarkan pentingnya kejujuran dan transparansi dalam setiap aspek kehidupan, termasuk nasab. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:
*“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan mengucapkan kata-kata yang benar.”* (QS. Al-Ahzab : 70) .
Ayat ini menegaskan bahwa seorang muslim harus selalu berkata jujur, terutama dalam hal yang menyangkut identitas dan hubungan keluarga, termasuk nasab. Rasulullah SAW juga memperingatkan bahaya memalsukan nasab:
*"Barangsiapa yang mengaku-ngaku sesuatu yang bukan miliknya, maka ia tidak akan dihitung sebagai bagian dari mereka."* (HR.Bukhari) .
Hadis ini mengingatkan kita bahwa siapa pun yang mengklaim sesuatu yang tidak sahih, termasuk nasab, akan dikeluarkan dari kelompok yang diakuinya. Artinya, klaim palsu mengenai nasab keturunan Nabi adalah dosa yang serius.

*Dampak Pemalsuan Nasab bagi Generasi Mendatang*
Pemalsuan nasab seperti yang dilakukan Klan Ba’alwi memiliki dampak yang sangat buruk bagi generasi mendatang. Sejarah yang dipalsukan akan mendorong generasi muda, membuat mereka kehilangan pijakan sejarah yang benar, dan pada akhirnya mengikis harga diri mereka sebagai umat yang mengikuti ajaran Rasulullah SAW. Ketika identitas mereka dibangun di atas ringkasan, mereka akan tumbuh tanpa kebanggaan sejati menuju warisan agama mereka.
Prof.Dr.Anhar Gonggong, seorang sejarawan Indonesia, sering menekankan bahwa sejarah yang dipalsukan hanya akan membawa kerusakan bagi bangsa di masa depan. Generasi yang dibesarkan dengan informasi yang salah tentang asal usul mereka akan terputus dari nilai-nilai moral dan spiritual yang sebenarnya. Sebagai umat Islam, kita harus menjaga keaslian sejarah dan kebenaran setiap penipuan yang beredar.

*Kesimpulan: Verifikasi Nasab Adalah Tanggung Jawab Kolektif*
Klaim Klan Ba’alwi sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW tidak memiliki dasar yang kuat, baik dari segi sejarah maupun ilmiah. Tanpa pengakuan dari tujuh Naqobah dunia yang berwenang, klaim tersebut hanya menjadi tipu muslihat untuk menyesatkan umat. Sebagai umat Islam, kita harus selalu waspada terhadap klaim-klaim palsu dan memastikan bahwa setiap klaim nasab diteliti dan dijamin oleh otoritas yang sah.
Dengan demikian, penting bagi kita semua untuk menolak klaim palsu ini dan menjaga keutuhan nasab Rasulullah SAW demi menjaga kebenaran sejarah Islam. Generasi mendatang berhak mengetahui kebenaran dan mendapatkan warisan sejarah yang murni tanpa ditutupi oleh rekaman dan penipuan.

*Referensi:*
1. Prof. Dr. Ali Mazrui, Orang Afrika: Tiga Warisan , BBC Publications.
2. Prof.Dr.Anhar Gonggong, Historiografi Indonesia: Perspektif Baru , Universitas Indonesia Press.
3. Jan Vansina, Tradisi Lisan sebagai Sejarah , University of Wisconsin Press.

Jangan Biarkan Sejarah NU Dipalsukan! Kebenaran Harus Diungkap untuk Menjaga Harga Diri Bangsa!

*""*

https://www.walisongobangkit.com/jangan-biarkan-sejarah-nu-dipalsukan-kebenaran-harus-diungkap-untuk-menjaga-harga-diri-bangsa/

Buku : CAHAYA DARI  NUSANTARA, berisi sejarah palsu NU (muncul dalam buku ini narasi palsu adanya nama baru yaitu habib Hasyim bin Yahya sebagai salah satu pendiri NU).

Dalam sejarah, pemalsuan fakta bukan hanya soal mengubah catatan, tapi soal mengubur kebenaran. Ketika kebenaran dikaburkan atau bahkan dimanipulasi, generasi berikutnya akan tumbuh dengan pemahaman sejarah yang salah, kehilangan harga diri, dan pada akhirnya kehilangan arah. Seperti yang terjadi dalam klaim sepihak bahwa Habib Hasyim bin Yahya, kakek Habib Luthfi bin Yahya, adalah salah satu pendiri Nahdlatul Ulama (NU), tanpa adanya bukti-bukti yang kuat dan validasi sejarah yang diperlukan.
Berdasarkan Statuten Hoofdbestuur Nahdlatoel Oelama (HBNO) , dokumen resmi yang mendirikan NU pada 31 Januari 1926, tidak ada nama Habib Hasyim bin Yahya. Ini adalah bukti primer yang tak terbantahkan, sementara klaim yang menyatakan sebaliknya justru tak berdasar pada bukti historis yang dapat hak. Pemalsuan sejarah ini harus dipandang sebagai ancaman serius, karena sekali sejarah diubah, dampaknya akan sangat besar pada pemahaman generasi mendatang tentang asal-usul identitas mereka.

*Pemalsuan Sejarah: Ancaman bagi Harga Diri Bangsa*
Sejarah adalah fondasi dari identitas bangsa. Ketika sejarah dipalsukan, bukan hanya fakta yang hilang, tetapi juga harga diri generasi mendatang. Para ahli seperti Prof. Anhar Gonggong, menyebarkan Indonesia, menekankan pentingnya kebenaran dalam historiografi. Menurutnya, sejarah adalah cermin dari identitas bangsa, dan pemahaman sejarah akan menyebabkan bangsa tersebut kehilangan arah dan identitasnya. Dalam konteks NU, sejarahnya yang kaya akan perjuangan dan kontribusi para ulama pesantren yang sejati tidak dapat digantikan dengan narasi-narasi yang tidak berdasar.
Lebih lanjut Dr. Taufik Abdullah dalam bukunya Sejarah dan Historiografi: Perspektif Baru menjelaskan bahwa setiap upaya memalsukan sejarah tidak hanya merusak catatan masa lalu tetapi juga membentuk generasi baru yang buta sejarah. Mereka yang hidup dalam ketidakbenaran sejarah akan kehilangan pijakan, tidak mengenal pahlawan sejati mereka, dan pada akhirnya kehilangan kebanggaan terhadap identitas mereka.

*Klaim Sejarah yang Harus Diverifikasi*
Klaim bahwa Habib Hasyim bin Yahya adalah salah satu pendiri NU merupakan contoh bagaimana narasi sejarah bisa tercipta tanpa dasar yang jelas. Pernyataan ini hanya didasarkan pada sumber lisan bukti tanpa dokumenter yang memadai. Dalam historiografi, sebuah klaim sejarah yang tidak didukung oleh bukti primer, seperti dokumen resmi, surat kabar sezaman, atau memoar tokoh-tokoh yang terlibat langsung, harus ditanyakan. Terlebih lagi, dalam sejarah lisan, seperti yang dijelaskan oleh Jan Vansina dalam Oral Tradition as History , penting untuk memastikan bahwa sumber lisan tersebut berasal dari orang yang hidup sezaman dengan peristiwa yang diceritakan.
Salah satu tokoh yang sering disebut sebagai sumber lisan yang valid adalah KH As'ad Syamsul Arifin, yang hidup sezaman dengan para pendiri NU dan bahkan terlibat langsung dalam pendirian organisasi ini. Tetapi, bahkan dalam kasus sumber lisan ini, validitasnya tetap harus diuji melalui bukti-bukti tambahan seperti dokumen atau artefak sezaman. Tanpa verifikasi, klaim-klaim tersebut hanya menjadi spekulasi belaka.

*Dalil Agama: Kebenaran Harus Dijaga*
Dalam perspektif Islam, menjaga kebenaran adalah kewajiban. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:
*"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah, dan ucapkanlah kata yang benar."*  (QS. Al-Ahzab : 70) .
Ayat ini mengajarkan pentingnya mengatakan benar dan menjaga kebenaran, termasuk dalam hal sejarah. Ketika kita menyebarkan atau mendukung klaim-klaim yang tidak terbukti, kita menyebarkan prinsip dasar Islam, yaitu kejujuran. Dalam konteks ini, penting bagi kita untuk selalu mengutamakan fakta dan bukti dalam menyusun sejarah.
Rasulullah SAW juga bersabda:
*“Tinggalkanlah apa yang meremehkanmu dan ambillah apa yang tidak meremehkanmu.”*  (HR. Tirmidzi) .
Hadis ini mengajarkan kepada kita untuk menghindari keraguan dan memilih jalan yang jelas dan pasti. Dalam hal ini, klaim yang tidak didasarkan pada bukti-bukti sejarah yang jelas harus ditinggalkan, dan kita harus memilih untuk mengikuti kebenaran yang terverifikasi.

*Menjaga Keaslian Sejarah NU*
Sejarah NU adalah warisan bangsa yang sangat berharga, dan kita bertanggung jawab menjaga keasliannya. NU didirikan oleh para ulama pesantren yang tulus, yang berjuang demi keutuhan umat dan bangsa. Kita tidak boleh membiarkan sejarah mereka diambil alih oleh narasi-narasi yang tidak terbukti.
Pemalsuan sejarah seperti ini tidak hanya merugikan NU, tetapi juga seluruh bangsa Indonesia. Generasi muda yang tidak mengetahui sejarah yang benar akan tumbuh tanpa kebanggaan terhadap identitas mereka, dan hal ini bisa berdampak buruk pada masa depan bangsa. Oleh karena itu, penting untuk menekankan verifikasi sejarah, menghindari klaim-klaim yang tidak berdasar, dan menjaga kejujuran dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam menulis sejarah.

*Kesimpulan: Jangan Biarkan Sejarah Dipalsukan*
Kita sebagai umat dan bangsa harus waspada terhadap upaya pemalsuan sejarah yang dapat merusak identitas kita. Klaim bahwa Habib Hasyim bin Yahya adalah salah satu pendiri NU harus dibuktikan dengan data sejarah yang kuat dan tidak boleh hanya berdasarkan sumber lisan yang belum valid. Pemalsuan sejarah akan menghilangkan kebenaran dan membawa kita ke generasi yang kehilangan harga diri.
Kita harus terus menjaga kejujuran dan kebenaran, sebagaimana diperintahkan oleh agama dan dituntut oleh ilmu pengetahuan. Wallahu a'lam.